ADVERTISEMENT
Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Pojokan

Plagiarisme dalam Motif Absurd Seseorang Ingin Disebut Penulis

Emang apa enaknya coba disebut sebagai penulis? Kan itu bukan pilihan profesi yang aman buat diajukan ke calon mertua?

Ahmad Khadafi oleh Ahmad Khadafi
26 September 2021
0
A A
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Plagiarisme harus diakui sudah jadi budaya laten di negeri ini. Beririsan dengan budaya korupsi, suap, dan kuat-kuatan bekingan.

Tak ada raut bahagia dari Marwoto, seorang mahasiswa semester empat, yang takut-takut karena harus menghadap saya. Air muka dan keringat yang kuyup membasahi kaosnya siang itu sudah menggambarkan kegugupannya yang luar biasa.

Marwoto hanya satu di antara beberapa mahasiswa yang saya minta untuk menemui saya usai kelas hari itu. Tugasnya menulis artikel minggu lalu menurut saya cukup bermasalah. Dan karena masalahnya cukup berat, saya memintanya bertemu di kantin kampus.

“Kamu tahu nggak, Mas, saya bisa tahu kalau tulisan sampean itu copy-paste dari mana?” tanya saya ke Marwoto. Tentu saja itu bukan nama sebenarnya.

Dia cuma terdiam. Dalam posisi ketangkap basah seperti itu memang agak sulit bagi seseorang untuk berkelit.

“Ma-maaf, Pak. Saya sudah plagiat tulisan orang,” kata Marwoto mengaku begitu saja, tak mau menduga-duga dari mana saya bisa tahu tulisannya dicomot dari mana.

“Tulisan yang sampean aku-aku itu, sebenarnya tulisan teman saya, Mas. Itu tulisan lebih dari lima tahun lalu dan saya sudah pernah membacanya. Bahkan ketika saya baca sejak paragraf pertama, saya sudah tahu kalau sampean copy-paste. Cuma yang saya tidak habis pikir, kok ya sejudul-judul dan se-typo-typo-nya bisa sama itu lho. Bahkan kamu sendiri kayaknya tidak baca tulisan yang kamu plagiat sendiri ya,” kata saya.

Itu adegan yang berlangsung tak lebih dari lima menit. Marwoto seperti terbakar di atas kursi neraka kalau harus kelamaan dihakimi soal perilaku plagiarisme yang ketahuan seperti itu.

Usai mengakui kesalahannya, berikut juga dengan mahasiswa-mahasiswa setelahnya, saya tak mau ambil pusing. Saya minta mereka untuk tidak mengulangi lagi. Kesempatan kedua rasanya masih patut diberikan.

Toh, setidaknya pengalaman ketakutan ketahuan plagiat langsung dari dosennya itu bisa jadi bekal yang sangat diingat sepanjang hidupnya nanti. Terutama kalau mereka akhirnya berkarier sebagai jurnalis atau seorang penulis suatu hari nanti.

—000—

Problem plagiarisme di kampus seperti itu tadi, meski hampir selalu saya temukan di tiap kelas yang saya ajar, pada prinsipnya masih bisa diatasi.

Setidaknya, kalau mereka ketahuan melakukan tindakan plagiarisme, pihak yang akan menghukum mereka adalah dosen atau yang tertinggi adalah institusi kampus. Masih ada pihak yang peduli untuk menegur dan mengingatkan. Paling tidak begitu.

Masalahnya, hal yang sama tak berlaku di dunia luar. Setiap penulis yang dengan berani melakukan plagiarisme di dunia luar, terutama di era media sosial seperti sekarang, hampir bisa dipastikan karier kepenulisannya akan runtuh. Kalaupun tidak runtuh, ia akan goyah dan tidak dipercaya lagi oleh orang lain.

Hal inilah yang kerap dialami oleh Mojok sebagai sebuah majelis ghibah. Sepanjang saya kerja di majelis ini, sekurang-kurangnya setiap tahun selalu ada kasus plagiarisme yang ramai dan melibatkan tulisan di Mojok. Orang-orang di luar sana yang memanfaatkan tulisan-tulisan yang ada di Mojok.

Seingat saya, dalam kurun waktu dua tahunan ini, sedikitnya ada tiga penulis di luar sana yang pernah memanfaatkan tulisan-tulisan yang ada di Mojok, untuk diterbitkan di website mereka sendiri (tentu saja copy-paste), nama penulis diganti menjadi nama si pelaku plagiarisme tersebut, lantas konten itu dimanfaatkan untuk mendulang adsense.

Meski saya sangat membeci perilaku plagiarisme, sejatinya pencurian konten seperti itu masih bisa saya mengerti jika motifnya semata-mata adalah cuan. Maksudnya, ya itu tak beda jauh dengan orang nyolong motor atau nyolong alat produksi lainnya. Motifnya emang murni ekonomi. Titik.

Nah, masalahnya, selain motif duit, ternyata ada juga motif lain seseorang melakukan tindakan plagiarisme. Sebuah motif absurd yang sama sekali tak terpikirkan oleh saya sebelum bertemu langsung dengan orang-orang aneh seperti itu.

Dan motif absurd itu adalah: ingin dicitrakan sebagai penulis di hadapan orang-orang di sekitarnya.

Bukan sekali dua kali saja saya menemukan kasus seperti itu. Gejalanya biasanya ada seorang megalomaniak yang selalu memamerkan tulisannya (entah dari esai yang diakuinya ia yang nulis atau buku yang diaku-aku ia yang nulis). Dan tentu saja semua tulisan-tulisan yang ia bagikan di medsos itu adalah hasil comotan dari tulisan orang lain.

Tulisan itu bisa ia alihkan jadi status Facebooknya lalu dikasih embel-embel “oleh…” lalu menuliskan namanya tanpa malu-malu. Ada juga yang mau effort dikit bikin blog pribadi. Terus di blog itu ada puluhan sampai ratusan tulisan orang lain yang sudah diganti nama menjadi karyanya.

Menemukan orang-orang seperti ini, sebenarnya tidak membuat saya marah sama sekali. Hal pertama yang saya rasakan biasanya adalah sedih. Sedih untuk orang yang terbiasa melakukan plagiarisme, sehingga ia sampai menganggap plagiarisme adalah hal yang lumrah.

Tentu saja, ini bukan rasa sedih karena alasan moral atau pribadi luhur bla-bla-bla, melainkan karena rasa sedih bahwa betapa tidak tahunya orang-orang kayak gini kalau dicitrakan sebagai penulis itu tidak ada enak-enaknya sama sekali.

Pekerjaan yang kalau dalam wilayah obrolan arisan atau sedang reuni jadi jenis pekerjaan yang dianggap hobi, tidak begitu menghasilkan cuan, dan dilakukan hanya untuk senang-senang saja. Bahkan stigma pertama yang muncul biasanya: wah, keuangan ini orang tidak stabil pasti. Hawong kerjanya cuma nulis.

Makanya itu, selain merasa sedih saya juga kadang heran, kok ya ada ya orang yang berusaha sekeras itu agar mau diakui sebagai seorang penulis oleh orang-orang di sekitarnya?

Padahal pada saat yang sama, ada banyak penulis (beneran) yang harus berpura-pura mengajar di kampus (seperti saya, hehe), jualan buku, ikut CPNS, jadi pengusaha, ikut penelitan NGO, agar mendapat strata yang lebih baik ketika mau menghadap calon mertua atau ketika ditanya oleh tetangga kerjaannya apa.

Penulis yang sukses, terkenal, kaya raya, royalti sampai ratusan juta memang ada. Tapi jika itu dibuat dalam skala piramida, hanya sedikit yang bisa sampai di atas sana. Di bawahnya, jauh lebih banyak penulis yang kariernya biasa saja, atau bahkan harus nyambi kerjaan lain untuk bisa bertahan hidup.

Dari sanalah perasaan sedih saya muncul untuk orang-orang seperti ini. Melihat ketidaktahuan mereka berjuang sekeras itu melakukan plagiarisme dalam hidupnya, hanya semata-mata bisa disebut sebagai seorang penulis oleh orang-orang di sekitarnya.

Apa orang-orang seperti ini tidak tahu, kalau ketimbang jadi penulis, ternak teripang itu sebenarnya jauh lebih menjanjikan?

BACA JUGA Kok Bisa ya Ada Orang Kepikiran buat Plagiat dan tulisan Ahmad Khadafi lainnya.

Terakhir diperbarui pada 26 September 2021 oleh

Tags: DosenKampuskaryaMahasiswapenulisplagiarismePlagiattulisan
Iklan
Ahmad Khadafi

Ahmad Khadafi

Redaktur Mojok. Santri. Penulis buku "Dari Bilik Pesantren" dan "Islam Kita Nggak ke Mana-mana kok Disuruh Kembali".

Artikel Terkait

Mahasiswa semester tua pura-pura wisuda sampai bawa orangtua ke kampus MOJOK.CO
Kampus

Mahasiswa Semester Tua Pura-pura Wisuda padahal Belum Lulus, Demi Senangkan Orangtua Foto Bareng di Kampus

6 Mei 2025
dosen, lulusan s3, jogja.MOJOK.CO
Kampus

Mahal-mahal Bayar Kuliah sampai S3 tapi Menolak Jadi Dosen karena Tahu Sisi Gelap Dunia Pendidikan di Jogja

5 Mei 2025
snbp mojok.co
Kampus

Siswa Terpintar di SMA Jatim Tiga Kali Pindah Kampus karena Salah Jurusan, Nyaris Berakhir DO

20 Maret 2025
Hairus Salim: Mengkritik Karya Pram dan Tiga Kata Kunci Mengenal Karya Pram
Movi

Hairus Salim: Mengkritik Karya Pram dan Tiga Kata Kunci Mengenal Karya Pram

18 Maret 2025
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Mahalnya Kangen Seorang Ibu di Dalam Mesin Murah Xiaomi Redmi 5A MOJOK.CO

Mahalnya Kangen Seorang Ibu di Dalam Mesin Murah Xiaomi Redmi 5A

Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Sarung Atlas saksi kasih sayang ibu sepanjang usia MOJOK.CO

Sarung Atlas Saksi Kasih Sayang Ibu, Dari Belajar Sarungan hingga di Pelaminan

19 Mei 2025
3 gen z salurkan ribuan orang ke lapangan kerja impian melalui startup pendidikan dibimbing.id MOJOK.CO

3 Gen Z Salurkan Ribuan Orang ke Pekerjaan Impian Lewat Startup Pendidikan, Masuk Forbes 30 Under 30

21 Mei 2025
Modal uang Rp3 ribu bisa naik kereta api dari Surabaya hingga Jakarta MOJOK.CO

Pengalaman Nekat dan Penuh Siasat Naik Kereta Api, Modal Rp3 Ribu buat ke Berbagai Kota Tanpa Diusir

21 Mei 2025
Tukang sayur di Solo lebih makmur ketimbang kerja di Jakarta. MOJOK.CO

Nekat Merantau dari Jakarta ke Solo untuk Bangun Usaha Sendiri, Kini Hidup Jauh Lebih Tenang dengan Gaji Berkecukupan

21 Mei 2025
Kotak Pandora Politik Terbuka: Gus Romy Ungkap Krisis di PPP

Kotak Pandora Politik Terbuka: Gus Romy Ungkap Krisis di PPP

20 Mei 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.