ADVERTISEMENT
Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Esai

Emak-Emak Sang Raja Jalanan

Maulida Nur Fadhila oleh Maulida Nur Fadhila
18 Desember 2016
0
A A
Emak-Emak Sang Raja Jalanan

Emak-Emak Sang Raja Jalanan

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

Mulai sekarang, kurangi waktu untuk mendiskusikan soal feminisme, sebab gerakan yang menuntut kesetaraan antara lelaki dan wanita itu tak lagi dibutuhkan. Untuk apa feminisme jika kini wanita terbukti lebih kuat daripada lelaki?

Apa buktinya wanita lebih kuat dari kaum lelaki? Tenang saja, saya tidak akan membahas soal derita wanita melahirkan yang berdarah-darah. Bukan apa-apa, saya takut Kanjeng mas Agus Mulyadi gumoh kalau saya harus menceritakan itu. Saya juga tak akan panjang lebar mengupas kecantikan Dian Sastro yang sampai melumpuhkan hati kepala suku Mojok, Kakanda Puthut EA.

Bukan soal melahirkan atau kecantikan yang menunjukkan keperkasaan kaum Hawa.

Tak perlu banyak penjelasan ilmiah yang ndakik-ndakik jika hanya untuk membuktikan bahwa wanita itu sangat kuat. Cukup nongkrong di jalanan dan lihat betapa kaum emak-emak sudah mendominasi jalanan dengan kuasanya. Kalau sudah turun ke jalanan, siapa yang berani dengan emak-emak? Cowok-cowok moge yang gagah dan fangkeh itu saya rasa juga bakal mlipir kalau sudah berhadapan dengan emak-emak naik.

Tentu saya tidak sedang bercanda, sebab bukti di lapangan memang menunjukkan demikan. Nah, berikut ini adalah beberapa kehebatan emak-emak di jalanan yang saya kira sangat patut untuk anda perhitungkan.

Di tangan emak-emak, lampu sein sifatnya otomatis

Tadinya saya menganggap bahwa image emak-emak yang suka sein kiri tapi beloknya kanan hanyalah framing belaka, namun apa daya, image ini ternyata memang benar adanya. Saya pernah —lebih tepatnya, berkali-kali— melihat emak-emak yang pasang lampu sein kiri tapi beloknya ke kanan, atau sebaliknya, pasang sein kanan tapi beloknya ke kiri.

Emak-emak ini seakan-akan membenarkan ucapan pakar fisika asal Cambridge, Stephen Hawking, “Wanita adalah makhluk yang paling misterius, sangat misterius.” Bagaimana tidak? Bahkan untuk urusan lampu sein pun, mereka sukar ditebak, apalagi dipahami. Tak heran jika banyak orang bilang, dalam hal paling sederhana pun, wanita selalu misterius. Soal lampu sein ini, misalnya.

Beruntung, misteri seputar lampu sein emak-emak ini akhirnya terjawab setelah beberapa waktu yang lalu, sempat beredar transkrip percakapan antara seorang pengemudi mobil dengan emak-emak yang menurutnya membahayakan laju mobilnya tersebab urusan lampu sein ini.

“Bu, kok pasang sein kanan beloknya ke kiri?”

Sambil mesam-mesem sumeh, emak-emak itu menjawab, “Eh saya kira lampu sein itu otomatis. Kalau saya pingin belok kanan ya ke kanan. Kalau pingin ke kiri ya otomatis ke kiri.”

Nah lho, akhirnya teka-teki lampu sein yang misterius ini terjawab sudah. Bravo untuk emak-emak. Lampu sein motor dianggap pusaka yang mengerti isi hati pengemudinya. Mirip-mirip sama keris buatan Empu Gandring yang tahu dendam pembuatnya dan tahu apa yang harus dilakukan.

Hanya emak-emak yang mampu mementahkan fungsi tombol lampu sein yang bisa di-ceklek ke kanan dan ke kiri. Duh Gusti, paringono ekstasi.

Polisi pun berani dilawan

Disaat banyak kaum lelaki yang sampai mengangkat-angkat motornya dari jalur busway karena melihat polisi berjaga di depan, emak-emak yang satu ini justru berani tempur melawan polisi. Siapa lagi kalau bukan Ibu Dora Natalia Singarimbun, sang wonder woman pilih tanding yang sekarang sedang kondang-kaloka.

Emak yang mengaku kerja di Mahkamah Agung ini berani melawan aparat yang ditakuti di jalan raya. Bayangkan, dia berani mengomel pada polisi. Ya aparat yang ditakuti itu. Belum lagi cakaran-cakaran mautnya membuat polisi lalu lintas ini bergidik ngeri sampai harus menjadi ‘korban’. Saya yang cuma lihat video-nya saja bergidik ngeri, gimana pak polisinya.

Yah, memang sih, di jalanan akan selalu muncul banyak “jagoan”, mulai dari touring rombongan klub motor yang gas-gasan dan sok-sokan pakai rotator, sampai anak-anak klithih yang sok kecakepan pakai KLX dan kemana-kemana selalu pamer gear sama pedang itu. Tapi, dari seluruh jagoan-jagoan yang muncul ke permukaan, rasanya belum ada yang seberani dan segahar emak Dora Natalia.

Saat yang lain berusaha menghindar dari Polisi, emak Dora malah menghadapinya dengan gagah berani, tangan kosong pula. Kurang gahar gimana, coba?

Keberanian emak Dora ini membuat saya yakin, bahwa jika seluruh warga punya mental seperti dia, niscaya tak akan pernah ada tindakat represif aparat terhadap warganya.

Helm hanya untuk orang-orang lemah

Seperti yang sudah saya katakan tadi bahwa emak-emak itu perkasa. Orang kalau sudah perkasa, tidak perlu alat pelindung. Untuk apa?

Pembalap-pembalap motoGP dan motoCross itu nggak akan ada apa-apanya dibandingkan emak-emak naik matic. Mereka para pembalap masih pakai baju pelindung ekstra tebal dengan harga yang fantastis. Atau paling tidak menggunakan helm full face. Tapi emak-emak tak butuh itu semua. Emak-emak cukup pakai daster dan helm invisible alias open face alias babar blas tidak pakai helm.

Saya sepihak dengan emak-emak dalam kasus ini. Helm itu hanya untuk orang-orang lemah. Bagi kaum perkasa seperti emak-emak, helm hanyalah aksesoris. Kalau pingin gaya ya pakai. Kalau tidak ya tidak usah. Emak-emak, gitu lho.

Mungkin bagi emak-emak, jalan aspal sama empuknya dengan tumpukan cucian yang belum direndam.

Hanya satu kata: lawan!

Sampai sekarang, saya meyakini bahwa hanya kaum emak-emak saja yang bisa menerapkan kalimat heroik Wiji Thukul yang legendaris itu. Bahkan anak-anak muda ngehek yang ngaku setia di jalur “kiri” itu tak sehebat emak-emak dalam menghayati prinsip penyair asal Solo itu.

“Apabila usul ditolak tanpa ditimbang. Suara dibungkam. Kritik dilarang tanpa alasan. Dituduh subversif dan mengganggu keamanan, maka hanya ada satu kata: Lawan”

Tentu saja di kaum emak-emak, redaksinya agak lain. “Apabila jalanan macet tanpa kompromi, waktu belanja sudah mepet, anak dan suami keburu berangkat sekolah dan kerja, maka hanya ada satu kata: lawan!” Apanya yang dilawan? arusnya.

Adakah yang punya mental untuk melawan arus jalanan kecuali emak-emak yang kepepet karena kesiangan? Tidak ada. Mau itu bis, truk molen, truk pastel, sampai truk mini “tahu bulat digoreng dadakan” pun tetap bakal dihajar sama emak-emak. Mereka mantap dan berani untuk melawan arus, sebab mereka yakin, hanya tai dan ikan mati yang bergerak mengikuti arus.

 

Terakhir diperbarui pada 11 Agustus 2021 oleh

Tags: Emak-emakfeaturedjalanlalu-lintas
Iklan
Maulida Nur Fadhila

Maulida Nur Fadhila

Artikel Terkait

emak-emak, jogja memanggil.MOJOK.CO
Aktual

Aksi Jogja Memanggil: Saat Emak-Emak Sudah Turun ke Jalan, Tandanya Negara Sedang Tak Baik-baik Saja

20 Februari 2025
Cerita Emak-Emak Joki Game Online AQW, 24 Jam menatap Komputer Demi Menghidupi 2 Anak Seorang Diri.MOJOK.CO
Sosok

Cerita Emak-Emak Joki Game Online AQW, 24 Jam menatap Komputer Demi Menghidupi 2 Anak Seorang Diri

13 Agustus 2024
Malioboro jadi satu dari empat nama jalan pertama yang ada di Jogja MOJOK.CO
Memori

Ini Nama Jalan Pertama di Jogja dan Lokasinya Sekarang

5 Oktober 2023
Jalan kaliurang dan jalan macet lain di Jogja.MOJOK.CO
Liputan

3 Ruas Jalan Paling Menyebalkan di Jogja. Jalan Kaliurang sampai Jalan Selokan Mataram Bikin Pengendara Menderita

30 September 2023
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Karena Natal Itu Peringatan tentang Perjuangan Pembebasan

Karena Natal Itu Peringatan tentang Perjuangan Pembebasan

Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Renungan sistem pendidikan sekolah hari ini atas Palagan Ki Hadjar Dewantara MOJOK.CO

Renungan atas Palagan Ki Hadjar Dewantara: Sekolah Hanya Sekadar Meluluskan tapi Belum Mendidik

15 Mei 2025
Sisi suram kos pasutri di Sleman Jogja MOJOK.CO

Sisi Suram Kos Pasutri Jogja, Tetangga Tak Tahu Batasan hingga Jadi Kedok “Hubungan Terlarang”

17 Mei 2025
Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi bantu perbaiki rumah Wagiman dan Samiyem di Boyolali MOJOK.CO

Kisah Sepasang Lansia di Boyolali Puluhan Tahun Tinggal di Rumah Mungil dan Reyot, Kini akan Diperbaiki Gubernur Jateng

16 Mei 2025
Hidup Cemas di Manggarai Jakarta Selatan karena Tawuran MOJOK.CO

Merantau di Manggarai Jakarta Selatan Artinya Hidup Sambil Memelihara Ketakutan, Hidup Susah, dan Terancam Tawuran yang Bisa Terjadi Kapan Saja

18 Mei 2025
Sandal upanat produksi perajin Borobudur di Magelang. MOJOK.CO

Mereka yang Mendapat Berkah dari Produksi Upanat, Sandal Khusus untuk Naik ke Candi Borobudur

13 Mei 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.