Sunda Wiwitan Tidak Ilmiah, Tapi Tidak Melanggengkan Diskriminasi
  • Kirim Artikel
  • Terminal
Mojok
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
  • Kilas
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
Home Esai

Sunda Wiwitan Melawan Diskriminasi

Anick HT oleh Anick HT
30 Agustus 2017
0
A A
170830 ESAI SUNDA WIWITAN MELAWAN DISKRIMINASI

170830 ESAI SUNDA WIWITAN MELAWAN DISKRIMINASI

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

Sore itu kopi saya betul-betul pahit selepas mendengar seorang tokoh nasional bicara definisi agama. Ia adalah Din Syamsuddin, mantan Ketua Umum Muhammadiyah yang Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia. Mungkin saja beliau berbicara atas nama pribadi, mungkin juga mewakili sesuatu yang besar di belakangnya. Tapi, anggap saja tulisan ini tanggapan untuk Profesor Din sebagai pribadi—pribadi agung yang sudah malang melintang di dunia akademis, politik, maupun diplomasi internasional.

Alkisah, Ayah Mursid, tetua Selam Sunda Wiwitan yang selama ini diam didiskriminasi dan dianggap tidak beragama, baru-baru ini menyuarakan perlunya negara mengakui Selam Sunda Wiwitan sebagai agama dan dicantumkan dalam Kartu Tanda Penduduk.

Ayah Mursid tidak sendirian. Sudah lima tahun terakhir pemeluk Kaharingan di Kalimantan, yang oleh Orde Baru dihindukan, menuntut negara untuk mengakuinya sebagai agama sendiri yang terpisah dari Hindu. Mereka tidak merasa Hindu dan tidak menganut ajaran Hindu.

Ayah Mursid tidak sendirian. Cobalah sesekali Profesor Din mengadakan semacam rihlah nusantariyah atau semacam ekspedisi mengunjungi kawan-kawan kita warga Kajang di Sulawesi, penganut Sapta Darma di Yogyakarta, Kejawen dan Kapribaden di Jawa Tengah, Parmalim di Sumatra, Wetu Telu di Lombok, Marapu di Sumba, Adat Lawas di Kalimantan Timur, dan ratusan lainnya di seantero nusantara.

Mereka adalah warga negara Indonesia yang memiliki sistem ketuhanan dan kemanusiaan sendiri-sendiri, yang satu sama lain berbeda, apalagi dibanding enam agama yang menurut Profesor Din diakui oleh negara. Entah apa pula maksud diakui di situ.

Baca Juga:

Akal-akalan Ajaib Pemda Kuningan saat Bongkar Makam Tokoh Sunda Wiwitan

Mahfud MD Bilang ‘Wow’ Soal Dewas KPK, Din Syamsudin: Kalau Tak Setuju Jadilah Presiden!

NU Memang Ormas Penuh Humor, Beda dengan Muhammadiyah

Apakah Ayah Mursid semata bicara tentang KTP? Tentu saja tidak.

Ayah Mursid sedang berbicara tentang hak warga negara yang selama puluhan tahun didiskriminasi sejak lahir hingga mereka meninggal. Sejak mengurus surat nikah, akta kelahiran, hingga menguburkan warganya yang meninggal. Diskriminasi adalah sesuatu yang menubuh pada mereka. Jutaan dari mereka. Sejak disebut dengan sangat peyoratif sebagai penganut animisme-dinamisme hingga disebut “lain-lain” dalam statistik populasi penduduk Indonesia di Badan Pusat Statistik maupun survei-survei akademis.

Apakah Ayah Mursid bicara tentang KTP? Tentu saja tidak.

Ayah Mursid bicara tentang tanah dan alam yang melahirkan mereka, yang mereka jaga dan rawat dengan segala kesantunan dan tata krama yang mereka miliki, yang perlahan dirongrong oleh para oligarch atas nama pembangunan dan peradaban. Juga atas nama agama yang diakui. Juga atas nama keniscayaan modernitas yang diagungkan oleh para perusak alam itu.

Dan Profesor Din Syamsuddin bicara tentang definisi agama secara ilmiah. Entah seperti apa yang disebut ilmiah itu.

Jika yang disebut ilmiah adalah memosisikan manusia yang memiliki sistem ketuhanannya sendiri sebagai bagian dari sub-agama orang lain; jika yang disebut ilmiah adalah mengakibatkan mereka-mereka penganut “agama yang tidak diakui” sebagai belum beragama, dan karena itu mereka adalah objek yang boleh menjadi sasaran kristenisasi, islamisasi, dan sejenisnya; jika yang disebut ilmiah adalah memaksa anak-anak mereka untuk mengikuti pelajaran agama yang bukan agamanya sendiri, atau diwajibkan mengaku Islam atau Kristen atau Hindu atau yang lain ketika mereka melakukan transaksi di bank; jika yang disebut ilmiah adalah sesama warga negara dirundung karena kolom agama dalam KTP-nya kosong, atau bahkan di-PKI-kan; jika yang disebut ilmiah artinya harus melarang mereka masuk menjadi anggota polisi dan TNI atau menjadi pegawai negeri sipil; lebih baik saya tidak ilmiah sama sekali. Sama sekali.

Ya, saya memilih untuk tidak ilmiah.

Dan Profesor Din Syamsuddin bicara tentang konsekuensi: jika Selam Sunda Wiwitan diakui sebagai agama, akan ada ribuan agama di Indonesia.

Adakah yang salah dengan tumbuh berkembangnya ribuan agama di Indonesia? Atau mungkin profesor satu ini memang lebih nyaman dengan model fusi partai ala Orde Baru? Cukup enam agama yang diakui, yang lain silakan menginduk. Peduli amat apakah si anak mirip dengan induknya, atau dimirip-miripkan, atau dipaksa mirip, atau yang penting halaman depannya saja yang mirip.

Lalu apa yang terjadi? 11 Oktober 2008, serombongan anggota Front Pembela Islam menyambangi salah satu sanggar Sapta Darma di Balecatur, Sleman, dan merusak beberapa barang di sana. FPI menganggap Sapta Darma aliran sesat karena beribadah menghadap ke timur sementara di kolom KTP mereka tercantum Islam sebagai agama.

Nah, loh! Meminta agamanya dicantumkan, ditolak. Menuliskan agamanya dengan menginduk ke agama lain, dilarang pula beribadah menurut agama aslinya.

Demikianlah. Semanis apa pun kopimu, tentu mengandung kepahitan.

Terakhir diperbarui pada 30 Agustus 2017 oleh

Tags: Ayah MursidDin SyamsuddinSelam Sunda WiwitanSunda Wiwitan
Anick HT

Anick HT

Artikel Terkait

Akal-akalan Ajaib Pemda Kuningan saat Bongkar Makam Tokoh Sunda Wiwitan

Akal-akalan Ajaib Pemda Kuningan saat Bongkar Makam Tokoh Sunda Wiwitan

4 Agustus 2020
mahfud md din syamsudin dewan pengawas kpk

Mahfud MD Bilang ‘Wow’ Soal Dewas KPK, Din Syamsudin: Kalau Tak Setuju Jadilah Presiden!

20 Desember 2019

NU Memang Ormas Penuh Humor, Beda dengan Muhammadiyah

26 Oktober 2018
jokowi-ma'ruf

Jusuf Kalla, Mahfud MD, dan Din Syamsuddin Menolak Menjadi Ketua Tim Sukses Jokowi-Ma’ruf Amin

30 Agustus 2018
Gatot Nurmantyo yang Kini Jadi Rebutan

Abdul Somad Lebih Didengar Umat Daripada Habib Rizieq untuk Pilpres 2019 Versi Survei LSI

25 Agustus 2018
Young Lex Babak Belur Cuma Hasil Riasan, Imbau Netizen Jangan Percaya Hoax Pakai Hoax

Pengasuh Kerajaan Ubur-ubur Disowani MUI untuk Dimintai Klarifikasi

13 Agustus 2018
Pos Selanjutnya
hewan kurban kambing jerapah mojok

Syarat Hewan Kurban yang Baik dan Tepat

Komentar post

Terpopuler Sepekan

170830 ESAI SUNDA WIWITAN MELAWAN DISKRIMINASI

Sunda Wiwitan Melawan Diskriminasi

30 Agustus 2017
Lokasi 18 SPBU di Jogja untuk uji coba MyPertamina

Lokasi 18 SPBU di Jogja yang Jadi Tempat Uji Coba MyPertamina untuk Roda Empat

30 Juni 2022
kecurangan SBMPTN

Polisi Amankan 15 Pelaku Kecurangan SBMPTN di UPN Veteran Yogyakarta

28 Juni 2022
Garuda Pancasila, Sudharnoto

9 Fakta Pencipta Lagu Garuda Pancasila yang Tersingkir dari Sejarah

26 Juni 2022
Pertamina dan aplikasi MyPertamina yang bikin ribet rakyat kecil! MOJOK.CO

MyPertamina dan Logika Aneh Pertamina: Nggak Peka Kehidupan Rakyat Kecil!

29 Juni 2022
PPDB SMA/SMK DIY dan sekolah pinggiran kekurangan murid

PPDB SMA/SMK Ditutup, Sekolah Pinggiran di DIY Kekurangan Murid

30 Juni 2022
Teror Spirit di Puncak Bogor Hingga Makassar MOJOK.CO

Teror Spirit di Puncak Bogor Hingga Makassar: Antara Keriaan dan Kemarahan yang Tak terjawab

30 Juni 2022

Terbaru

ganja medis mojok.co

IDI Angkat Bicara Soal Wacana Penggunaan Ganja untuk Medis

5 Juli 2022
ACT Bikin Geger! Petingginya Tilap Miliaran Dana Kemanusiaan MOJOK.CO

ACT Bikin Geger! Petingginya Tilap Miliaran Dana Kemanusiaan, Kepercayaan Publik Berpotensi Koyak

5 Juli 2022
Deputi II Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Imdadun Rahmat. (Dok. Baznas.go.id)

Deputi Baznas Sebut Global Zakat Milik ACT Tak Punya Izin

4 Juli 2022
Sepeda motor dibakar dalam bentrok di Babarsari, Senin (04/07/2022)

Bentrok Antarkelompok di Babarsari, Sri Sultan Minta Polisi Tindak Keras Pelaku 

4 Juli 2022
sri sultan hb x mojok.co

Masa Jabatan Sri Sultan HB X Habis, DPRD DIY Geber Pembentukan Pansus

4 Juli 2022

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
DMCA.com Protection Status

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
  • Mau Kirim Artikel?
  • Kunjungi Terminal

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In