Para pedagang, pegawai ruko, tukang becak, bahkan pengunjung di Malioboro ikut mendukung aksi ‘Jogja Memanggil’. Meski tak ikut berpanas-panasan turun ke jalan, mereka percaya aksi itu bakal memberikan secercah harapan di tengah kondisi Indonesia yang ‘gelap’.
***
Ribuan mahasiswa dan sejumlah elemen masyarakat menggelar aksi “Jogja Memanggil” pada Kamis (20/2/2025). Mereka memadati Jalan Malioboro, Kota Yogyakarta sejak pukul 12.00 WIB. Jalanan pun jadi lumpuh, tak bisa dilalui pengendara.
Menurut pantauan Mojok, ruko-ruko di sepanjang Malioboro tetap buka. Beberapa pegawai tampak keluar dan melihat aksi dari depan pintu. Para pengunjung yang mulanya berniat jalan-jalan ikut menyoroti aksi. Beberapa pengunjung terlihat mengabadikan momen tersebut menggunakan gawainya.
Kebanyakan pengunjung maupun pekerja non-formal di sekitar Malioboro tak terlalu paham tentang tuntutan yang dibawa massa, tapi mereka mengaku ikut senang dan mendukung aksi tersebut. Sebagian warga sepakat jika akhir-akhir ini Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
Kritik satire dalam ‘Jogja Memanggil’
Meski dipadati massa, kawasan Malioboro, Jogja tetap buka seperti hari-hari biasa. Bahkan para pegawai ruko ikut mematikan musik yang sebelumnya disetel melalui pengeras suara. Dengan begitu, nyanyian massa lebih terdengar bergemuruh.
Sepanjang Jalan Malioboro, massa menyanyikan lagu-lagu nasionalis seperti Indonesia Pusaka. Ada juga nyanyian kritik yang mereka buat sendiri untuk mengekspresikan kejengkelan mereka terhadap kebijakan pemerintah Prabowo-Gibran, yang dinilai tidak berpihak pada kepentingan masyarakat.

“Kami menolak inpres mengenai efisiensi anggaran, prioritaskan pendidikan dan kesehatan. Sahkan RUU perampasan aset dan sebagainya,” kata koordinator lapangan dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Mustofa saat ditemui di Parkiran Abu Bakar Ali, Jogja Kamis (20/2/2025).
Sekilas, tuntutan massa aksi juga terlihat dari tulisan-tulisan poster aksi. Misalnya, “Nanti siang makan apa? Makan beban gratis (MBG)”, “Wujudkan pendidikan gratis, tolak UU Minerpa, Indonesia Gelap”, “TNI multifungsi polisi, shoot you sadistically 1312”, “1 Presiden berbagai insiden”, dan sebagainya.
Suara-suara rakyat yang tak terjamah
Beberapa pengunjung Malioboro yang berjalan di pedestrian ikut menyunggingkan senyum saat melihat masa aksi bernyanyi. Sedangkan, sebagian di antaranya tampak biasa saja. Seorang bapak tua bahkan tampak tertidur pulas di atas becaknya. Dua pasang kakek dan nenek sedang duduk di bangku pedestrian, mereka menikmati nasi kucing yang baru dibeli sembari menonton massa aksi.
“Saya sih nggak terganggu dengan aksi ini, malah senang melihat semangatnya anak-anak muda. Yang penting nggak anarkis,” ujar Sumi (57) yang masih menunggu suaminya menghabiskan nasi kucing.
Sumi merasa kebijakan di Indonesia makin ke sini makin tak jelas dan menyengsarakan masyarakat. Misalnya saja, soal isu gas elpiji 3 kilogram dilarang dijual ke pengecer. Akhir-akhir ini, Sumi mengaku kesulitan membeli gas melon. Apalagi, diusianya yang semakin senja, ia tak bisa mencari gas ke tempat jauh.

“Mending saya beli nasi kucing kayak gini. Harganya Rp3.500, nggak perlu masak. Mangkanya saya ajak Bapak,” ujar Sumi, “Ya semoga, aksi ini berjalan lancar syukur-syukur kalau didengar pemerintah,” lanjut warga asli Jogja tersebut.
Mengapa perlu aksi ‘Jogja Memanggil’?
Sementara itu, Nur, salah satu tukang becek yang sering mangkal di Malioboro mengaku terganggu dengan aksi tersebut, tapi berusaha memaklumi. Bagaimana tidak, siang tadi ia seharusnya mendapat pelanggan pertama tapi batal karena Jalan Malioboro sudah dipadati massa.
“Ya mau bagaimana lagi. Tadi ada yang nyeletuk juga ‘ini demi Bapak dan kehidupan rakyat Indonesia ke depan’” ujar Nur menirukan kalimat salah satu massa aksi, “Ya saya senyum aja,” imbuhnya.
Sejujurnya, Nur tak paham bagaimana kondisi negara saat ini, apalagi tuntutan yang dibawa oleh massa aksi. Yang jelas, sepanjang pergantian presiden, kehidupannya ya masih begini-begini saja. Tak ada kebijakan yang berpihak pada rakyat kecil, meski ia tak pernah absen mencoblos.
“Ya kalau kecewa, kecewa, tapi kan yang saya pikir gimana bisa bertahan, sehari saja. Yang penting saya masih bisa kerja, nyambut gawe untuk kebutuhan anak,” ujar pria asal Semarang itu.

‘Jogja Memanggil’ adalah rangkaian dari aksi ‘Indonesia Gelap’ yang digelar maraton di sejumlah wilayah termasuk Jakarta, Surabaya, Banda Aceh, hingga Papua. Jakarta sendiri sudah menggelar aksi ini sejak Senin (17/2/2025). Sementara, Kamis (20/2/2025) adalah puncaknya.
Melansir dari akun Instagram Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia, terdapat beberapa permasalahan selama 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran. Pertama, simpang siurnya kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebanyak 12 persen.
Kedua, kabinet gemuk Prabowo. Ketiga, kebijakan makan bergizi gratis yang berimbas pada penurunan prioritas pemerintah yakni sektor pendidikan dan kesehatan. Keempat, pertanyaan Prabowo soal koruptor. Kelima, polemik gas elpiji 3 kilogram. Keenam, isu pagar laut.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Ketika Demo Tak Lagi Menarik di Mata Mahasiswa karena Kehidupan Makin Kapital atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.