Menjadi siswa terpintar di SMA bukanlah jaminan bakal menjalani perkuliahan dengan lancar. Nilai ujian mentereng tak berguna di hadapan jurusan yang tak disukainya. Kira-kira demikian yang dirasakan Aldo (28), bukan nama sebenarnya, yang lolos SNBP (dulu SNMPTN) dengan mulus tapi berujung pindah kampus ke kampus bahkan nyaris drop out (DO).
Aldo lolos seleksi jalur prestasi di Universitas Brawijaya (UB) Malang 2016 lalu. Jujur, tak ada yang terkejut sebab dia sendiri, para guru, dan orang tua sejak awal memang optimis bakal tembus kampus negeri.
Selama SMA di Jawa Timur, prestasinya Aldo bukan kaleng-kaleng. Rutin masuk tiga besar jurusan IPA selama tiga tahun, ditambah nilai ujian nasionalnya juga tertinggi. Berbagai medali perlombaan juga berjajar di kamarnya. Sialnya, kehidupan perkuliahan tak semulus saat masa putih abu-abu.
Lolos SNBP di “prodi sulit” UB, tapi bukan kemauannya
Sejak awal, Aldo memang mempersiapkan berbagai demi bisa lolos ke kampus negeri. Targetnya, paling tidak tembus UB Malang, Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya, atau UGM.
“Tapi dulu waktu SNMPTN (SNBP), seingatku pilihannya cuma dua prodi di provinsi beda. Satu di provinsi domisili, satu provinsi lain. Makanya pilih UB sama UGM,” kata lelaki asal Jawa Timur ini kepada Mojok, Selasa (18/3/2025).
Sebenarnya, ia sangat ngebet buat masuk prodi Hubungan Internasional (HI) UB Malang. Namun, orang tuanya menghendaki lain. Aldo diarahkan buat memilih prodi lain dari rumpun saintek. Mojok diminta buat menyamarkan nama prodinya.
“Ya alasannya karena prospek kerja luas. Klasik banget alasannya,” ujar dia.
Bahkan, di seleksi SNBP itu, prodi yang dipilih termasuk yang paling sulit. Peminatnya masuk 10 besar terbanyak dan berkategori prodi elite di UB Malang. Prestasi gemilangnya selama SMA bikin dia lolos, meskipun kalau boleh jujur itu bukan prodi incarannya.
“Sebenarnya sama sekali nggak berminat. Kalau boleh jujur, lebih baik keterima yang UGM karena yang UB itu murni pilihan ortu,” kata Aldo.
Sama sekali nggak bisa mengikuti perkuliahan
Aldo jago dalam bidang IPA. Jurusan kuliahnya di UB Malang pun masuk rumpun saintek. Namun, ia mengaku amat kesulitan mengikuti perkuliahan.
Ia bahkan mengaku cuma bisa fokus kuliah di dua bulan awal. Sisanya, jebolan SNBP ini ogah-ogahan masuk kuliah. Waktunya lebih banyak buat bolos. Kalau pun masuk kelas, sudah pasti fokusnya bukan ke matkul.
“Ada istilah hidup segan mati tak mau. Kalau aku kuliah segan, putus kuliah malu,” kata dia.
Menyandang gelar sebagai lulusan SNBP juga beban tersendiri baginya. Pasalnya, tak sedikit kawan-kawannya yang tahu kalau kelulusannya di jalur tanpa tes karena memang prestasinya yang mentereng selama SMA. Namun, apa daya, kuliah di prodi yang bukan kemauannya memang amat berat dijalani.
“Kuliah semester satu masih rada niat, IPK aman lah 3 ke atas. Tapi semester dua benar-benar ogah-ogahan karena memang sudah berniat pindah kampus saja,” ujarnya. Benar saja, pada 2017 ia memutuskan ikut SNBT (dulu SBMPTN).
Tetap saja pindah-pindah kampus
Kalau pada 2016 Aldo lolos SNBP, pada 2017 ia mengikuti tes SNBT dan lolos. Kala itu, Aldo mencoba peruntungannya di Universitas Negeri Malang (UM).
Ia lolos di prodi yang memang disukainya. Kebetulan, di UM Malang prodi tersebut terkenal bagus. Makanya, ia tak terlalu mempermasalahkan status UM yang dianggap kalah mentereng ketimbang UB.
“Nggak mempermasalahkan sih. Malah bangga karena lolos di prodi kesukaan, hasil dari tes bukan yang katanya arisan (SNBP). Jadi ada kepuasan tersendiri,” ujarnya.
Sialnya, Aldo kembali tak merasa cocok dengan prodi tersebut. Ada beberapa hal yang melatarbelakanginya. Pertama, …
Baca halaman selanjutnya…
Mendapatkan kampus yang nyaman buat kuliah, tapi malah terancam DO.