Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Ragam

Stigma Gen Z yang Dianggap Nggak Becus di Dunia Kerja, Stigma Paling Serampangan yang Makin Hari Makin Parah Gara-gara Media Sosial

Rizky Prasetya oleh Rizky Prasetya
24 Mei 2024
A A
Gen Z Solo, dunia kerja.MOJOK.CO
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Cerita gen Z di dunia kerja yang bertebaran di media sosial selalu menarik banyak reaksi dari netizen. Sedikit yang mengapresiasi, banyak yang memaki-maki. Tapi, apakah HRD punya pendapat yang sama tentang gen Z? Atau mereka bisa memberi pencerahan terkait hal ini?

***

Di platform media sosial mana pun, cerita tentang gen Z di dunia kerja pasti kebanyakan memiliki tone negatif. Tak bisa kerja lah, mental lembek lah, susah diatur lah, you name it, semua ada. Akhirnya, hal tersebut berimbas pada stigma gen Z dianggap tak bisa kerja.

Masalahnya adalah, hampir tak mungkin ada satu generasi yang tak becus bekerja. Sebab, bekerja adalah salah satu survival instinct, jadi tak mungkin ada satu generasi tak becus bertahan hidup.

Saya akhirnya menghubungi Seto Wicaksono, salah satu HRD perusahaan di Ibu Kota, untuk menjawab pertanyaan saya: benarkah gen Z di dunia kerja seburuk apa yang orang bilang?

Seto menilai bahwa penilaian tentang gen Z ini serampangan. Alih-alih profesional, yang muncul justru penilaian personal. Padahal dalam dunia kerja, penilaian itu ada indikatornya, seperti KPI, SOP, yang berkaitan untuk menakar kemampuan seseorang di dunia kerja. Jadi ketika stigma suatu generasi nggak becus kerja, jelas tidak valid karena penilaiannya harusnya jelas.

Perkara attitude, kita juga tak boleh serampangan menghakimi para gen Z. Seto berpendapat, SPV dan koordinator bertanggung jawab tentang hal ini karena mereka punya kendali. Bahkan rekan kerja pun bisa mengingatkan karena mereka bisa memonitoring kerja kawan masing-masing.

“Selayaknya orang yang baru terjun di dunia kerja, pada umumnya, gen Z juga butuh arahan. Fair saja, kalau keliru, beri arahan. Kalau benar, beri apresiasi.”

Media sosial bikin gen Z makin terpuruk

Seto juga mengatakan bahwa pemberitaan masif kinerja buruk gen Z itu menyumbang stigma. sudah begitu, beritanya dilahap mentah-mentah, lalu ditempel segenerasi. Tentu itu bukan hal yang baik, mengingat kelakuan minus itu juga terjadi di generasi yang lain.

“Padahal, di gen milenial, atau generasi sebelumnya, di dunia kerja, berdasarkan pengalaman pribadi, yang kelakuan minusnya serupa juga ada. Hanya saja, aku nggak pernah mau pukul rata kelakuan segelintir orang tersebut, kemudian ditempel segenerasi.”

Gen Z juga dianggap banyak menuntut oleh banyak orang di media sosial, dan berakhir dicap manja. Menurut Seto, ini bukan perkara menuntut, memang generasi ini sudah melek terhadap aturan-aturan serta kritis.

“Ini lucu dan miris di waktu bersamaan. Padahal, persoalannya adalah hak yang didapat sudah sesuai atau belum. Contoh kecilnya, diminta lembur, terus nggak mau. Dibilangnya lemah sama rekan kerja. Ya, nggak mau, lah, kalau setelahnya cuman dibilang terima kasih atau hanya dibelikan nasi kotak. Hehehe.”

Lalu saya coba bertanya, apakah stigma ini pernah bikin HRD takut untuk merekrut gen Z, secara tegas Seto menjawab tidak.

Pada dasarnya, rekruter akan memproses berdasarkan kualifikasi yang dibutuhkan oleh perusahaan dan/atau user. Jadi, secara profesional dan normalnya, rekruter dan HRD tidak bisa tidak suka gen Z atau menempelkan bias lain saat proses perekrutan.

Iklan

“Kalaupun memaksakan seperti itu (tidak suka gen z), sayang banget, malah bisa buang-buang kandidat yang barangkali potensial mengisi suatu posisi yang dibutuhkan.”

Menuntut sebelum membuktikan

Menurut Mukti AW, narasumber lain yang saya wawancara, HRD dari perusahaan luar negeri, menurut dia stigma ini muncul bukan tanpa sebab. Meski tidak bisa digeneralisir, tapi dia tak jarang menemukan gen Z yang bermasalah di saat dia menjalankan pekerjaannya.

Perbedaan dunia kerja dengan dunia yang selama ini dipahami gen Z inilah yang bikin gesekan terjadi. Dunia yang serba ada bikin generasi muda dunia kerja kaget dan tak mau mengambil challenge yang ada di dunia kerja.

“Ketika orang di dunia kerja ingin berkembang, develop, kan cara mainnya nggak langsung. Harus dikasih challenge untuk bisa dilihat. Contohnya, ketika ada yang diberi tanggung jawab lebih, misal bisa nggak kamu menyelesaikan pekerjaan ini, mereka perhitungan dulu, lalu ‘oh ini bukan jobdesc saya”. Atau ‘kalau menawari (kerjaan) ini, apa yang bisa ditawarkan perusahaan. Perusahaan ya ndak mau, belum bisa menunjukkan kok, bagaimana bisa perusahaan percaya sama kamu.”

“Oke kita akan menghitung (membuat penawaran), cuman apa yang bisa kamu tunjukkan dulu. Orang kerja itu trust ya, kalau kita tahu bahwa seseorang mampu, pasti promosi lah. Dan pasti akan dapat kompensasi. Nah, gen Z tidak sabar perkara itu.”.

Mukti juga menjelaskan, andai mereka bisa menerima tantangan, dan mau “menderita” sedikit, pengembangan diri mereka bisa jalan dan bagus.

“Yang saya suka dari gen Z ini, Mas, mereka itu open. Dia nggak basa-basi seperti orang tua dulu, ngomong ceplas-ceplos, dan itu bagus. Mereka tahu bahwa kurang di sisi ini, dan mereka dibantu. Itu kan nilai plus.”

Overconfident

Mukti menyimpulkan, bahwa gen Z ini overconfident, dan itu hasil dari overinformation. Mudahnya informasi yang diakses serta pengetahuan yang lebih beragam bikin para pemuda ini merasa bisa, padahal dunia kerja cara kerjanya tidak begitu.

Tetap saja, Mukti tidak mau menggeneralisir semua gen Z seperti itu. Hanya saja, dia menemukan banyak yang seperti itu. Tapi Mukti menekankan, perkara kinerja, generasi mana pun akan selalu punya masalah yang mirip-mirip.

Reporter: Rizky Prasetya
Editor: Hammam Izzudin

BACA JUGA Pesan-Pesan Hidup Orang Cina buat Gen Z Indonesia, Biar Nggak Lembek dan Menye-Menye karena Kehidupan Memang Keras!

Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.

Terakhir diperbarui pada 24 Mei 2024 oleh

Tags: Dunia KerjaGen Zhrdkerjastigma gen z
Rizky Prasetya

Rizky Prasetya

Redaktur Mojok. Hobi main game dan suka nulis otomotif.

Artikel Terkait

Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO
Ragam

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
anak muda.MOJOK.CO
Mendalam

Anak Muda Tidak Lemah, Masa Depan yang Tak Terlalu Ramah

20 November 2025
Pameran buku anak termasuk komik. MOJOK.CO
Ragam

Komikus Era 80-an Akui Sulitnya Membuat Karya di Masa Kini, bahkan Harus Mengamati Lewat Drakor untuk Kembangkan Cerita Anak

15 November 2025
Lulus SMA dirundung karena jualan toge di pasar tradisional Tuban. Dianggap kurang usaha padahal masih muda alias gen Z. MOJOK.CO
Ragam

Lulusan SMA Dihina: Masih Muda tapi Cuman Jadi Pedagang Pasar. Tak Peduli yang Penting Bukan Beban Keluarga

6 November 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.