Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan Mojok
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan Mojok
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan Mojok
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Ambisi Ahok Abnormalkan Jakarta

Yusuf Abdul Qohhar oleh Yusuf Abdul Qohhar
29 November 2015
A A
Ambisi Ahok Abnormalkan Jakarta

Ambisi Ahok Abnormalkan Jakarta

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Jangan Anda kira kritik saya atas perilaku Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau biasa disapa Ahok, yang hobinya menggerutu dan menyalahkan pihak lain, saya lakukan dengan perasaan senang. Sangat jauh dari itu. Saya hanya tak kuasa menahan kedongkolan ketika Pak Ahok tak henti-hentinya mencanangkan dan mengeksekusi program yang tak jelas urgensinya.

Wajar apabila warga Jakarta menaruh harapan besar kepada pemegang kekuasaan saat ini, karena mereka belum juga merdeka setelah menderita ratusan tahun karena banjir, dan masih saja menjadi bulan-bulanan kemacetan, juga tindak kejahatan yang terjadi setiap hari. Beruntung warga Jakarta semakin cerdas dan kritis: Jakarta harus merdeka dari belenggu kesemrawutan tersebut.

Tentu Ahok tidak tinggal diam, beragam cara telah ia lakukan untuk mengatasi kesemrawutan Jakarta. Mulai dari membenahi budaya buruk birokrasi yang sudah menjadi tradisi, membangun dan mengelola transportasi massal dan fasilitas publik, menambah jumlah CCTV di berbagai sudut ibukota, merekayasa lalu lintas sedemikian rupa, menggusur serta merelokasi warga yang menempati tanah negara, hingga melanjutkan program normalisasi sungai yang ada di Jakarta.

Sampai di sini, Ahok telah melakukan perubahan yang luar biasa, bahkan cenderung nekat. Setelah memulai karier sebagai seorang guru Sekolah Dasar dan pengusaha, lalu karena ambisinya mengubah Indonesia menjadi lebih baik lantas ia banting setir menjadi seorang politikus. Karier politiknya ia mulai dari bawah, yaitu Bupati Belitung Timur, calon Gubernur Bangka Belitung, anggota DPR RI, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Pelaksana Tugas Gubernur, hingga menjadi Gubernur DKI Jakarta saat ini.

Namun, gegap gempita sepak terjang Ahok dalam mengatasi berbagai masalah di Jakarta tak selalu mendapat respons positif dari semua orang. Ada beberapa kalangan menentang kebijakan Ahok karena berbagai pertimbangan, baik yang masuk akal maupun yang konyol. Sayangnya, Ahok kurang bisa menerima masukan dan kritik dari beberapa kalangan tersebut. Bahkan, ia tak segan merendahkan pihak yang berseberangan pendapat dengannya. Sialnya lagi, sikap tersebut seakan diamini oleh para pendukung setianya. Alangkah hinanya mereka yang mengkritik dan melawan kebijakan Ahok.

Apa boleh buat, semua sudah terlambat. Terhitung mulai pelantikan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta hingga selesai masa jabatannya, kita harus melihat perang dingin antara dua kubu, Teman Ahok dan Lawan Ahok. Persis seperti yang terjadi mulai Pilpres 2014 sampai hari ini yang mengusik kedamaian Indonesia, seakan hanya ada dua kelompok di dunia nyata maupun dunia maya: Jokower dan Jokowi Haters. Dalam derajat tertentu, pembelaan maupun kritik irasional terhadap salah satu figur tersebut dapat memusnahkan penalaran yang sehat.

Saya enggan menjelaskan perselisihan antara dua kubu tersebut. Saya sadar fanatisme buta tak akan bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang di sekitar saya. Lagipula, bagaimana bisa saya menjelaskan perdebatan yang isinya hanya menentukan siapa yang salah dan siapa yang benar? Beban hidup sudah terlalu berat, lebih baik saya tetap menjaga kewarasan.

Boleh kita berargumen bahwa Ahok, lewat cara berkomunikasi yang ‘unik’, telah memberi hak yang sejajar kepada semua orang untuk memberikan masukan baik melalui tatap muka langsung maupun melalui media sosial, pesan singkat, dan aplikasi yang ada di gawai. Ahok berbeda dengan pemimpin daerah lainnya yang terbiasa enggan mendengar langsung keluh-kesah warga. Ahok bahkan mengunggah video berisi aktivitas kerjanya di internet, dan mengelola anggaran secara transparan.

Namun itu semata gambaran luar. Ahok membangun citra pribadi yang transparan dan anti korupsi untuk menciptakan tameng bagi dirinya ketika ada pihak yang melaporkan namanya atas kasus-kasus korupsi dan proyek janggal lainnya di Jakarta. Ahok seakan menjelma menjadi manusia yang nyaris tanpa cela, dalam hal ini setiap tingkah laku serta keputusannya dinilai selalu benar. Buah mulut dan perangainya yang lebih sering menimbulkan kontroversi dan irasional pun merupakan hal tabu untuk dikritik. Dan ketika kita berbicara irasionalitas dan penindasan oposisi maka kita berbicara tentang fasisme. Lebih tepatnya bibit-bibit fasisme.

Pada dasarnya proyek-proyek yang ada di Jakarta saat ini yang dijalankan dan dikelola oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, baik itu pembenahan transportasi publik, proyek enam tol dalam kota, persiapan Asian Games 2018, normalisasi sungai, atau reklamasi Pantai Utara dan Teluk Jakarta adalah sama. Kesemuanya dilakukan tanpa melibatkan partisipasi warga, dan cenderung mengesampingkan dampak ekologis yang ditimbulkan. Betapa jauh jarak antara Ahok dengan para seniman, sejarawan, budayawan, dan aktivis lingkungan yang tentu lebih paham seluk beluk Jakarta daripada pihak pemenang tender.

Semua pemahaman tentang perencanaan tata ruang, estetika, kealaman, keberlangsungan, dan kearifan kota memang bisa dibahas dalam forum terbuka. Tetapi belum tampak hasrat Ahok untuk berdiskusi dengan individu dan anggota komunitas terkait. Ajakan mereka kepada Ahok untuk berdiskusi secara jujur dan terbuka kurang diindahkan.

Pernyataan yang kemudian mucul dari sekelompok orang yang konon adalah relawan –pengumpul KTP untuk–Ahok: “Ahok bekerja untuk rakyat. Ahok tak boleh dibiarkan sendirian. Ahok tak perlu mendengarkan kritik dan anjuran dari para pengamat karena hanya akan menghambat kemajuan kota.” Pernyataan tersebut tak jarang ditutup dengan kalimat pamungkas: “Ahok telah memulai perubahan positif, kalian sudah berbuat apa untuk bangsa ini?”.

Akhirnya, tiada gunanya kita merintih saat pantai ditimbun dengan tanah hasil pengerukan dari pulau lain, mengecam penancapan sheet-pile di sepanjang bantaran Sungai Ciliwung yang akan memusnahkan habitat asli sungai tersebut, menolak pembangunan enam ruas jalan tol dalam kota yang akan menambah jumlah kendaraan pribadi, mengeluh fasilitas bus kota yang tak nyaman lagi aman, bahkan menuntun hak fasilitas pejalan kaki dan disabilitas juga sia-sia belaka. Sikap yang benar adalah menerima dan mengikuti arus dominan yang ada.

Karena pada intinya kita menginginkan hal yang sama, yaitu Jakarta yang abnormal sebagaimana ambisi Ahok yang selalu menyala-nyala.

Terakhir diperbarui pada 11 Agustus 2021 oleh

Tags: ahokBasuki Tjahaja Purnamajakarta
Iklan
Yusuf Abdul Qohhar

Yusuf Abdul Qohhar

Artikel Terkait

Belikan ibu elektronik termahal di Hartono Surabaya dengan tabungan gaji Jakarta. MOJOK.CO
Liputan

Pertama Kali Dapat Gaji dari Perusahaan di Jakarta, Langsung Belikan Ibu Elektronik Termahal di Hartono agar Warung Kopinya Laris

11 November 2025
Matahari Store. MOJOK.CO
Ragam

Yang Tak Akan Hilang dari Belasan Gerai Matahari Store Saat “Tenggelam”, Kenangan Hangat Belanja Bersama Keluarga

29 Oktober 2025
kejadian aneh saat nonton film 13 bom di Jakarta, di bioskop XXI, Plaza Blok M, Jakarta Selatan. MOJOK.CO
Catatan

Pengalaman Menyebalkan Nonton Film di Bioskop XXI Jakarta, Alur Cerita Tegang Malah Bikin Penonton Bingung karena Kejadian Tak Terduga

28 Oktober 2025
BRIN: Hujan di Jakarta mengandung mikroplastik beracun. MOJOK.CO
Liputan

Bahayanya Mikroplastik yang “Menari-nari” di Atas Langit Jakarta, Alarm bagi Warga untuk Mengubah Habit Buruknya

27 Oktober 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Kekuatan dari Ban Kapten Cadangan Tim Futsal UIN Jogja, Kalem di Belakang Ganas di Depan MOJOK.CO

Kekuatan dari Ban Kapten Cadangan Tim Futsal UIN Jogja, Kalem di Belakang Ganas di Depan

9 November 2025
Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng, pastikan jaminan sosial bagi pekerja rentan MOJOK.CO

Pekerja di Semarang bakal Dapat Jaminan Kesejahteraan Sosial

7 November 2025
Anak-anak ikut pameran sastra anak tahun 70an di Jogja. MOJOK.CO

Pameran “Petak Umpet Sastra Anak” Mengumpulkan Orang Dewasa yang Rindu dengan Novel Anak Karya Penulis Indonesia

9 November 2025
Petani Kopi Muda dari Lereng Muria: Narko dan Pilihan untuk Tetap di Desa

Petani Kopi Muda dari Lereng Muria: Narko dan Pilihan untuk Tetap di Desa

13 November 2025
Kiper tim futsal putri UNY, Agma. MOJOK.CO

Perjuangan Ibu Belikan Sepatu Futsal, Beri Saya Kegigihan di Bawah Mistar

13 November 2025
Jejaring dan integritas jadi kunci para Beswan Djarum (penerima Djarum Beasiswa Plus) untuk berdaya saing MOJOK.CO

Jejaring dan Integritas: 2 Kunci dari Djarum Beasiswa Plus untuk Membentuk Generasi Muda Berdaya Saing

11 November 2025
Summer Sale Banner
  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.