Kalah Perang di Tanah Perantauan - Mojok.co
  • Cara Kirim Artikel
Mojok
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Terminal
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Terminal
  • Movi
  • Podcast
Logo Mojok
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
  • Kilas
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Terminal
  • Movi
  • Podcast
Home Pojokan

Kalah Perang di Tanah Perantauan

Agus Mulyadi oleh Agus Mulyadi
20 Juli 2020
0
A A
transmigrasi
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

Saya tak ingat saya masih berusia berapa saat itu. Yang jelas saya masih SD kelas 1, 2, atau 3. Saya datang bersama ibu dan adik saya ke sebuah sekolah. Tak ada siswa di sana, sebab memang hari minggu. Sekacau-kacaunya bangsa ini, belum ada siswa dan guru yang cukup rajin —atau cukup bodoh— sehingga sampai masuk sekolah di hari minggu.

Di sekolah itulah, saya, ibu, dan adik saya akan melepas keluarga Pakdhe saya yang akan bertransmigrasi ke Kalimantan. Dari halaman sekolah itulah, dua bus besar bakal mengantar belasan keluarga untuk berpetualang menjalani hidup di pulau yang baru. Pulau yang tentu saja masih asing bagi mereka.

Pakdhe saya namanya Dul. Saya tak tahu nama lengkapnya, dan memang saya tak terlalu ingin tahu.

Pakdhe Dul adalah lelaki dengan tampang yang bersahabat. Setidaknya, itulah yang masih bisa saya ingat darinya di masa ketika saya masih kecil. Ia punya dua orang anak. Satu lelaki, satu perempuan. Yang lelaki namanya Mifron, sedangkan yang perempuan saya lupa namanya.

Di Magelang, Pakdhe Dul punya sebuah rumah yang sederhana. Rumah kayu berukuran tak seberapa dengan sungai berair jernih yang mengalir di sebelahnya. Sungai yang membuat rumah Pakdhe Dul menyerupai deskripsi kitab suci atas surga: mengalir di bawahnya sungai-sungai.

Baca Juga:

6 Cara Mencegah Toxic Relationship Dalam Keluarga

Konsep Transmigrasi Sudah Kuno, Kemendes Terapkan Transpolitan

Tak Ada Ruang Gratis untuk Anak Muda, Klitih di Jogja Makin Menggila

Kelak, surga itu ternyata ditinggalkan oleh Pakdhe Dul. Ia, sudah mengambil keputusan. Ia sadar bahwa hidup adalah pertaruhan. Dan mempertaruhakan surga yang kecil itu adalah salah satu keputusan yang besar dan berani bagi Pakdhe Dul. Tentu saja, di tanah yang baru, ia berharap bisa membangun dan mendapatkan surga yang jauh lebih baik ketimbang surganya yang kecil di Magelang itu.

Dan ketika pertaruhan itu diambil, saya ikut menjadi saksi dan bahkan mengantarkan keputusannya.

Saya bersalaman dengan Pakdhe Dul sesaat sebelum berangkat. Saya bersalaman juga dengan Budhe Dul, dan dua anaknya itu. Kami berpelukan seperti seorang keluarga melepas sanaknya yang tentara untuk berangkat perang. Pada kenyataanya, yang terjadi memang demikian. Pakdhe Dul memang seorang tentara yang akan berangkat perang menghadapi musuh yang tidak punya senapan namun tetap sama-sama mematikan. Musuh yang bukan hanya bakal menembak tubuh, namun juga menembak harga diri.


Saat bus yang mengantarkan para pejuang itu benar-benar berangkat, saya melirik ibu saya. Ia menangis. Kesedihan yang tentu saja sangat beralasan karena ia bakal ditinggal oleh kakak lelakinya.

Saya tak tahu apa itu transmigrasi saat itu. Yang saya tahu, dari penjelasan ibu saya, Pakdhe Dul dibelikan rumah dan tanah oleh pemerintah dan boleh mengolahnya sesuka hatinya. Kata ibu, di tanahnya yang baru, Pakdhe bakal menanam singkong dan semangka yang banyak sekali. Ia akan membawakannya barang satu atau dua gelundung kalau kelak ia pulang saat lebaran.

Bertahun-tahun kemudian, tak pernah ada kabar tentang Pakdhe Dul. Orangtua pakdhe alias nenek saya berkali-kali menanyakan nasib anaknya itu, namun tentu saja selalu jawaban kosong yang ia dapatkan. Pakdhe Dul tak pernah pulang saat lebaran.

Ketidakpulangannya yang terus menerus itu membuat kami kemudian tak pernah terlalu berharap pada kepulangannya.

Dua tahun lalu, Pakdhe Dul mendadak pulang. Ia pulang sendirian, tidak dengan istri dan dua anaknya.

Ia tak membawa banyak uang. Juga tak membawa satu atau dua gelundung semangka.

Kepada nenek, ia berkata, di tanah perantauan, hidupnya sulit, sehingga untuk beli tiket pulang untuk satu keluarga saja rasanya sungguh berat. Itulah kenapa ia hanya pulang sendirian, sekadar melepas kangen pada tanah kelahiran dan juga pada sanak saudaranya di kampung yang sudah benar-benar tak tertahankan.

Pakdhe hanya tinggal satu hari di Magelang. Di hari kedua, ia pulang kembali ke tanah transmigrasinya.

“Tinggallah lebih lama di sini, Kang,” kata Ibu saya di malam saat Pakdhe mengatakan bahwa esok ia akan pulang. “Seminggu lagi, biar kangennya tuntas, marem.”

Tapi Pakdhe tetap kukuh pada pendiriannya.

Saya paham betul dengan keputusannya itu. Ia sudah kalah dalam perang. Dan sebagai lelaki, jiwa kelelakiannya pasti terusik saat kekalahannya ditatap lekat-lekat dan lama.

Pada akhirnya, saya dan ibu saya harus kembali melepas Pakdhe Dul. Ibu saya masih seperti yang dulu. ia tetap menangis. Namun kali ini dengan tangis yang tampaknya lebih deras dari tangis pada pelepasan yang sebelumnya.


Dan pada pelepasannya kali ini, saya masih berharap semoga kelak Pakdhe Dul pulang dan membawakan saya satu atau dua gelinding semangka.

Tags: keluargaperantauantransmigrasi
Agus Mulyadi

Agus Mulyadi

Blogger, penulis partikelir, dan juragan di @akalbuku. Host di program #MojokMentok.

Artikel Terkait

toxic relationship mojok.co

6 Cara Mencegah Toxic Relationship Dalam Keluarga

21 Juli 2022
kemendes mojok.co

Konsep Transmigrasi Sudah Kuno, Kemendes Terapkan Transpolitan

20 Mei 2022
Klitih mojok.co

Tak Ada Ruang Gratis untuk Anak Muda, Klitih di Jogja Makin Menggila

1 Januari 2022
Sebelum Listrik PLN Masuk Kampung Saya: Lebih Baik Nyalain Diesel daripada Mengutuk Kegelapan

Sebelum Listrik PLN Masuk Kampung Saya: Lebih Baik Nyalain Diesel daripada Mengutuk Kegelapan

3 September 2021
Irna Kehilangan Ibu, Nisa Kehilangan Ayah, Mereka Kini Jadi Penopang Keluarga

 Irna Kehilangan Ibu, Nisa Kehilangan Ayah, Mereka Kini Jadi Penopang Keluarga 

22 Agustus 2021
Rindu Rumah Para Penyintas Broken Home

Rindu Rumah Para Penyintas Broken Home

21 Juli 2021
Pos Selanjutnya
Alasan Kenapa Prabowo Adalah ‘Koentji’ dalam Pemerintahan Jokowi

Alasan Kenapa Prabowo Adalah ‘Koentji’ dalam Pemerintahan Jokowi

Komentar post

Terpopuler Sepekan

transmigrasi

Kalah Perang di Tanah Perantauan

20 Juli 2020
Kereta Cepat Jakarta Bandung Sumber Petaka Masa Depan: Indonesia Dicaplok, Cina Menang Banyak MOJOK.CO

Kereta Cepat Jakarta Bandung Sumber Petaka Masa Depan: Indonesia Dicaplok, Cina Menang Banyak

8 Agustus 2022
Asrama mahasiswa Sumatra Selatan, Pondok Mesudji dalam sengketa di pengadilan. Mahasiswa menilai ada campur tangan mafia tanah.

Mahasiswa Sumsel di Asrama Pondok Mesudji Jogja Terancam Pergi karena Mafia Tanah

11 Agustus 2022
Lampu merah terlama di Jogja. (Ilustrasi Ega Fansuri/Mojok.co)

Menghitung Lampu Merah Terlama di Jogja, Apakah Simpang Empat Pingit Tetap Juara?

9 Agustus 2022
Kisah Bagaimana Gus Dur “Membela” Karya Salman Rushdie MOJOK.CO

Kisah Bagaimana Gus Dur “Membela” Karya Salman Rushdie

14 Agustus 2022
Kereta Cepat Jakarta Bandung: Ketika Jokowi dan Indonesia (Hampir) Tak Punya Daya Tawar MOJOK.CO

Kereta Cepat Jakarta Bandung: Ketika Jokowi dan Indonesia (Hampir) Tak Punya Daya Tawar

15 Agustus 2022
pola pengasuhan anak mojok.co

Psikolog UGM Jelaskan Tipe Pola Asuh yang Bisa Berdampak pada Hasil Akademik Anak

5 Agustus 2022

Terbaru

bakteri e-coli ada di sumur di Jogja

Sumur di Jogja Mengandung Bakteri E-Coli, Masyarakat Diimbau Olah Air dengan Benar

16 Agustus 2022
narapidana di lp wirogunan mojok.co

1.099 Warga Binaan Peroleh Remisi, Wajah LP Wirogunan Kini Lebih Humanis

16 Agustus 2022
Psikolog Jelaskan Empat Strategi Digital Parenting

Psikolog Jelaskan Empat Strategi Digital Parenting

16 Agustus 2022
alfamart mojok.co

Karyawan Diancam UU ITE, Alfamart Tunjuk Hotman Paris sebagai Pengacara

15 Agustus 2022
Kiki Ucup: Pestapora, Lagu 2000an, hingga Musisi Reunian

Kiki Ucup: Pestapora, Lagu 2000an, hingga Musisi Reunian

15 Agustus 2022

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
DMCA.com Protection Status

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
  • Mau Kirim Artikel?
  • Kunjungi Terminal

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In