ADVERTISEMENT
Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Balbalan

Ganyang Malaysia dan Dongeng Nasionalisme Timnas Indonesia

Yamadipati Seno oleh Yamadipati Seno
22 November 2019
0
A A
Ganyang Malaysia dan Dongeng Nasionalisme Timnas Indonesia MOJOK.CO
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Ganyang Malaysia dan pemutusan hubungan diplomatik dengan Indonesia adalah akar permusuhan. Akar yang sekarang sangat kuat dan sulit dibersihkan.

Bisakah kita memandang kekerasan suporter Malaysia kepada suporter Indonesia tanpa menyematkan “nasionalisme”? Tentu saja tidak bisa, kata orang kebanyakan.

Bagi kebanyakan orang itu, nasionalisme sudah seperti identitas. Melekat. Meskipun tidak menahu betul makna nasionalisme, ketika identitas kenegaraan tergores, mereka akan berteriak paling kencang. Nasionalisme menjadi sebatas hubungan satu arah saja. Tidak bisa “dengan sengaja” ditularkan. Misalnya, persatuan untuk timnas, menjadi persatuan pula ketika mendukung klub daerah masing-masing. Itu cuma dongeng.

Orang Indonesia ini pada dasarnya berada dalam area “terlalu mudah”. Mereka terlalu mudah untuk dipecah oleh isu agama, kepercayaan, warna kulit, ras, dan pilihan politik. Mereka juga terlalu mudah untuk dipersatukan, misalnya lewat sepak bola atau mengangsur link video bokep satu sama lain. Kalau sudah Bersatu, galaknya minta ampun.

Kegalakan itu pula yang melahirkan semboyan legendaris dari Bung Karno: Ganyang Malaysia. Ada baiknya kamu semua tahu sejarahnya. Saya kutipkan secara utuh dari Historia.

“Yogyakarta, 23 September 1963. Dengan suara lantang, Presiden Sukarno meneriakan seruan “ganyang Malaysia” di hadapan puluhan ribu rakyat. Teriakan itu kontan disambut secara antusias dan histeris oleh massa. Sejarah mencatat, itulah percikan awal aksi konfrontasi antara Indonesia-Malaysia mengemuka secara resmi.”

“Pertikaian kedua negara serumpun itu sendiri bermula dari penolakan Indonesia terhadap pendirian Federasi Malaysia. Dalam pandangan Indonesia, pembentukan Federasi Malaysia tak lebih sebagai salah satu bentuk persekongkolan para kolonialis dan membahayakan Indonesia yang baru saja membebaskan diri dari penjajahan.”

Lanjutannya:

“Pada 17 September 1963 Malaysia memutuskan hubungan diplomatiknya karena merasa tak terima dengan penolakan keras Indonsia. Tak mau kalah, Indonesia pun menghentikan hubungan dagang dengan Malaysia pada 23 September 1963. Dari pidato Sukarno di Yogyakarta, ia menegaskan keinginannya untuk menghancurkan Federasi Malaysia.”

“Pada 24 Desember 1963 Sukarno mengenalkan dua slogan baru dalam rangka mengganyang proyek neo-kolonialisme Malaysia. Rosihan Anwar menulis dalam bukunya Sukarno, Tentara, PKI: Segitiga Kekuasaan Sebelum Prahara Politik 1961-1965 dua slogan baru Sukarno, yakni “Maju Terus Jangan Mundur” dan “Ini dadaku, mana dadamu?”.”

Mohon maaf kepada Historia karena saya mengutip utuh empat paragraf di atas. Saya merasa empat paragraf di atas sangat penting untuk memahami akar konflik antara negara satu rumpun ini. Inilah yang disebut oleh Maulana Sidiq, penulis Fandom.id, sebagai atribusi sosial.

Atribusi sosial adalah salah satu teori ilmu psikologi. Atribusi sosial mempelajari proses untuk memahami penyebab perilaku orang lain maupun perilaku kita sendiri. Dari hal tersebut, kemudian kita bisa mengerti tentang trait-trait menetap dan disposisinya.

Ketika suporter Malaysia terkurung di GBK, mereka merasa sangat terzalimi. Orang Indonesia dianggap kejam. Sampai-sampai Menteri Pemuda dan Olahraga Malaysia, Syed Saddiq, menuntut permohonan maaf dari kita. Tanpa menunggu lama, Menpora saat itu, Imam Nahrawi ketemu langsung dengan Syed Saddiq untuk “permintaan maaf”.

Waktu berjalan, November datang. Kali ini giliran suporter Indonesia dari SPARTACKS (suporter Semen Padang) yang dizalimi, dipukuli dan dimaki-maki. Berikut kronologinya:

Berikut kronologis kejadian pengeroyokan supporter Indonesia di Malaysia oleh oknum casual malaysia berdasarkan pengakuan korban.
UTAS

— SPARTACKS (@spartacks_spfc) November 21, 2019

Media sosial bergolak. Istilah Ganyang Malaysia menjadi trending topic bersanding dengan Shame On You Saddiq. Apa pasal?

Syed Saddiq, orang yang menuntut permintaan maaf itu, justru alpa untuk meminta maaf ketika bocah-bocahnya menganiaya suporter Indonesia. Dengan “sangat bijaksana” Saddiq ngomgong kalau dia yang dianiaya hendaknya melapor ke polisi. Hukum pasti ditegakkan. Sebagai orang Melayu, hukum seperti itu bisa dianggap nomor dua.

Apa yang nomor satu? Niat untuk meminta maaf. Saya sedih ketika Saddiq tidak memahami kultur Melayu yang (harusnya) mendahulukan menyelesaikan masalah secara baik-baik. Hukum harus berjalan, tetapi identitas sebagai orang Melayu tidak boleh ditanggalkan. Seperti nasionalisme, identitas positif dari orang Melayu tidak boleh hilang.

“Apakah memang begitu kultur oleh Malaysia? Tidak mau minta maaf ketika bersalah?” Ini jenis pemikiran yang tidak baik, tetapi saya yakin penuh pasti muncul di tengah-tengah kalian. Sulit menyalahkan orang yang berpikir demikian karena tidak ada pendingin situasi dari “pihak lawan”.

Malaysia dan Indonesia pernah dan masih saling membenci. Istilah Ganyang Malaysia itu sangat keras, pun dengan sikap mereka untuk memutus hubungan diplomatik. Kebencian masa lalu yang menjadi atribusi sosial ini bakal sangat sulit untuk diredam, apalagi dihilangkan. Oleh sebab itu, dengan kesadaran penuh, hendaknya niat mendinginkan situasi itu menjadi jalan utama.

Saya mengapresiasi penuh suporter dari SPARTACKS yang tidak menaruh dendam. Memaafkan itu sangat perlu, meskipun jangan pernah kita melupakan peristiwa tidak enak itu. Golak nasionalisme harus terus dipelihara.

Pada titik ini, saya lantas bermimpi. Jangan-jangan, dongeng nasionalisme timnas Indonesia itu bisa ditularkan kepada suporter klub lokal? Saya menjadi yakin jalan perdamaian itu pasti ada. Hanya belum ketemu saja bagaimana enaknya. Yang pasti, jalan perdamaian, mau antar-suporter lokal atau Indonesia-Malaysia, pasti panjang dan berdarah-darah.

Selain menjadi pengingat, peristiwa pemukulan suporter Malaysia kepada Indonesia menjadi titik renungan. Sekali lagi, kekerasan tidak menghasilkan buah yang manis. Kekerasan melahirkan dendam dan kesakitan yang teramat sangat di masa depan.

BACA JUGA Wejangan Abdul Somad dan Cak Nun Obat Mujarab Untuk Perdamaian Suporter atau tulisan Yamadipati Seno lainnya.

Terakhir diperbarui pada 22 November 2019 oleh

Tags: ganyang malaysiaIndonesiamalaysiashame on you saddiqSyed Saddiqtimnas
Iklan
Yamadipati Seno

Yamadipati Seno

Redaktur Mojok. Koki di @arsenalskitchen.

Artikel Terkait

Irfan Afifi: Kalau Tidak Ada Tanda Maju, Mengapa Indonesia Tidak Pilih Mundur Saja?
Movi

Irfan Afifi: Kalau Tidak Ada Tanda Maju, Mengapa Indonesia Tidak Pilih Mundur Saja?

26 Maret 2025
sulitnya pemegang paspor Indonesia yang ke Malaysia. MOJOK.CO
Ragam

Ribetnya Pemegang Paspor Indonesia saat Berkunjung ke Malaysia

11 Februari 2025
bti, petani, tani.MOJOK.CO
Ragam

Rumus “3S-4J-4H” Wajib Dijalankan Pemerintah Kalau Mau Petani di Indonesia Maju

28 Januari 2025
Timnas Indonesia Gagal Lagi di AFF, Siapa yang Pantas Disalahkan?
Movi

Timnas Indonesia Gagal Lagi di AFF, Siapa yang Pantas Disalahkan?

28 Desember 2024
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya

Kalau Catur Haram, Memang Kenapa?

Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

23 tahun tinggal di Jagakarsa, daerah terluas dan paling nyaman di Jakarta Selatan (Jaksel) MOJOK.CO

Puluhan Tahun Tinggal di Jagakarsa, Berdamai dengan Hal-hal Menyebalkan di Balik Label “Daerah Ternyaman” Se-Jakarta Selatan

17 Mei 2025
Alumnus PENS, Surabaya lebih suka merantau ke Bandung. MOJOK.CO

Sisi Gelap Bandung yang bikin Resah Perantau Asal Surabaya, padahal Terkenal sebagai Kota Pelajar

14 Mei 2025
Cuti Bersama Melahirkan Kesenjangan, tapi Pekerja Tutup Mata MOJOK.CO

Cuti Bersama Melahirkan Kesenjangan di Dunia Kerja: Tidak Bisa Dinikmati oleh Semua Pekerja dan Ada Saja Perusahaan yang Semaunya

13 Mei 2025
Tova Veno: Kreator Asal Gunungkidul yang Lahir dari Kegagalan dan Konsistensi

Tova Veno: Kreator Asal Gunungkidul yang Lahir dari Kegagalan dan Konsistensi

13 Mei 2025
Cokelat nDalem: oleh-oleh khas Jogja selain gudeg dan bakpia MOJOK.CO

Dari Penggemar Cokelat, Jatuh Bangun Rintis Bisnis “Cokelat nDalem” hingga Bersaing di Jagat Oleh-oleh Khas Jogja

15 Mei 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.