Risiko Lahir di Negara Berkembang - Mojok.co
  • Cara Kirim Artikel
Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
    • Politik
    • Sosial
    • Tekno
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-uneg
  • Movi
  • Terminal
  • Kanal Pemilu
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
    • Politik
    • Sosial
    • Tekno
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-uneg
  • Movi
  • Terminal
  • Kanal Pemilu
Logo Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-uneg
  • Movi
  • Terminal
  • Kanal Pemilu
Beranda Pojokan

Risiko Lahir di Negara Berkembang

Nia Lavinia oleh Nia Lavinia
20 Januari 2019
0
A A
lahir di negara berkembang
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Menurut Bank Dunia, Indonesia ini masuk kategori negara berkembang. Terus emang kenapa kalau kita lahir di negara berkembang?

Sebagai seorang (((sarjana))) Ilmu Hubungan Internasional yang semasa kuliah doyan untuk tidur siang melakukan analisis politik luar negeri, belakangan ini saya terpitchoe untuk ikut berkomentar tentang isu HI yang sedang ramai dibahas seperti masalah utang luar negeri, investasi asing, dan terakhir–yang bikin saya ngekek–pernyataan Prabowo yang bilang Indonesia negara berkembang yang sejajar dengan Rwanda.

Kalau kalian belum tahu, Rwanda itu negara di benua Afrika, tetangganya Wakanda wakakakakaka. Oke bercanda.

Karena di sini saya akan bahas dinamika dan teori-teori politik internasional yang ndakik-ndakik, saya sarankan bacanya sambil pegangan. Kalau misal nggak kuat boleh langsung dadah-dadah ke kamera kok (?) Eh, kok malah kayak nonton uka-uka.

Sik, sik. sebelum ngorbrol jauh-jauh, kita harus menyamakan persepsi terlebih dahulu mengenai definisi negara berkembang atau yang kerennya disebut developing country.

Jadi, menurut PBB, definisi negara berkembang adalah… tidak ada definisinya wqwq. Alias nggak ada kesepakatan bersama mengenai apa sich negara berkembang itu.

Baca Juga:

Sejarah Indonesia 100 Tahun Lalu: Dari Pembuangan Tan Malaka hingga Keluarnya Muhammadiyah dari Barisan Sarekat Islam

Sejarah Indonesia 100 Tahun Lalu: Dari Pembuangan Tan Malaka hingga Keluarnya Muhammadiyah dari Barisan Sarekat Islam

2 Januari 2023
pulau pasir mojok.co

Polemik Pulau Pasir di NTT yang Jadi Milik Australia

26 Oktober 2022

Ya jangankan bikin definisi besar, cari kesepakatan siang ini mau makan apa aja susah betul bosque~ Tapi, meskipun nggak ada definisi bersamanya, Negara berkembang itu bisa diukur dengan sebuah standar yang dibuat oleh Bank Dunia.

Katanya Bank Dunia, suatu negara disebut negara berkembang atau negara maju dilihat dari beberapa aspek. Tapi, ukuran yang paling utama adalah tingkat industrialisasi dan pendapatan perkapita (jumlah pendapatan negara dibagi jumlah populasi). Betul~ini jelas standar tapir kapitalis~

Negara maju itu, kata Bank Dunia adalah negara yang pendapatan perkapitanya di atas $12,237 per tahun. Kalau dirupiahkan, pendapatan per orang di negara tersebut harus mencapai sekitar Rp174,145,358 per tahun alias Rp14,5 juta per bulan.

Nah, itu negara maju.

Sementara Indonesia, yang pendapatan perkapitanya hanya $3,486 atau Rp49,609,440 per tahun alias Rp4,1 juta per bulan yaa sudah betul kata Prabs masuk negara berkembang.

Terus kalau Indonesia masuk kategori negara berkembang emang salah siapa? Salah gue? Salah ibu bapak gue? Helloww, satu-satunya yang harus disalahkan kalau kita misqueen sampai saat ini adalah…

Awalnya dari huruf P!

Bukan, bukan Pak Harto, tapi Penjajah! Ha ha ha.

Coba bayangkan kalau Indonesia nggak dijajah oleh Belanda. Kita pasti bakal jadi negara maju (kalau ukurannya ekonomi doang) kalau VOC nggak bawa kabur kekayaan negara yang jumlahnya 107.037,1 Triliun. Mon maap itu meskipun udah dibagi 250 juta penduduk Indonesia, saya saja masih bingung 0 nya ada berapa. Iya… saking banyak 0-nya.

Tapi ya mau gimana lagi, nasi sudah menjadi tahi di WC. Mau nggak mau, karena dosa masa lalu Orang Indonesia harus menjalani takdir sebagai orang yang lahir di negara berkembang. Ya mau gimana lagi je, mau pindah juga pada nggak punya duit buat ke luar negeri kan??

Seperti yang disesalkan Prabowo, lahir di negara berkembang itu menyebalkan. Banyak ujian dan cobaan yang harus kita jalani. Nih saya sebutin beberapa:

Pertama, karena lahir di negara berkembang, Orang Indonesia jadi terbiasa menertawakan kemiskinan yang membuat kita hobi banget ngetawain jokes receh. Padahal kan, jokes receh itu cringe banget :((

Coba kalau kita lahir di negara maju, saya yakin kita nggak akan jadi masyarakat receh karena nggak pernah dengar kata “receh” soalnya uangnya selalu dalam bentuk lembaran dolar. Kalau nggak kenal kata “receh”, logikanya kita nggak mungkin ngetawain dan ngeluarin jokes receh, kan??

Lagian, kita (hah, kita??) orang Indonesia nih saking misqueennya berkembangnya, demen banget sama receh. Uang Rp100 perak aja tetap mamak-mamak hargai dengan nasehat “Duit sejuta kagak bakal jadi sejuta kalau nggak ada 100 perak, Dul!”

Yeilah, Makk. itu duit tinggal ditambah 1000 udah jadi sejuta lebih 900!

Tapi menghargai uang receh ini kebiasaan bagus sih. Nyari uang itu susah, Dul. Harus ingat kalau kita kagak bisa berak duit, meskipun itu duit 100 perak.

Kedua, risiko lahir di negara berkembang, bikin kita jadi punya mental suka minta.

Ya lihat aja kalau ada orang jalan-jalan, kita pasti suka minta oleh-oleh. Kalau ada orang ulang tahun minta traktiran, sampai kalau ada orang punya barang aneh, itu barang pasti dikerubungin sambil bilang “Ihhh apa ituuu? Minta dong minta dong minta dong” Sampai akhirnya tu barang abis.

Dan kebiasaan suka mental ini bikin kita punya prinsipnya minta lebih baik daripada beli sendiri. Punya makanan aja dibilangin “lebih enak” kalau dapat hasil minta karena gratisss!

Katanya, makanan jadi lebih enak kalau minta karena ada rasa kebersamaan yang tidak didapatkan ketika beli sendiri, lalu makan sendiri.

MON MAAP RASA KEBERSAMAAN SIH RASA KEBERSAMAAN, TAPI YA JANGAN NGABISIN JUGA, DUL.

Risiko ketiga, lahir di negara berkembang adalah kita lebih sering sambat. Ya gimana nggak mau sambat, hidup dengan rata-rata penghasilan Rp4,1 juta per bulan bikin kita susah beli rumah, susah beli kendaraan, dan yang paling nyebelin, susah beli cangkem tetangga yang hobi amat ngomentari hidup kita. Hadehhh, sambat meneh.

Jangan jauh-jauh beli barang-barang mewah je, beli sepatu dan baju aja, kadang sengaja dilebihin ukurannya supaya bisa “kepakai lebih lama” :((.

Tapi di sisi lain, kita harus bersyukur juga sih lahir di negara berkembang. Risiko positif yang kita dapatkan adalah kita lahir di tempat yang punya kebiasaan saling membantu satu sama lain. Nggak individualis kayak orang-orang di negara maju.

Buktinya, semiskin-miskinnya orang Indonesia, hampir jarang sekali kita dengar orang mati kelaparan. Di banyak tempat, kita masih bisa menemukan orang-orang desa saling berbagi makanan.

Bahkan bukan cuman perkara makanan, mau pesta pernikahan atau bangun rumah pun, masih banyak warga desa bergotong royong untuk saling membantu. Patungan menyumbang kayu, batu-bata, hingga genteng.

Risiko lahir di negara berkembang adalah membiasakan diri saling membantu karena kita berharap orang lain akan melakukan hal yang sama ketika giliran kita yang membutuhkan bantuan. Semangat saling membantu inilah yang membuat orang Indonesia terkenal dermawan.

Mon maap nih ya, kebaikan hati jenis ini tuh nggak masuk diperhitungan kekayaan ala Bank Dunia. Coba kalau kita nggak pakai standar tapir kapitalis, saya yakin Indonesia ini masuk ke dalam negara paling maju! Lha wong, jangankan berbuat kebaikan, berbuat kejahatan kayak korupsi aja kita gorong royong kok!!1!

Terakhir diperbarui pada 20 Januari 2019 oleh

Tags: Indonesianegara berkembangworld bank
Nia Lavinia

Nia Lavinia

Mahasiswa S2 Kajian Terorisme, Universitas Indonesia.

Artikel Terkait

Sejarah Indonesia 100 Tahun Lalu: Dari Pembuangan Tan Malaka hingga Keluarnya Muhammadiyah dari Barisan Sarekat Islam
Esai

Sejarah Indonesia 100 Tahun Lalu: Dari Pembuangan Tan Malaka hingga Keluarnya Muhammadiyah dari Barisan Sarekat Islam

2 Januari 2023
pulau pasir mojok.co
Luar Negeri

Polemik Pulau Pasir di NTT yang Jadi Milik Australia

26 Oktober 2022
Mengenal Etilen Glikol dan Dietilen Glikol dalam Sirop Obat yang Memicu Gagal Ginjal mojok.co
Kesehatan

Mengenal Etilen Glikol dan Dietilen Glikol dalam Obat Sirup yang Memicu Gagal Ginjal

21 Oktober 2022
Agoes Salim: Si Jenius Tak Berdarah Biru Dan Sang Organisatoris
Movi

Agoes Salim: Si Jenius Tak Berdarah Biru dan Sang Organisatoris

17 Juli 2022
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
lirik lagu

Pertarungan Lintas Generasi Melawan Rezim Lirik Lagu

Tinggalkan Komentar


Terpopuler Sepekan

sekolah kedinasan mojok.co

10 Sekolah Kedinasan yang Paling Ramai dan Sepi Peminat

22 Maret 2023
lahir di negara berkembang

Risiko Lahir di Negara Berkembang

20 Januari 2019
Toyota Fortuner Membuat Saya Kesulitan Menahan Ego di Jalan Raya MOJOK.CO

Toyota Fortuner Membuat Saya Kesulitan Menahan Hawa Nafsu di Jalan Raya

18 Maret 2023
Derita Mahasiswa yang Kampusnya Tutup Tiba-tiba: Mimpi Kami Punya Ijazah Musnah. MOJOK.CO

Derita Mahasiswa yang Kampusnya Tutup Tiba-tiba: Mimpi Kami Punya Ijazah Musnah 

23 Maret 2023
Samsung Galaxy A Series Android Terbaik MOJOK.CO

Samsung Galaxy A Series: Seri Terbaik untuk Kelas Midrange Android

21 Maret 2023
universitas brawijaya mojok.co

15 Jurusan yang Sepi Peminat di Universitas Brawijaya, Tingkat Ketetatannya Rendah!

23 Maret 2023
Honda Supra X 125 Tetap Juara di Pelosok Indonesia MOJOK.CO

Honda Supra X 125: Tetap Juara di Pelosok Indonesia

20 Maret 2023

Terbaru

kuliah politik di masjid

Jadwal Kuliah Umum Masjid Kampus UGM Selama Ramadan, Intens Bahas Politik

25 Maret 2023
rekomendasi 5 drakor politik

Rekomendasi 5 Drakor Bertema Politik, Cocok Buat Maraton Nunggu Buka Puasa!

25 Maret 2023
ciuman saat puasa mojok.co

Hukum Mencium Pasangan saat Puasa, Bikin Batal?

25 Maret 2023
perguruan tinggi muhammadiyah mojok.co

5 Perguruan Tinggi Muhammadiyah Terbaik di Indonesia

25 Maret 2023
Ketum PP, Muhammadiyah, Haedar Nashir menyampaikan komentar terkait larangan bukber pejabat di UMY, Jumat (24/03/2023). MOJOK.CO

Kata Ketua PP Muhammadiyah tentang Larangan Bukber Pejabat dan ASN

25 Maret 2023
Duduk perkara penutupan patung Bunda Maria di Kulon Progo. MOJOK.CO

Duduk Perkara Penutupan Patung Bunda Maria di Kulon Progo

24 Maret 2023
alan Sunyi Kiai Bonokeling di Banyumas yang Sengaja Dibuat Menjadi Misteri Abadi. MOJOK.CO

Jalan Sunyi Wangsa Bonokeling di Banyumas yang Sengaja Menjadikan Leluhur Sebagai Misteri Abadi

24 Maret 2023

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
DMCA.com Protection Status

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Kanal Pemilu 2024
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
    • Sosial
    • Tekno
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-Uneg
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In