MOJOK.CO – Sesungguhnya, ada beberapa hal yang cukup mengganggu dalam urusan pacaran dengan teman sekantor atau sekelas. Kira-kira, ini tuh cinta lokasi atau cinta sejati, sih?!
Sewaktu SMA, saya pernah punya pacar teman sekelas—mungkin kamu pun begitu. Apakah rasanya menyenangkan? O, tentu saja!
Yang membahagiakan dari berpacaran dengan teman sekelas adalah saya jadi bisa melihatnya—si pujaan hati—setiap hari, mengagumi betapa senyumnya sungguh menggemaskan dan betapa pintarnya ia menyelesaikan soal-soal Biologi.
Tapi di lain waktu, saya menyadari betul bahwa saya harus menjaga sikap baik-baik: tidak tertawa berlebihan saat sedang bergosip dengan teman-teman perempuan, tetap melek dan memperhatikan penjelasan guru yang membosankan walau rasanya ingin tidur diam-diam, hingga merasa malu luar biasa kalau harus mengikuti remidi ulangan Fisika karena cuma dapat nilai 63. Demi apa saya merasakan itu? Ya demi si kekasih!
Kebutuhan untuk “jaga image” ini menjadi refleks mutlak karena saya—dan mungkin kamu-kamu sekalian—kadung merasa “diawasi” oleh sang kekasih. Sialnya, saya malah nggak kapok. Di usia yang lebih dewasa (cieee dewasaaaa~), saya mencoba pacaran level berikutnya: pacaran dengan teman sekantor.
Agar lebih menantang, pacar yang satu kantor ini berada di satu divisi yang sama dengan saya. Satu ruangan! Duduk berhadap-hadapan, pula! Kurang intim apalagi, coba??!
Apakah rasanya menyenangkan? O, tentu saja, lagi-lagi, akan saya jawab dengan satu kata: “Iya!”. Bahkan, selama sekian waktu, saya meyakini ini bukan sekadar cinta lokasi, melainkan…
…cinta sejati!!!
Tapi, tunggu dulu, gaes-gaesku. Perlu kita ingat, manusia adalah tempatnya kesalahan-kesalahan bernaung, begitu pula dengan saya. Setelah dimabuk cinta teman sekantor, sampailah saya pada titik refleksi. Bukan, bukan pijat refleksi—maksud saya adalah refleksi diri sambil evaluasi, gitu.
Nyatanya, harus diakui, pacaran dengan teman sekantor ataupun teman sekelas memang tidak seasyik itu.
[!!!!!11!!!!!!1!!!!]
Ya, selain perkara masing-masing pihak harus jaga image, ada beberapa hal yang cukup mengganggu dalam urusan pacaran dengan teman sekantor atau sekelas. Levelnya pun bervariasi, mulai dari yang mengganggu sedikit hingga mengganggu banget, bahkan berpotensi merusak apa yang sudah kamu bangun bersamanya. Eaaa~
Pertama, pacaran dengan teman sekantor atau sekelas bisa menggoyahkan konsentrasi bekerja maupun belajar.
Mau gimana lagi: ha wong belajar pas nggak ada pacar aja kita suka nggak konsentrasi, apalagi kalau ada pacar?! Selain itu, pacaran dengan teman sekantor cenderung akan mendorong kita mengeluarkan putusan-putusan subyektif.
Sebagai contoh, kalau harusnya sebuah proyek menjadi tanggung jawab pacar kita, eeeh kita pun akhirnya mengambil alih dengan tujuan meringankan beban kekasih hati. Kalau ada kesalahan-kesalahan yang diambil oleh pacar, kita pun akan rela meng-cover-nya dengan alasan cinta (hueeek, mamam tuh cinta!).
Yaaaah, ujung-ujungnya, ketidakkonsentrasian ini akan menjadikan kita sebagai manusia yang tidak tekun belajar dan profesional bekerja, Beb.
Kedua, pacaran dengan teman sekantor atau sekelas menjadikan diri kita dan pasangan sebagai “konsumsi publik”.
Waktu pacar lagi pinjem pulpen atau kita lagi nanyain kerjaan, teman-teman akan refleks bersuara, “Cieeeeee.”
Mulanya, sih, lucu. Kita bahkan merasa tersanjung karena merasa diakui sebagai pasangan oleh si pacar, tapi lama-lama, capek juga dicie-ciein, ya?
Selain perkara cie-cie, keadaan kita dan si pacar juga menjadi sorotan. Kalau terlalu mesra, teman-teman kelas atau kantor tentu jadi kurang nyaman bahkan keki pada kita dan pacar. Maksud saya, nggak perlulah kita bilang “Selamat pagi” sambil cium kening di depan teman-teman satu kantor, ya kan???
Saat bertengkar dengan pacar, segalanya juga tak kalah ruwet. Kita yang terbakar emosi harus pintar-pintar bersikap netral saat di kantor—yang merupakan tindakan berat dan sulit dilakukan, apalagi kalau kita dan pacar ada di satu divisi, satu ruangan, pula. Hadeeeeeh!
Kalau sudah begini, bersiap-siaplah menjadi konsumsi publik di kalangan teman kantor atau teman sekelas. Gosip-gosip tak sedap bisa saja menyerangmu dan pacar, apalagi kalau sebenarnya ada yang tidak suka pada hubungan kalian (langsung terdengar backsong lagu mengerikan ala-ala sinteron).
Ketiga, bersiaplah menerima kemungkinan jika ini memang bukan cinta sejati, tapi hanya cinta lokasi.
Jadi gini, sohib-sohib-yang-tengah-merajut-cinta-dengan-teman-sekantor-dan-teman-sekelas: pahamilah bahwa selalu ada kemungkinan bahwa cintamu dan pacar bertahan hanya karena berada di ruangan yang sama.
[!!!!!11!!!!!!1!!!!]
Mungkin, kita suka sekali mengingat-ingat perkenalan pertama dengan pacar, sebagaimana si pacar selalu senyum-senyum sendiri mengenang momen pertama dirinya menggandeng tangan kita sepulang kerja lembur malam-malam. Maksud saya, semuanya memang terasa indah, kan?
Banyak orang berpendapat bahwa pacaran dengan teman sekantor atau sekelas bakal menimbulkan perasaan bosan karena bertemu setiap hari. Dikit-dikit, ketemunya dia lagi, dia lagi. Apalagi kalau kita pacaran saat masih SMA: udah mah ketemunya dia lagi, dia lagi, eh bajunya itu-itu doang, pula!!!
Ya mau gimana lagi, namanya juga pakai seragam sekolah. Hehe.
Tapi, yang perlu diwaspadai adalah…
…bisa saja cinta kita dan si pacar justru terancam saat salah satu dari kita keluar dari ruangan kerja maupun ruangan kelas tadi.
[!!!!!11!!!!!!1!!!!]
Ya, gaes-gaesku. Bukan tidak mungkin, seseorang akan menemukan cinta lain di luar sana, atau—yang lebih menyakitkan—justru mencari cinta baru di kantor atau kelas yang sudah ditinggalkan oleh pasangannya.
Percaya, deh, kemungkinan itu selalu ada. Oh, dan kalau terjadi, rasanya sakit sekali.
Hati-hati, ya.