Mendebat Secara Profesional Kaum yang Mematikan Centang Biru WhatsApp - Mojok.co
  • Cara Kirim Artikel
Mojok
  • Home
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Politik
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Uneg-uneg
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Politik
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Uneg-uneg
  • Terminal
Logo Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Uneg-uneg
  • Terminal
Beranda Pojokan

Mendebat Secara Profesional Kaum yang Mematikan Centang Biru WhatsApp

Ajeng Rizka oleh Ajeng Rizka
2 Juli 2021
0
A A
ilustrasi Mendebat Secara Profesional Kaum yang Mematikan Centang Biru WhatsApp mojok.co

ilustrasi Mendebat Secara Profesional Kaum yang Mematikan Centang Biru WhatsApp mojok.co

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Pembahasan soal centang biru WhatsApp bukan hal baru, tapi dunia profesional sampai hari ini masih resah dengan fitur tersebut meski tujuan awalnya buat jaga privasi.

Sebelum memulai, saya mau mengklaim dulu kalau seumur hidup saya belum pernah mematikan centang biru WhatsApp meskipun sedang bertengkar heboh dengan mantan atau lupa bayar utang. Sepanjang perjalanan saya pakai WhatsApp, saya menemui rupa-rupa kepribadian orang yang memutuskan untuk mematikan centang biru atau notifikasi pesan sudah dibaca dengan berbagai alasan.

Saat jalan-jalan ke akun base di Twitter, baru-baru ini saya menemukan sekelompok netizen yang pada 2021 era modern 4.0 begini masih aja mempermasalahkan centang biru WhatsApp. Masalahnya, kali ini topik tersebut semakin kompleks karena melibatkan relasi dosen dan mahasiswanya. Oke, kita simak.

[cm] fren jangan lupa usahakan hidupkan centang biru ya kalo chat sama dosen:) pic.twitter.com/d51eBz2CEm

— COLLE (@collegemenfess) July 2, 2021

Beberapa dosen mungkin memang merasa jengah dengan ketidakpastian yang mereka dapatkan dari mahasiswa direpresentasikan dari matinya tanda centang biru. Mungkin pikir para dosen begini, “Idih, matiin centang biru, bikin PHP nih udah dibaca apa belum sih instruksi penugasannya. Duh, masa sih saya dibikin galau sama mahasiswa. Idih kalian pikir kalian siapa?” Kurang lebih begitu.

Sebab merasa tak nyaman dengan kegamangan menunggu balasan, para dosen akhirnya menganjurkan mahasiswanya untuk menghidupkan centang biru WhatsApp. Hmmm, mamam!

Baca Juga:

Kombes Pol Yuliyanto, Kabid Humas Polda DIY Tanggapi warganet yang garang di media sosial

Cara Kabid Humas Polda DIY Tanggapi Warganet yang Garang di Media Sosial

11 Januari 2023
Ruang Digital dan Partisipasi Politik Perempuan MOJOK.CO

Ruang Digital dan Partisipasi Politik Perempuan

7 Desember 2022

Sayangnya, dari kacamata mahasiswa, keputusan itu adalah privasi mereka. Banyak juga yang mengaku merasa cemas dan tidak tenang jika posisinya di balik. Si mahasiswa bisa cemas baca pesan yang sudah centang biru tapi tak kunjung dibalas, kebanyakan pesan tidak terbalas itu memang dari dosen. Katanya hal ini lebih bikin tidak nyaman.

Sebenarnya kalau mau diurut, masalah ini bakal abadi. Dari sisi penerima pesan kita bisa saja lebih dengan orang-orang yang nggak masalah centang birunya dihidupkan. Mereka mungkin orang-orang yang lebih terbuka dan nggak terkesan menyembunyikan sesuatu. Di sisi lain, sebagai pengirim pesan, kadang kita nggak ingin terlalu dikejar-kejar sama notifikasi pesan. Terutama bagi mereka yang sibuknya di luar nalar.

Seorang kawan pernah bercerita kepada saya perihal perasaan resahnya setiap menerima notifikasi. Notifikasi apa pun, nggak cuma WhatsApp atau telepon. Ponselnya sengaja ia matikan, hening tanpa suara, tanpa tanda getar. Ia benar-benar berada di titik tidak ingin dihubungi orang lain. Sikap ini akhirnya membuatnya menjadi penumpuk notifikasi. Hari ini malas buka pesan, besoknya masih malas, besok lusa masih malas, begitu terus sampai mood-nya bagus lagi. Dari satu sisi, ini memang hak setiap orang untuk menghilang sejenak dari peredaran tata surya. Tapi, saya tanya deh, mau sampai kapan?

Notifikasi memang menjemukan. Kawan saya yang tadi benar-benar merasa “notifikasi” adalah kehadiran orang lain yang tidak diharapkan ketika ia ingin sendiri. Namun, membuatnya tertumpuk adalah sebagian dari sikap egois karena nggak mau peduli apa pun yang terjadi. Keputusannya mematikan centang biru WhatsApp juga kristalisasi dari keinginannya untuk menghilang dari orang-orang.

Boleh lah jika kalian melakukan hal ini sekali dua kali saat ada masalah sampai benar-benar tenang. Tapi, kalau ada hubungannya dengan pekerjaan dan relasi kalian dengan dosen ini jadi fatal.

Dalam dunia kerja, kita bukan lagi seorang individu yang bisa peduli hanya pada diri kita sendiri. Ya sudah yang penting mengerjakan tugas lalu pulang. Kerja pulang. Kerja pulang. Secara profesional mematikan centang biru WhatsApp itu menjengkelkan. Bayangkan kalau ada klien yang menagih invoice, kalian mematikan centang biru dan nggak kunjung membalasnya. Bisa-bisa klien kapok bekerja sama. Urusan profesional kerja memang seringnya tidak mau peduli dengan urusan personal. Mau lagi cekcok sama ibu tiri atau menghindari tagihan debt collector, urusan deadline tetap jalan.

Setidaknya walau nggak menyalakan centang biru WhatsApp kita perlu memastikan bahwa kita bisa fast respons. Dan, saya tahu, ini justru semakin sulit. Beberapa orang butuh tau apakah pesannya sudah dibaca atau belum. Jika belum dibaca, ya sudah ditunggu. Jika sudah dibaca, tapi belum dibalas, nah ini patut dicurigai. Jika urusannya mendesak dan melibatkan kelancaran kerja rekan lain, saya rasa menyalakan centang biru adalah bentuk usaha paling minimal. Setidaknya sikap ini adalah bentuk lain menghormati orang lain yang berurusan dengan kita.

Menjaga “privasi” memang hak orang-orang. Tapi, jangan jadi penakut untuk sekadar menyalakan centang biru lah.

BACA JUGA Jangan Berteman dengan Dosen Pembimbing Skripsi di Facebook, Serius Jangan! atau artikel AJENG RIZKA lainnya.

Terakhir diperbarui pada 2 Juli 2021 oleh

Tags: centang birufitur whatsappmedia sosial
Ajeng Rizka

Ajeng Rizka

Penulis, penonton, dan buruh media.

Artikel Terkait

Kombes Pol Yuliyanto, Kabid Humas Polda DIY Tanggapi warganet yang garang di media sosial
Bertamu Seru

Cara Kabid Humas Polda DIY Tanggapi Warganet yang Garang di Media Sosial

11 Januari 2023
Ruang Digital dan Partisipasi Politik Perempuan MOJOK.CO
Podium

Ruang Digital dan Partisipasi Politik Perempuan

7 Desember 2022
delete message whatsapp mojok.co
Kilas

WhatsApp Perpanjang Delete Message hingga Dua Hari

10 Agustus 2022
rektor uii mojok.co
Kilas

Medsos Bisa Lahirkan Diktator dan Kubur Demokrasi

31 Mei 2022
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Mental Portugal, Gosok Voucher Penalti Ronaldo, dan Momen Kebangkitan Jerman

Dr. Rimawan Pradiptyo: Kenapa Relawan Covid-19 Menyerah?

Tinggalkan Komentar


Terpopuler Sepekan

Suara Hati Pak Bukhori, Penjual Nasi Minyak yang Dihujat Warganet - MOJOK.CO

Suara Hati Pak Bukhori, Penjual Nasi Minyak Surabaya yang Dihujat Warganet

24 Januari 2023
PO Haryanto Bikin Perjalanan Cikarang Jogja Jadi Menyenangkan MOJOK.CO

PO Haryanto Sultan Bantul Bikin Perjalanan Cikarang-Jogja Jadi Sangat Menyenangkan

27 Januari 2023
ilustrasi Mendebat Secara Profesional Kaum yang Mematikan Centang Biru WhatsApp mojok.co

Mendebat Secara Profesional Kaum yang Mematikan Centang Biru WhatsApp

2 Juli 2021
Suara Kader Muda NU untuk 100 Tahun NU / satu abad yang Gini-gini Aja MOJOK.CO

Suara Kader Muda NU untuk 100 Tahun NU yang Gini-gini Aja

28 Januari 2023
Suara Hati Petani di Gunungkidul Karena Monyet yang Marah Kena JJLS

Suara Hati Petani di Gunungkidul karena Monyet yang Marah Kena JJLS

26 Januari 2023
warung madura mojok.co

Tiga Barang Paling Laris di Warung Madura Menurut Penjualnya

27 Januari 2023
kecamatan di sleman mojok.co

5 Kecamatan Paling Sepi di Sleman yang Cocok untuk Pensiun

27 Januari 2023

Terbaru

BELAJAR NOISE DARI SEORANG WOTA

Belajar Noise dari Seorang Wota

31 Januari 2023
anak muda ngomongin pemilu

Pro Kontra Sistem Proporsional Tertutup di Mata Anak Muda

31 Januari 2023
koalisi perubahan

PKS Dukung Pencalonan Anies, Koalisi Perubahan Siap Berlayar?

31 Januari 2023
jabatan gubernur dihapus mojok.co

Sultan Tak Peduli Soal Usulan Cak Imin Menghapus Jabatan Gubernur

31 Januari 2023
Mencari Tempat Parkir di Jogja yang Tarifnya Rp1.000 MOJO.CO

Mencari Tempat Parkir di Jogja yang Tarifnya Rp1.000

31 Januari 2023
megawati puan

Teori Kelas Sendok Menjawab Mengapa Popularitas Puan Maharani Tinggi

31 Januari 2023
ekspor lato-lato mojok.co

Indonesia Ekspor Lato-Lato, Pengusaha Sumbar Kirim 7 Kwintal ke Malaysia

31 Januari 2023

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
DMCA.com Protection Status

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Kanal Pemilu 2024
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-Uneg
  • Movi
  • Kunjungi Terminal
  • Mau Kirim Artikel?

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In