Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Ekspektasi Hipnoterapi Kayak Dihipnotis Uya Kuya, eh Realitanya Gagal Total

Aprilia Kumala oleh Aprilia Kumala
26 Juni 2019
A A
Hipnoterapi Kayak Dihipnotis Uya Kuya - MOJOK.CO
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Di televisi, Uya Kuya dengan mudah menghipnotis orang lain dan selalu berhasil. Tapi, giliran saya ikut hipnoterapi, kok nggak ngaruh, ya?

“Dia dulu takut balon, tapi berhasil sembuh setelah dihipnoterapi.”

Seorang teman berbicara sambil nunjuk-nunjuk teman lain yang sedang makan bakwan. Saya cuma mengangguk-angguk, membayangkan si Pemakan Bakwan tadi pasti tersiksa lahir batin kalau lagi berangkat salat id di alun-alun, soalnya di pinggir alun-alun pasti ada banyak sekali penjual balon yang targetnya adalah anak-anak kecil yang bakal nangis meraung-raung pas papa dan mamanya lagi sujud.

Yang tidak saya sangka, beberapa tahun kemudian, seorang teman menghubungi saya dan berkata:

“Aku mau ada penilaian hipnoterapi. Kamu mau jadi pasienku, ya? Biar kamu nggak takut cicak.”

Saya membaca pesannya sedikit dongkol. Bukan, bukan dongkol sama teman saya—saya dongkol pada diri sendiri; kok ya bisa-bisanya saya takut sama cicak??? Nggak keren, blas. Ingatan saya bahkan kelempar ke kenangan bertahun-tahun lalu waktu saya pingsan gara-gara ditakut-takutin mainan cicak sama salah seorang kawan.

Iya, iya, cuma dikaget-kagetin pakai mainan cicak aja saya pingsan, Gaes. Plis.

Singkat cerita, saya akhirnya tiba di tempat penilaian: sebuah ruang besar dengan banyak kursi. Semua mahasiswa duduk bersebelahan dengan kelinci percobaan pasien mereka masing-masing. Teman saya—sebut saja namanya Salju—mengajak saya duduk di tengah-tengah.

Pasien-pasien lain punya banyak ketakutan: ada yang takut sapi, takut kangkung, bahkan takut pensil. Mata mereka berbinar-binar, seolah berkata, “Aku akan sembuh hari ini, AKU AKAN SEMBUH!!!!1!!1!!!!”

Saya menatap Salju lekat-lekat. Salju tahu betul awal mula fobia saya pada cicak. Seharusnya ini akan berhasil, kan, walaupun sekadar memenuhi nilai kuliah?

“Kamu harus percaya sama aku, Li. Jangan menolak hipnoterapi. Sugesti diri sendiri kamu akan menerima ini.”

“Oke,” jawab saya sambil memejamkan mata, sesuai perintah Salju.

Berikutnya, dimulailah hipnoterapi Salju pada saya. Atau, kalau dirangkum: proses instruksi Salju yang saya coba ikuti.

“Seberapa takut kamu sama cicak? Dalam angka 1-10, kamu bisa tunjukkin pakai jarimu.” Saya segera mengangkat kesembilan jari saya.

Iklan

“Sekarang bayangkan ada cicak di hadapanmu, apa kamu merasa takut?”

Saya memutar mata (sambil merem) dan bertanya-tanya, ini Salju ngelindur apa gimana dah??? Ya iyalah saya takut. Tapi akhirnya, saya mengangguk.

Saya kurang bisa mengingat apa yang terjadi dalam berjam-jam sesi itu. Tapi, ada momen di mana Salju berusaha mengajak saya “masuk” ke bawah sadar (mungkin agar sugestinya bisa masuk) dengan cara membayangkan saya masuk ke ruangan bawah tanah menggunakan tangga yang panjaaaaang sekali.

“Kamu masih bisa dengar aku? Angkat jempolmu kalau iya.” Saya mengangkat jempol.

“Putar ingatanmu ke masa lalu. Bayangkan momen-momen di mana kamu pertama kali merasa ketakutan pada cicak. Bagaimana perasaanmu?”

Ingatan saya langsung lompat ke memori kelas 3 SD waktu seekor cicak dengan suksesnya mempermalukan saya di hadapan anak-anak satu sekolahan. Tentu, demi nama baik saya, kisahnya tidak akan saya tulis di sini.

“Malu,” jawab saya, “dan jijik.”

“Baik,” sahut Salju, “mari putar mundur lagi ingatan ke masa yang lebih lalu. Bayangkan momen yang muncul pertama kali, lebih awal dari yang sebelumnya, saat kamu takut pada cicak. Apa yang kamu lihat?”

Saya bingung. Sebelum kelas 3 SD, cicak rasanya baik-baik saja pada saya. Tapi, kenapa Salju nanya begitu, ya?

Selagi saya berpikir, saya mendengar isak tangis cukup keras. Diam-diam, saya mengintip sedikit: pasien di sebelah saya—matanya terpejam—sedang terisak sambil berbicara.

Wow. Hipnoterapi yang dilakukan berhasil. Seharusnya saya juga, dong?!

“Mmm,” jawab saya, “waktu umur 6 tahun, ada cicak di… tembok.”

“Bagaimana perasaanmu?”

“Mmm. Ta… kut?”

Salju berdeham sedikit, lalu mulai melanjutkan sugestinya. Kali ini ia membawa saya ke masa kini, bertanya soal apa yang saya rasakan saat melihat cicak.

“Sekarang bayangkan kamu melihat hal yang kamu suka setiap kali kamu melihat cicak. Sudah? Apa yang kamu bayangkan?”

Yang ini, saya menjawab penuh keyakinan, “Tongkat sihir Harry Potter,” mengingat saya adalah seorang Potterhead.

“Baik, sekarang, setiap kali kamu melihat cicak, kamu akan melihatnya sebagai tongkat sihir Harry Potter.”

Saya mengamininya dalam hati, tapi juga keheranan sendiri. Gimana caranya cicak yang matanya menonjol, kecil, dan ekornya suka goyang-goyang nggak jelas itu tiba-tiba berubah jadi tongkat sihir Harry Potter??? Lagian, kenapa harus membayangkan dia jadi hal yang saya suka, sih??? Memangnya Salju nggak takut, ya, kalau tadi saya jawab hal yang saya suka adalah pacar saya??? Ngeri banget, kan, kalau tahu-tahu saya langsung menggandeng tangan “si pacar” yang ternyata adalah cicak???

Saya kembali mengintip pasien yang lain. Ada yang posisi duduknya sudah turun ke bawah saking hebohnya sugesti yang dia terima kayak di acara Uya Kuya, ada juga yang sudah selesai dan sedang menghapus air mata. Samar-samar, saya dengar seseorang berteriak, “Berhasil!”

Sesi saya dengan Salju diakhiri dengan pertanyaan, “Dari 1-10, seberapa takut kamu sama cicak?”

Saya menatap Salju waktu diberi pertanyaan ini. Matanya berbinar-binar, seakan bilang, “PLEASE, LI, PLEASE, INI PENILAIAN PENTING!”, sementara hampir semua temannya sudah bersorak gembira karena pasiennya sudah mengaku merasa “lebih baik”.

“Mmmm,” jawab saya,  “enam?”

“Yeeeesss! Kamu berhasil, kamu berhasil!” Salju memeluk saya, lalu langsung kabur memberikan data hipnoterapinya pada dosen yang berjaga di meja depan.

Sampai hari ini, saya masih merasa sedikit bersalah kalau ingat sudah “berbohong” pada Salju. Hingga detik ini, saya masih takut cicak dan tidak melihat tongkat sihir Harry Potter setiap kali hewan yang satu ini jalan mindik-mindik.

Entahlah, tapi saya rasa pengalaman ini—walaupun bukan hipnoterapi beneran yang dilakukan oleh hipnoterapis asli atau bahkan Uya Kuya—mengajarkan pada saya bahwa kadang kala kita memang tidak bakal terpengaruh pada sugesti apa pun dari luar, atau omongan orang lain, kalau kitanya memang beneran teguh.

Gitu aja, sih.

Terakhir diperbarui pada 26 Juni 2019 oleh

Tags: cicakfobiahipnosishipnoterapihipnotisUya Kuya
Aprilia Kumala

Aprilia Kumala

Penulis lepas. Pemain tebak-tebakan. Tinggal di Cilegon, jiwa Banyumasan.

Artikel Terkait

Takut Bahagia, Jangan-Jangan Kalian Cherophobia mojok.co
Kesehatan

Takut Bahagia? Jangan-Jangan Kamu Cherophobia

11 November 2022
Guyonan Luna Maya dan Deddy soal Eating Disorder Dianggap Tak Peka Kesehatan Mental mojok.co Corbuzier
Pojokan

Nonton MasterChef atau Flavour Origins Netflix Agar Tempe Jadi Berasa kayak Wagyu

17 Agustus 2021
Aldi Taher dalam Citra Religius dan Politisi Golkar Penggubah Lirik Lagu Orang
Pojokan

Kenapa Irama Lagu Jeleknya Aldi Taher Malah Gampang Terngiang di Kepala?

10 April 2021
3 Ciri Pemenang Indonesian Idol Musim Ini
Esai

3 Ciri Pemenang Indonesian Idol Musim Ini

26 November 2020
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

30 November 2025
musik rock, jogjarockarta.MOJOK.CO

JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan

5 Desember 2025
jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.