Seperti baru-baru ini, saat oknum pesilat PSHT mengeroyok anggota polisi di Jember, ia “disidang” oleh keluarga besar istrinya. Mereka juga mewanti-wanti agar dia tidak ikutan.
“Gimana mau ikutan, saya berkelahi saja nggak pernah, apalagi bikin onar di jalanan,” ujar pesilat Kera Sakti yang mengaku seumur hidupnya belum pernah berkelahi di luar arena silat ini.
Paling ngenes, adalah ketika murid-murid di sekolahnya terlibat perkelahian. Padahal, motifnya beragam. Bisa karena rebutan pacar, urusan tongkrongan, atau masalah-masalah lain.
Namun, ketika diketahui murid yang bermasalah tadi adalah murid ekstrakurikulernya, maka Ferdi harus ikut terseret. Pada guru menganggap bahwa ini tanggung jawab dia.
“Maksudnya, ‘kan mereka punya BK. Dan, nggak semua perkelahian siswa itu karena masalah perguruan silat ‘kan? Bisa aja karena masalah lain. Tapi selalu saya yang dipersalahkan,” geramnya.
Lebih geram lagi, adalah fakta bahwa gajinya per bulan hanya Rp300 ribu. Dengan gaji tak seberapa, ditambah status pekerjanya yang “cuma” guru ekstrakurikuler, maka tak fair kalau ada masalah di jalanan ia ikut diseret-seret.
“Apalagi kalau murid-murid saya menang kompetisi, blas nggak ada apresiasi. Alasannya, ya, karena saya cuma guru ekstrakurikuler.”
Guru silat PSHT, gaji 100 ribu tapi dituntut selalu datangkan prestasi
Kecilnya gaji guru pencak silat, sebenarnya sudah menjadi keresahan lama. Ferdi, guru silat asal Kera Sakti, bukan orang pertama yang mengeluh.
Sebelumnya, Mojok pernah mengangkat liputan berjudul “Jerit UKM Pencak Silat UINSA Surabaya Dituntut Berprestasi tapi Cuma Dikasih Anggaran Rp100 Ribu buat Honor Pelatih, Kalau Juara Kampus Nebeng Nama” pada 6 Mei 2024 lalu.
Melalui tulisan tersebut, diketahui bahwa UINSA Surabaya hanya menganggarkan gaji Rp100 ribu kepada para pelatih di UKM pencak silat kampus tersebut. Jelas wacana ini langsung mendapat penolakan.
“Empat UKM pencak silat sudah bertemu dan berkoordinasi. Kami sepakat menolak. Jadi sejauh ini masih kami usahakan untuk menolak,” tegas Ketua PSHT UINSA Surabaya Ahmad Nur Huda saat dihubungi Mojok kala itu.
Parahnya lagi, selama ini UKM Pencak Silat dipandang sebelah mata. Sebelum ada wacana gaji pelatih Rp100 ribu pun, mereka kerap berjuang sendiri. Kerap menggunakan kas pribadi buat menghidupi UKM. Padahal, UKM Pencak Silat kerap mendatangkan prestasi, baik di level provinsi maupun nasional.
“Ketika ikut kejuaraan cuma dapat apresiasi di-upload di IG kampus. Kalau dana apresiasi ya nggak ada. Seakan-akan kamu beprestasi, membanggakan nama UINSA, saya upload, sudah,” tegasnya dengan nada yang getir.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News