Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Ulasan Smokol

Merindukan Bacon Semenyiksa Kebelet Punya Pacar

Edi AH Iyubenu oleh Edi AH Iyubenu
25 Maret 2015
0
A A
Merindukan Bacon Semenyiksa Kebelet Punya Pacar

Merindukan Bacon Semenyiksa Kebelet Punya Pacar

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Tersebab telah memantapkan lahir dan batin beragama NU, eh Islam NU, saya tentu selalu memegang salah satu kaidah salaf ini: al-ashlu fi al-asyya’ al-ibahah hatta yadulla al-hukmu litahrimiha (hukum segala sesuatu itu mubah/boleh sampai ada dalil/pandangan yang menyatakannya haram).

Inilah sangu batin saya kala pelesir ke Jepang di tahun 2014 lalu. Lazimnya menginap di hotel bintang manapun, saya dapat breakfast. Dengan anggun, di pagi pertama, saya memasuki restoran di lantai 2 Narita Inn. Dua orang Jepang yang menjaga pintu membungkukkan badan saking hormatnya pada saya. Tiba-tiba saya terharu. Di meja menu yang berderet, mata saya tertumbuk pada sajian bacon.

Begitu tulisan di depan hidangan yang sangat menggoda selera ini. Di sebelahnya, ada tulisan menu pork dan ham. Tentu, saya ndak buta-buta amat apa itu bacon. Dan memang hanya bacon yang saya pelototi. Pork dan ham jelas haram! Di hotel-hotel yang pernah saya inapi, seringkali saya menemukan menu bacon ini; daging kemerahan diiris tipis lebar, agak sedikit gosong, tambahinlah taburan blackpapper, jelas sangat uwow.

Saya pernah beberapa kali bertanya pada mbak-mbak ayu penjaga restoran, ini daging apa? Semuanya menjawab: beef. Jadilah di kepala saya sejak dulu bahwa bacon itu smoked beef. Maka saya ambil beberapa lembar bacon, sedikit nasi, dan sambal, juga krupuk. Tak lupa, sepiring salad sayur diperciki jeruk nipis.

Tak ada yang beda antara sarapan saya di hotel Jakarta dan Jepang. Subhanallah, ini daging lezaaattt puol! Sungguh hebat-hebat benar chef Jepang ya. Belum pernah sekalipun saya mencicipi smoked beef segini lezatnya di Indonesia. Ampuh, Dijah Yellow! Tanpa ragu, saya tambah lagi dan lagi. Begitu juga esoknya.

Bacon menjadi menu pertama yang saya sambar. Jelas, dengan porsi yang lebih numpuk. Andai ndak malu sama kanan-kiri, rasanya saya pengin sarapan bacon aja. Tapi, sebagai orang yang berjiwa nasionalis, saya pantang memamerkan watak serakah orang Indonesia di hadapan orang-orang Jepang dan bule yang ramai di resto ini.

Tepat hari ketiga, seseorang beraksen Sunda mendekati meja saya, lalu bertanya, apakah saya muslim? Ya, jawab saya. Ia tersenyum dan berkata, bacon yang sedang saya makan ini bukan beef, tapi pig! “Selalu babi setiap hari?” Mata saya melotot. “Iya. Di Jepang, semua bacon yang Aa kira smoked beef itu dari daging babi. Enak, ya?” Ia ketawa. “Daging babi memang lezat sekali, A.”

Di sini saya merasa tiba-tiba kangen Duo Serigala… Sembari mengumpati bacon babi ini sebagai asu dan bajindul, saya telan sisa kunyahan di mulut. Duh, apa daya, kebacut! Buru-buru saya minum air, meletakkan begitu saja beberapa iris bacon di piring, lalu ke toilet untuk kumur-kumur; mengusir semua sisa bacon haram. Sarapan saya seketika berlumur dosa!

Sudah dua hari berturut-turut saya ngembat daging babi, yang dalam iman saya haram lidzatih (haram karena zatnya memang haram). Zero tolerance! Sambil meninggalkan hotel menuju ite berikutnya, saya beberapa kali beristighfar dalam hati. Ampuni saya, ya Tuhan, ini kali pertama saya makan daging babi, yang jelas-jelas Engkau haramkan.

Namun, bayang-bayang lezatnya bacon babi itu membuat saya sangat menyesal: mengapa saya harus tahu secepat ini bahwa bacon yang saya makan itu bukan smoked beef, tapi smoked pig sih? Orang Sunda yang baik hati itu, yang telah memberi tahu saya bahwa di Jepang yang namanya bacon ya dari daging babi, di kepala saya seketika sempurna mewakili pameo: the right man in the wrong time. Ia datang terlalu cepat!

Bayangkan to, saya ndak lebay sama sekali kala memilih analogi begini untuk menggambarkan betapa lezatnya daging babi: “Tak ada daging yang lebih tabah dari daging babi”, “Aku ingin makan daging babi seribu tahun lagi”, dan “Aku makan daging babi maka aku ada!” Sampai akhir hayat nanti (oke, kali ini lebay), saya akan terus mengenang kelezatan bacon babi di kedalaman ingatan saya.

Tapi tentu saja, sebagai orang yang beragama NU, eh Islam NU, secara spiritual saya ngerti untuk bersikap tenang saja. Ketidaktahuan meniscayakan ketiadaan dosa. Bila bersandar pada kaidah fiqh di awal tulisan ini, jelas ketika saya menikmati lezatnya bacon di sarapan hari pertama dan kedua itu hukumnya mubah. Tak berdosa. Hukum haram bacon buat saya yang muslim baru berlaku sejak didekati orang Sunda yang sialnya kenapa ndak nongol di hari ketujuh saja saat saya hendak mudik.

Kini, setiap saya menginap di hotel bintang, setiap menemukan irisan-irisan daging tipis kemerahan di meja sarapan dengan tulisan bacon, saya langsung menyantapnya tanpa merasa perlu bertanya lagi ini daging apa, sebab di tradisi kita yang namanya bacon ya dari beef. Setiap mengunyahnya, saya selalu berharap kelezatannya akan selevel lezatnya bacon Jepang itu. Tetapi, saya tak pernah menemukannya…

Dengan bercanda, sesekali saya berkata pada kawan atau keluarga yang menikmati sarapan di hotel bersama saya; “Semoga ini bacon yang daging babi, amiin….” Ya, itu hanya lelucon rindu saya pada bacon babi yang haram, dengan mengandaikan ketidaktahuan saya akan menjadi penghapus keharamannya.

Kalaupun kok kena bacon yang babi beneran, saya yakin posisi hukum saya tidak dosa, sebab saya ndak tahu dan itu sepenuhnya dosa chef hotel kenapa bikin bacon babi di negeri yang lazimnya pakai beef. Chef itu akan saya kultumi: “Bacon ya di sini pakai beef, bedain sama pork dan ham. Jadi ndak usah bawa-bawa khilafah ke sini, paham Ente?”

Saya tahu kerinduan saya pada bacon ini sama persis dengan rindunya para jomblo yang sirik-berisik pada orang yang-yangan lantaran kebacut nyetatus pacaran itu haram seharam-haramnya: mengidamkan tetapi ketakutan.

Merindukan bacon babi ternyata semenyiksa kebelet punya pacar.

Terakhir diperbarui pada 8 November 2018 oleh

Tags: #PekanKulinerBaconHamPork
Iklan
Edi AH Iyubenu

Edi AH Iyubenu

Yang punya Kafe Basabasi.

Artikel Terkait

Festival Ham 2024
Kilas

Festival HAM 2024 Bukan Sekadar Selebrasi, Buah Manis 10 Tahun Upaya Menciptakan Ruang Aman dan Inklusif di Daerah

29 Juli 2024
Kita Semua Adalah Korban Pelanggaran HAM MOJOK.CO
Esai

Festival HAM Jadi Pengingat, Kita Semua Korban Pelanggaran HAM

15 Juli 2024
10 Pelanggaran HAM yang Diabaikan Pemerintah Indonesia MOJOK.CO
Esai

Menolak Lupa 10 Pelanggaran HAM yang Diabaikan Pemerintah Indonesia

9 Juli 2024
korban petrus mojok.co
Memori

Menelisik Kisah Wahyono, Korban Petrus Pertama di Jogja yang Geng-nya Suka Godain Bakul Gudeg

1 September 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

promo ojol, driver ojol.MOJOK.CO

Cerita Para Penikmat Promo Ojol yang Bertahan Hidup dari Potongan Harga

7 Juli 2025
Honda Vario 125 Pilihan Orang Waras, Tua tapi Kuat MOJOK.CO

Honda Vario 125 Pilihan Orang Waras, Warisan Rangka Tua yang Nggak Menyedihkan Seperti Warisan Rangka ESAF Honda

10 Juli 2025
Resah anggota perguruan pencak silat SH Winongo (PSHW), selalu kena imbas ketika PSHT berulah MOJOK.CO

Repotnya Anggota SH Winongo (PSHW): Berupaya Ajarkan Pencak Silat Damai tapi Kena Imbas Ulah PSHT, Gara-gara Sesama “SH”

7 Juli 2025
game clash of champions ala ruangguru. MOJOK.CO

Rakyat Jelata Tak Bisa Gembira dengan Pertunjukkan Clash of Champions, Cuman bikin Kesal Anak Broken Home yang Suka Adu Nasib

10 Juli 2025
Tolak gabung pencak silat PSHT demi ikut karate. Tak menyesal karena jauh dari keributan meski harus dimusuhi saudara sendiri MOJOK.CO

Gara-gara Tolak Gabung PSHT demi Karate Jadi Dimusuhi Saudara Sendiri, Tak Menyesal karena Jauh dari Keributan Jalanan kayak Pencak Silat

10 Juli 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.