Pajak Digabung dengan Zakat Memang Berat, Milea - Mojok.co
  • Kirim Artikel
  • Terminal
Mojok
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
  • Kilas
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
Home Esai

Pajak Digabung dengan Zakat Memang Berat, Milea

Haryo Setyo Wibowo oleh Haryo Setyo Wibowo
9 Februari 2018
0
A A
MOJOK-Pajak-Multitasking

MOJOK-Pajak-Multitasking

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

[MOJOK.CO] “Bayar pajak! Potong zakat! Pemerintah zalim!”

Ilmu, ilmu apa yang paling sadis? Kalau ada jenis tebak-tebakan seperti itu, biasanya kita akan tangkas merujuk ke ilmu yang lebih dekat dengan mitos, “ilmu hitam!” Benak kita hampir tidak menyisakan ruang untuk memberikan jawaban bahwa yang disebut ilmu hitam kekinian itu sebenarnya bukan lagi pelet, ngepet, maupun santet.

Ya, beberapa ilmu yang masuk rumpun ilmu hitam itu kalau merujuk di cerita-cerita horor memang brutal. Tetapi, dilihat dari dampak, cakupan, juga tingkat keberhasilannya yang nisbi rendah, ilmu tersebut tidak dapat kita golongkan kejam dan membahayakan. Hanya sedikit mengganggu pikiran.

Duh, maaf… saya terlalu larut menjiwai topik ini. Sementara Mojok belum berubah tagline menjadi “Sedikit brutal dan banyak nakal.”

Ilmu ekonomi sejauh ini tetaplah yang paling sadis. Ilmu tersebut mengajarkan ke manusia, saya salah satunya, untuk melihat alam dan manusia tidak saja sebagai potensi, tapi lebih jauh lagi: mengonversinya menjadi objek yang dapat dieksploitasi.

Baca Juga:

PHK Massal di Dunia Startup: Badai Ini Belum Akan Berakhir

PNS Tetap Lebih Enak, Meski di Toilet Kantor Shopee Bisa Cebok Otomatis

Kesaksian ASN Muda Tentang Kelakuan Pejabat: Kerja Bercanda, Gajinya Serius

Mulai kebayang kan sadisnya?

Serius. Satu contoh: ketika sarjana geografi atau geologi membaca sebuah citra satelit untuk memetakan apakah eksplorasi tambang mungkin dilakukan di satu kawasan; sarjana kehutanan atau ilmu lingkungan gelisah begitu mengetahui bahwa area tersebut berada di kawasan hutan lindung dan tidak membenarkan adanya pemanfaatan lain selain konservasi; maka sarjana ekonomi akan meresponsnya dengan agresif dan tentu saja buas, “Wuaaah, logam mulia nich. Kelak kalau dieksploitasi, hasilnya nggak bakal habis dimakan tujuh turunan!”

Jalan ceritanya kemudian seperti yang sudah-sudah. Sangat mudah ditebak. Nilai manfaat ekonomi akan selalu lebih berkilau dan ditonjolkan daripada kerugian lingkungannya. Kalau perbedaan yang ada “dirapatkan”, semua sarjana dari multidisiplin ilmu di atas mendadak menjadi “sarjana ekonomi”.

Bagaimana dengan manusia? Nah, ini sebenarnya yang mau disampaikan terkait perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara sepekan terakhir.

Sarjana psikologi melihat bahwa setiap manusia memiliki potensi untuk dikembangkan. Mengingat tidak semua orang mengenali potensi yang ada di dirinya. Lalu bagaimana pandangan “sarjana ekonomi”? Manusia tak lebih dari faktor produksi. Mereka juga merupakan objek pajak yang harus dikenai kewajiban “upeti” untuk mengongkosi kebutuhan negara.

Mau manusia tersebut miskin, lebih-lebih kaya, tidak dapat menghindari pajak. Ilmu ekonomi tidak mempunyai pretensi sekadar menanyakan apakah mereka ikhlas atau tidak, bersedia atau tidak saat mengeluarkan pajak. Aturan tersebut mengikat dan menjanjikan sanksi bagi pelanggarnya.

Nah… berbeda dengan zakat.

Kita membahas pajak dulu sebelum zakat karena bagi sebagian orang, ada kesan kalau sudah membayar zakat, pajak boleh diabaikan. Demikian juga sebaliknya. Tapi, kalau ada yang minta dalil, ya cukup kasih unjuk sejarah bahwa di zaman Rasullulah pun, selain bayar zakat, juga ada kewajiban pajak yang melekat: pajak atas tanah dan pajak kepala atau upeti.

Pajak merupakan pungutan wajib tanpa memandang SARA dan status sosial. Ada seperangkat aturan petunjuk dan pelaksanaanya, termasuk sanksi. Kalau menilik sejarahnya, pajak hanyalah perkembangan dari upeti. Bedanya tidak banyak. Pajak Anda hari ini dapat dilihat dari layar monitor petugas pajak. Kalau zaman Majapahit, disiapkan pasukan sekompi untuk mendatangi rumah Anda. Ngaku nggak berharta? Tempeleng!

Kemudian agama datang dengan konsep zakat. Selain besarannya jauh di bawah pajak atau upeti, aturannya pun “sedikit lunak”. Dalam salah satu rukun Islam, ada kewajiban bagi penganutnya untuk turut menyejahterakan umat dengan membayar zakat.

Tidak ada sanksi yang melekat saat melanggarnya walau hukumnya wajib. Wajib menurut pandangan agama hanyalah berdosa kalau tidak menjalankannya dan mendapat pahala kalau menjalankannya. Enak kan? Ya biasa saja. Zakat tidak berarti kita jadi terbebas dari membayar pajak. Ini hanya soal ada bagian untuk Tuhan dan ada bagian untuk negara.

Pernah mendengar cerita PNS Saudi dihukum cambuk karena tidak membayar zakat? Tidak pernah!

Mengapa agama perlu dilibatkan dalam hal ini?

Beberapa hari lalu publik saling berebut benar soal perlu tidaknya PNS dipotong gajinya sebesar 2,5% yang akan dituangkan dalam peraturan presiden. Inisiatif tersebut datang dari Kementerian Agama yang hendak menata mekanisme pemotongan gaji bagi aparatur sipil negara (ASN) atau PNS yang beragama Islam.

Celakanya, perdebatan soal perlu tidaknya, sah tidaknya, dan benar salahnya zakat dipotong langsung dari PNS yang telah memenuhi nisab tidak menyentuh substansinya. Oke, Mahfud MD tidak setuju karena latar belakang keilmuannya. Tapi yang lain? Tidak setuju karena berpikir bahwa mereka dizalimi pemerintah Jokowi.

Dilihat dengan kacamata ekonomi, di luar pajak, jumlah penduduk muslim yang begitu besar merupakan potensi untuk menghimpun dana dalam bingkai ibadah. Negara melihat, melalui Badan Amil Zakat Nasional (Bazarnas), potensi zakat nasional ada di angka Rp217 triliun. Sementara serapannya masih sangat rendah, baru 1% dari potensi yang ada.

Sebagai “sarjana ekonomi” (kalau sudah terkait prinsip, tindakan, dan motif ekonomi, semua orang adalah sarjana ekonomi dalam tanda kutip), Menteri Agama melihat ada potensi 10 triliun per tahun yang dapat dipotong langsung dari PNS muslim. Memang jumlah yang besar. Bayangkan saja, anggaran Kartu Jakarta Pintar (KJP) saja tidak lebih dari 4 triliun, dan itu sudah membuat Jakarta lebih maju dari daerah lain.

Masalahnya, zakat tidak dapat dilihat sebagai potensi ekonomi belaka. Tidak beda dengan tempo hari tebersit keinginan pemerintah untuk nyebrak, pinjam dana haji sementara waktu untuk menyokong pembangunan infrastruktur. Zakat bagaimanapun juga dimensi ibadahnya kental. Unsur paling menonjol dari ibadah tentu saja keikhlasan atau kerelaan.

Zakat terkait erat dengan aturan baku soal nisab dan haul. Dari berbagai sumber dikatakan bahwa nisab (disetarakan dengan nilai 85 gram emas untuk saat ini) sebesar Rp42 juta sulit dipenuhi oleh para PNS. Gaji satu tahun mungkin 200 juta atau lebih, tetapi belum tentu di tahun tersebut seorang PNS dapat menabung sebesar 42 juta. Bisa jadi hidupnya masih ditopang riba. Astaghfirullah.

Ilmu ekonomi sebenarnya juga tidak sadis-sadis amat, ia mampu menjelaskan bahwa secara teori, “Semakin besar pendapatan, semakin besar bagian dari pendapatan itu yang dikonsumsi.” Secara sistem IT, memotong gaji PNS tinggal “klik”. Tetapi, PNS yang hobinya nyicil, nggesek, dan habis bulan tidak berani keluar rumah bahkan untuk sekadar beli mie ayam, apa juga terbaca oleh sistem?

Sebenarnya ada cara yang lebih elegan tapi wagu daripada memotong gaji untuk zakat. Kalau pemerintah menargetkan 10 triliun per tahun, katakanlah untuk mengentaskan kemiskinan, mengapa tidak memainkan politik anggaran? Tinggal menetapkan kebijakan apa yang hendak diprioritaskan, bagaimana alokasinya, atau tunda kenaikan gaji pegawai. Kalau perlu, naiknya tiga tahun sekali. Hahaha, sungguh usulan yang rentan memanen bullying masal.

Tentu saja saya tidak hendak mengatakan ide pemotongan gaji PNS sebesar 2,5% tersebut tidak baik atau, lebih jauh lagi: zalim. Sebagai ide, zakat yang dikumpulkan dari umat Islam kan hasilnya untuk umat Islam juga. Lain sekali dengan pajak yang pemanfaatannya tidak memandang untuk siapa. Masak sih tidak rela? Tapi, bisa juga ada yang keberatan langsung nyolot, “Oh, kalau begitu PNS yang beragama Kristen potong 10% untuk persepuluh!”

27 tahun setelah lulus SMA, mata Dilan nanar membaca media online. Ia berucap, “Pajak digabung zakat memang berat, Lia….”

Milea menatap mesra seraya berkata, “Biar kamu yang membayarnya?”

“Bayar sendiri-sendiri ya. SPT kita kan terpisah.” Sama sekali nggak mesra, mengingat beberapa cicilan yang jatuh temponya sahut-menyahut.

Terakhir diperbarui pada 9 Februari 2018 oleh

Tags: bazarnasKementerian AgamaPajakPNSZakat
Haryo Setyo Wibowo

Haryo Setyo Wibowo

Artikel Terkait

PHK Massal di Dunia Startup: Badai Ini Belum Akan Berakhir MOJOK.CO

PHK Massal di Dunia Startup: Badai Ini Belum Akan Berakhir

26 Mei 2022
PNS Tetap Lebih Enak, Meski di Toilet Kantor Shopee Bisa Cebok Otomatis MOJOK.CO

PNS Tetap Lebih Enak, Meski di Toilet Kantor Shopee Bisa Cebok Otomatis

18 April 2022
Kesaksian ASN Muda Tentang Kelakuan Pejabat MOJOK.CO

Kesaksian ASN Muda Tentang Kelakuan Pejabat: Kerja Bercanda, Gajinya Serius

9 Februari 2022
Wawan & Dodo: Buku, Produk Intelektual Yang Minim Dukungan

Wawan & Dodo: Buku, Produk Intelektual Yang Minim Dukungan

10 Januari 2022
Pengakuan Orang Dalam pada Seleksi CPNS 2021 atas Dugaan Manipulasi Nilai

Pengakuan Orang Dalam pada Seleksi CPNS 2021 atas Dugaan Manipulasi Nilai

27 Desember 2021
Nggak Cuma Onet dan Zuma, PNS Perlu Melombakan Kebiasaan Sebagai Bentuk Apresiasi MOJOK.CO

Saya Ikut CPNS 2021 sampai Tahap Akhir agar Tahu Sesulit Apa Jadi PNS

12 Desember 2021
Pos Selanjutnya
Ekspresi-Nonton-Bioskop-MOJOK.CO

Reaksi Penonton Bioskop Setelah Nonton, Mulai dari Ngereview sampai Kebelet Pipis

Komentar post

Terpopuler Sepekan

MOJOK-Pajak-Multitasking

Pajak Digabung dengan Zakat Memang Berat, Milea

9 Februari 2018
Lokasi 18 SPBU di Jogja untuk uji coba MyPertamina

Lokasi 18 SPBU di Jogja yang Jadi Tempat Uji Coba MyPertamina untuk Roda Empat

30 Juni 2022
kecurangan SBMPTN

Polisi Amankan 15 Pelaku Kecurangan SBMPTN di UPN Veteran Yogyakarta

28 Juni 2022
Garuda Pancasila, Sudharnoto

9 Fakta Pencipta Lagu Garuda Pancasila yang Tersingkir dari Sejarah

26 Juni 2022
Pertamina dan aplikasi MyPertamina yang bikin ribet rakyat kecil! MOJOK.CO

MyPertamina dan Logika Aneh Pertamina: Nggak Peka Kehidupan Rakyat Kecil!

29 Juni 2022
PPDB SMA/SMK DIY dan sekolah pinggiran kekurangan murid

PPDB SMA/SMK Ditutup, Sekolah Pinggiran di DIY Kekurangan Murid

30 Juni 2022
Teror Spirit di Puncak Bogor Hingga Makassar MOJOK.CO

Teror Spirit di Puncak Bogor Hingga Makassar: Antara Keriaan dan Kemarahan yang Tak terjawab

30 Juni 2022

Terbaru

ganja medis mojok.co

IDI Angkat Bicara Soal Wacana Penggunaan Ganja untuk Medis

5 Juli 2022
ACT Bikin Geger! Petingginya Tilap Miliaran Dana Kemanusiaan MOJOK.CO

ACT Bikin Geger! Petingginya Tilap Miliaran Dana Kemanusiaan, Kepercayaan Publik Berpotensi Koyak

5 Juli 2022
Deputi II Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Imdadun Rahmat. (Dok. Baznas.go.id)

Deputi Baznas Sebut Global Zakat Milik ACT Tak Punya Izin

4 Juli 2022
Sepeda motor dibakar dalam bentrok di Babarsari, Senin (04/07/2022)

Bentrok Antarkelompok di Babarsari, Sri Sultan Minta Polisi Tindak Keras Pelaku 

4 Juli 2022
sri sultan hb x mojok.co

Masa Jabatan Sri Sultan HB X Habis, DPRD DIY Geber Pembentukan Pansus

4 Juli 2022

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
DMCA.com Protection Status

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
  • Mau Kirim Artikel?
  • Kunjungi Terminal

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In