Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Saatnya Hijrah dari WhatsApp Web dan Koordinasi Kerja Lewat Aplikasi Lain

Nggak seharusnya ada grup kantor di WhatsApp

Ajeng Rizka oleh Ajeng Rizka
7 Oktober 2021
A A
ilustrasi Saatnya Hijrah dari WhatsApp Web dan Koordinasi Kerja Lewat Aplikasi Lain mojok.co
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Keresahan pekerja karena WhatsApp Web masih bunyi terus bahkan di luar jam kerja itu memang baiknya diatasi dengan ganti aplikasi pesan.

Saya beneran penasaran, apa yang dilakukan pekerja medioker, karyawan swasta, dan para ASN di zaman sebelum WhatsApp Web dan tetek bengeknya muncul. Jawaban dari pertanyaan ini jelas bervariasi, tapi yang pasti mereka bisa tetap berkoordinasi, ngobrolin masalah kerjaan, dan meeting tepat waktu walau tanpa aplikasi pesan.

Kita boleh yakin bahwa di zaman dulu mungkin nggak ada keluhan dengan nada-nada galak seperti sekarang. Ketika banyak pekerja yang protes perihal dihubungi di luar jam kerja, WhatsApp Web bunyi terus pas lagi nonton film, sampai WhatsApp grup kerjaan malah membahas perkara absurd yang cuma dipahami segelintir orang. Tapi, setiap zaman, pasti punya keluhan mereka masing-masing.

Entah sejak kapan WhatsApp jadi aplikasi pesan yang identik dengan grup kerjaan. Legitimasi seorang karyawan baru gabung juga ditandai dengan masuknya ia di grup-grup WhatsApp kantor. Mulai dari grup besar kantor yang isinya semua karyawan dan bos, grup divisi yang kepentingannya untuk koordinasi, grup underground yang nggak ada bosnya, sampai grup-grup iseng yang obrolannya seputar makanan di kulkas kantor.

Template sambutannya pun sama.

“Halo, Ega, selamat bergabung di grup WhatsApp kantor kita.”

“Halo, Ega, kalau yang ini grup divisi ya. Jangan lupa WhatsApp Web harus on terus selama jam kerja.”

“Bro Ega, ini grup gibah.”

Makin bertambah grup WhatsApp, makin bertambah juga notifikasi dan keribetan yang menunggu di kemudian hari.

Niatnya memang baik. Menjadikan aplikasi WhatsApp sebagai workplace memungkinkan semua pekerja aktif dalam berkoordinasi dan responsif ketika dihubungi. Lagi pula, WhatsApp terasa lebih accessible ketimbang surel yang banyak berisi press release dan promosi. Yang jelas, hampir setiap orang sudah punya WhatsApp, jadi nggak perlu pusing-pusing download dan daftar.

Sayangnya, sekali waktu anggapan ini jadi terasa salah kaprah, saat semua pekerjaan justru menumpuk jadi notifikasi WhatsApp dan cuma bikin pusing. Belum lagi, jika saat jam kerja kita mengaktifkan WhatsApp Web, notifikasi yang masuk benar-benar tercampur. Grup kerjaan rame, japrian dari bos juga belum dibalas, emak bapak di rumah juga tanya kabar dan minta pesannya segera dibalas.

Dalam satu kesempatan, kantor di mana saya bekerja dulu pernah mencoba alternatif lain selain WhatsApp. Mereka menggunakan Trello, sebuah situs yang memungkinkan kita nget-track kerjaan dengan mudah. Lewat situs ini, si bos bisa mengawasi kerja officer-officer mereka, dan para officer juga bisa nge-track apa yang belum mereka kerjakan. Trello memang terasa jauh lebih profesional ketimbang WhatsApp Web.

Sayangnya, orang-orang kembali ke grup WhatsApp lagi. Si bos mulai nge-chat japri lagi, grup mulai ramai dengan pertanyaan ini-itu seputar pekerjaan, dan klien dari kantor-kantor lain juga pakai WhatsApp buat “ngobrol”. Jadilah kami terjerembab di lubang WhatsApp Web yang sama, menyala sepanjang hari demi cuan kami mengabdi.

Sebenarnya WhatsApp Web punya banyak banget kekurangan kalau nekat dijadikan aplikasi buat kerja. Pertama, jelas, di luar jam kerja orang-orang dari kantor bakal tuman ngomongin kerjaan padahal konteksnya lagi santai. Kedua, dokumen penting yang dibagikan lewat grup chat mudah hilang dan ketumpuk percakapan nggak penting yang bisa kapan saja muncul. Sebab, ya WhatsApp kan memang aplikasi pesan yang memancing psikologis kita buat bercakap-cakap santai. Ya begitulah jadinya, tiba-tiba ngomongin hantu di kantor, ngomongin stok Indomie di dapur, sampai ngecengin karyawan yang baru jadian. Hadith, dasar kerumunan manusia~

Iklan

Ketiga, WhatsApp tidak didesain untuk bekerja. Nggak ada fitur memo, fitus acc, dll. yang bisa dikirimkan ke officer, nggak ada fitur cc dokumen, dan nggak didesain untuk berkoordinasi secara khusus. 

Lebih-lebih dari ketiga faktor di atas, WhatsApp sudah paling mutlak kebanyakan notifikasi dari kanan kiri, utara selatan tenggara barat daya dan bikin lelah secara mental. Ya kali, buka laptop, buka WhatsApp Web, lalu anxiety. Harusnya kan jadi semangat kerja, kerja, kerja!

Problem macam ini adalah pertanda kita harus hijrah dari aplikasi WhatsApp yang mahapelik. Misalnya bikin grup kerjaan di Telegram, mulai pakai Trello lagi, atau memfungsikan surel sebagaimana mestinya. Penggunaan surel ini udah paling bener. Sebab surel, bikin kita mudah cari data dan cari percakapan yang lama. Jadi kalau suatu saat ada brief kerjaan yang nggak dipenuhi oleh rekanmu yang kerjanya ngawur sekarep udel, buktinya sudah jelas tertera. 

Terpenting, surel nggak akan seberisik WhatsApp Web dan notifikasinya terkontrol. Nggak bakal ada percakapan sampah donat di kulkas kantor boleh dimakan atau nggak.

BACA JUGA WhatsApp Sekarang Jadi Medsos yang Bikin Capek Lahir Batin atau artikel lainnya di POJOKAN.

Terakhir diperbarui pada 7 Oktober 2021 oleh

Tags: aplikasi pesanDunia Kerjaemail kerjaankoordinasi kerjasureltelegramWhatsApp Web
Ajeng Rizka

Ajeng Rizka

Penulis, penonton, dan buruh media.

Artikel Terkait

Pilih Hidup Gaspol di Ibukota Jakarta atau Santuy di Jogja?
Video

Pilih Hidup Gaspol di Ibukota Jakarta atau Santuy di Jogja?

6 Maret 2025
Gen Z Solo, dunia kerja.MOJOK.CO
Ragam

‘Kenikmatan Itu Cuma Tanggal 1-5, Sisanya adalah Seni Bertahan Hidup’ – Gen Z Solo dalam Pusaran Overworked dan Gaji Underpaid

13 Januari 2025
Gen Z Tidak Becus di Dunia Kerja karena Kampus Juga Tidak Memberikan Modal untuk Mereka Menghadapi Dunia Kerja!
Kampus

Gen Z Tidak Becus di Dunia Kerja karena Kampus Juga Tidak Memberikan Modal untuk Mereka Menghadapi Dunia Kerja!

25 Mei 2024
Gen Z Solo, dunia kerja.MOJOK.CO
Ragam

Stigma Gen Z yang Dianggap Nggak Becus di Dunia Kerja, Stigma Paling Serampangan yang Makin Hari Makin Parah Gara-gara Media Sosial

24 Mei 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.