Malu tidak bisa buka bagasi atas
Ketika memasuki kereta api eksekutif itu, entah kenapa Ashad berusaha menjadi sok keren dan sok kaya. Maklum, seluruh penghuni gerbongnya tampak parlente. Beberapa bahkan tampak penumpang bule.
“Mangkanya waktu masih cari kursi sesuai nomor tiket, aku bilang ke temenku, aku biar duduk sendiri aja. Kalian jangan terpisah,” ucap Ashad. Karena jika merujuk tiket, seharusnya Ashad duduk dengan teman perempuannya.
Dia memilih duduk sendiri karena berlagak sudah terbiasa naik kereta untuk perjalanan jauh. Selain itu, tidak ada opsi membiarkan teman perempuannya duduk sendiri karena kasihan kalau perempuan sendirian.
Apalagi, kursi tunggal yang seharusnya diduduki oleh teman laki-laki Ashad bersebelahan dengan laki-laki. Maka, antisipasi agar teman perempuannya bisa duduk lebih nyaman, Ashad memilih duduk dekat penumpang lain. Sementara dua temannya duduk bersebalahan.
“Nah, waktu mau duduk inilah yang malu-maluin. Pas mau naruh tas, bajilak ternyata bagasi kereta api eksekutif itu beda sama ekonomi ya. Ekonomi kan kayak teralis, tas langsung bisa ditaruh. Sementara eksekutif modelnya tertutup,” beber Ashad.
Ashad sempat kebingungan bagaimana cara membukanya. Dia sempat celingak-celinguk, berharap bisa “menyontek” cara penumpang lain membuka bagasi. Sialnya, tidak ada. Dua temannya pun sudah beres memasukkan tas ke bagasi.
Ashad sempat mencoba-coba sendiri. Tapi karena tidak kunjung bisa, dia lantas mencolek temannya untuk meminta bantuan.
“Asem, temenku itu juga prengas-prenges. Ngece. Aku kan jadi malu ya,” tutur Ashad.
Tidur nyaman di kereta api (KA) eksekutif sampai mau bawa pulang selimut
Yang membuat takjub lagi, ternyata di kereta api eksekutif, setiap tempat duduknya menyediakan fasilitas berupa tv dan meja kerja.
“Sayang aku nggak nyoba nyetel tv-nya. Kalau meja, biar kelihatan keren aja, aku pakai buat buka laptop,” ucap Ashad.
Setelahnya, karena saking nyamannya—karena punggung bisa semi reabahan, kaki bisa selonjoran, pun AC yang semriwing—Ashad akhirnya terlelap. Apalagi ada fasilitas tambahan lain seperti selimut.
Tahu-tahu kereta eksekutif yang dia naiki sudah tiba di Stasiun Gubeng, Surabaya. Teman laki-laki Ashad langsung menggoyang-goyang tubuh Ashad, membangunkannya.
Dengan geragapan Ashad lantas bangun, membuka bagasi, lalu mengambil tas.
“Nah, pas jalan keluar, hampir aja nyampe pintu keluar, temenku yang cewek negur, ‘Heh, ngapain kamu bawa itu. Itu nggak boleh dibawa!’. Hahaha selimut kereta kulipet dan kubawa. Akhirnya kukembalikan,” ucapnya dengan gelak tawa.
Sebab, awalnya Ashad mengira kalau selimut di KA eksekutif adalah fasilitas gratis yang memang bisa dibawa pulang oleh penumpang. Ternyata tidak.
Usai perjalanan konyol tersebut, tak ayal cerita pertama kali naik KA eksekutif dari Stasiun Tugu Jogja ke Stasiun Gubeng Surabaya itu menyebar di meja-meja tongkrongan. Tak pelak Ashad jadi bahan ceng-cengan. Karena memang konyol sekali.
Hingga saat ini, itu menjadi pengalaman pertama sekaligus terakhir. Ashad masih belum pernah mencoba KA eksekutif lagi. Sri Tanjung masih jadi andalan untuk orang dengan saku pas-pasan sepertinya.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Pengalaman Naik Kereta Api Jogja-Jakarta Cuma 82 Ribu: 24 Jam Perjalanan, Tapi Jauh Lebih Murah dan Berkesan, Serasa Nge-Punk atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan












