Karena ditahan cukup lama di kantor imigrasi, Amimah segera menghubungi ketua rombongannya untuk mengabarkan kondisinya. Untungnya, ia sudah membeli kartu Digi Travel agar biaya menelepon lebih murah.
Melalui sambungan telepon, Amimah bertanya kepada ketua rombongannya tips dan triknya agar lolos pemeriksaan. Barulah ketuanya memberikan berkas-berkas seperti perizinan kunjungan ke kampus, tempat penginapan, dan surat undangan kunjungan ke pondok pesantren.
Setelah menunjukkan berkas-berkas tersebut, Amimah akhirnya lolos sampai paspornya mendapat cap, lengkap dengan informasi tanggal pulang. Sebelum paspor Indonesia tersebut diberi cap, ia diyakinkan oleh petugas agar kembali ke Indonesia sesuai jadwal.
“Petugasnya masih nanya gini, ‘kamu kira-kira sampai tanggal berapa? Itu sudah pasti kan? Jadi aku kayak diyakinkan lagi kalau pasti balik tanggal segitu,” ujarnya.
Diperlakukan seperti itu, Amimah tak ambil pusing. Bisa lolos dari pemeriksaan saja, ia sudah bersyukur sebab ada pula teman rombongannya yang sempat dideportasi dan harus balik ke Indonesia.
“Dia sampai harus bayar denda,” ucapnya.
Setelah mendapati pengalaman tersebut, Amimah jadi berpikir kalau sebaiknya dia tetap percaya diri saat ditanya petugas, serta yakin dengan berkas-berkas yang ia punya.
Pengalaman pertamanya itu menjadi pelajaran bagi Amimah untuk pergi ke luar negeri setelahnya. Buktinya, perjalanannya ke Malaysia untuk kedua kali dan ke Singapura, ia sudah luwes. Tak mengalami kejadian serupa. Walaupun tetap saja, ia merasa kurang adil.
“Di Singapura, warga Indonesia masih bisa lewat auto gate kalau di Malaysia nggak bisa, aku ngerasa beda aja gitu, padahal kita kan juga sama-sama bepergian,” ujarnya.
Paspor Indonesia terbilang ribet
Apa yang dialami Amimah juga pernah dirasakan oleh Arrikzah Daniyah (23), mahasiswa Indonesia yang saat ini tinggal di Malaysia. Sebagai orang yang sudah cukup sering bolak-balik ke luar negeri, Rikzah–sapaan akrabnya, merasa paspor Indonesia terbilang ribet.
“Belum lagi harus mengeluarkan biaya yang lumayan,” ucap Rikzah, Minggu (9/2/2025).
Misalnya, harus punya paspor yang memiliki chip. Jika belum ada, maka harus segera diproses. Paspor Indonesia sendiri termasuk lemah. Menurut Henley Passport Index 2025, paspor Indonesia menempati peringkat ke-66. Berbanding jauh dengan negara tetangga, seperti Singapura yang menduduki peringkat 1 dan Malaysia peringkat 11.
“Jadi mereka kalau travelling bisa beli tiket mendadak dan berangkat langsung di hari itu juga, lumayan iri sih,” kata Rikzah.
Oleh karena itu, ada beberapa negara yang tak bisa dikunjungi oleh Indonesia tanpa visa. Akses bebas visa di Indonesia hanya untuk ke 43 negara. Di luar negara tersebut, masyarakat Indonesia perlu memiliki Visa-on-Arrival (VOA).
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Pengalaman Naik Pesawat ke Aceh Cuma Rp2 Juta dari Tiket Asli Rp5 Juta, Kunjungi 2 Negara meski Harus Tidur di Lantai Bandara atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.