ADVERTISEMENT
  • Cara Kirim Artikel
Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Persona
    • Seni
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Memori
    • Olah Raga
    • Pendidikan
    • Politik
    • Sosial
    • Tekno
    • Transportasi
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-uneg
  • Movi
  • Terminal
  • Kanal Pemilu
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Persona
    • Seni
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Memori
    • Olah Raga
    • Pendidikan
    • Politik
    • Sosial
    • Tekno
    • Transportasi
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-uneg
  • Movi
  • Terminal
  • Kanal Pemilu
Logo Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-uneg
  • Movi
  • Terminal
  • Kanal Pemilu
Beranda Pojokan

Cara Mengkritik Jokowi Tanpa Takut Disebut sebagai Kampret

Audian Laili oleh Audian Laili
10 November 2018
0
A A
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Situasi politik Indonesia sedang panas. Masyarakat terbelah menjadi dua. Jika kita mengkritik Jokowi, serta merta akan disebut sebagai Kampret.

Susah juga menjadi warga negara yang ingin menjalankan demokrasi di sebuah negara yang saat ini pilihan politiknya hanya terbelah menjadi dua kubu. Kalau kamu mengkritik Prabowo berarti kamu Cebong. Sedang kalau kamu mengkritik Jokowi berarti kamu Kampret. Sesederhana itu.

Namun masalahnya, kita tidak dapat setaklid itu dalam memilih seorang pemimpin. Bagaimanapun juga seorang pemimpin kan masih manusia. Pasti ada dong kesalahannya. Nah, supaya dia dapat mengambil keputusan dengan lebih tepat dan seksama, diperlukan masukan dan kritikan untuk kebahagiaan semuanya.

Sayangnya, dalam situasi yang sedang panas-panasnya ini, ketika kita ingin mengkritik Jokowi—yang saat ini masih menjabat sebagai Presiden—serta merta langsung dituduh sebagai Kampret. Atau dituduh simpatisannya “kubu sebelah” yang cuma bisa ngritik doang tapi nggak bisa ngasih solusi konkret. Dan seterusnya, dan seterusnya.

Ini adalah sesuatu yang menyebalkan. Apakah sebagai pendukung memang harus se-militan itu? Oke oke saja dengan keputusan yang didukung dan memilih bungkam untuk memberikan catatan perbaikan. Iya? Hooh?

Aduh mama sayange, kondisi semacam ini kan jadi nggak enak ya. Kita yang sebenarnya sangat sayang dengan negara ini dan tidak ingin hancur begitu saja—sehingga pengin memberi masukan kepada Bapak Presiden yang terhormat—dituduh sebagai antek kubu lawan. Sebetulnya masalah dituduh ini tidak menjadi masalah. Namun yang terjadi kemudian, dengan dituduh seperti itu, lantas apapun yang kami katakan, nggak bakal dipercaya dan hanya dianggap sebagai angin lalu.

Baca Juga:

Orang-orang yang Bahagia Melihat Akad Kaesang dan Erina dari Seberang Jalan MOJOK.CO

Orang-orang yang Bahagia Melihat Akad Kaesang dan Erina dari Seberang Jalan

10 Desember 2022
Toko bunga di kotabaru masih sepi dari pesanan pernikahan Kaesang-Erina

Jelang Rangkaian Akad Nikah Kaesang-Erina, Toko Bunga di Jogja Masih Sepi Pesanan

5 Desember 2022

Untuk kamu para pendukung Jokowi ataupun tidak mendukung salah satu pasangan, namun mengharapkan kenyamanan yang lebih paripurna dalam berjalannya negara ini. Kami punya beberapa saran yang dapat kamu lakukan. Supaya tetap dapat mengkritik Jokowi namun tidak ingin disebut sebagai Kampret. Apa sajakah itu?

Pertama, kita tahu bahwa kedua anak lelaki Jokowi yakni Gibran dan Kaesang memilih jualan makanan. Gibran terkenal dengan Makobar-nya, sedangkan Kaesang terkenal dengan Sang Pisang-nya. Kedua makanan ini tentu sangat hits bagi kaum milenial—seperti saya. Konon katanya, keduanya punya ‘warung perwakilan’ yang ditempatkan di berbagai kota di Indonesia.

Tentu kita dapat memanfaatkan warung perwakilan itu dengan sebaik-baiknya sebagai sarana mengkritik bapaknya. Namun saya sarankan beli ke warungnya Kaesang saja. Soalnya Kaesang terlihat lebih ramah dibanding Gibran. Jadi daripada dimarahin serta untuk meminimalisir risiko, mending ke Kaesang saja. Gitu.

Supaya kita tidak disebut Kampret, lakukan hal sederhana ini, yakni beli Sang Pisang secukupnya—beli banyak juga boleh kalau ada duitnya. Lalu foto se-epic mungkin, plus wajah selfie kita juga tidak apa-apa biar lebih mantab. Kemudian upload ke Twitter—Fyi, Kaesang lebih komunikatif di Twitter, tuliskan caption dengan me-mention Kaesang, “Kaesang, Sang Pisangnya enak nih, taburan keju di atasnya mantab banget. Oh iya, titip salam buat bapak ya, tolong sampein kok tarif dasar listrik semakin mahal ya. Padahal kan nggak bisa gitu, bla bla bla. Makasih ya. Sukses terus buat Sang Pisang.” Dijamin, bakal di-retweet sama Gibran pakai akun @chilli_pari nya.

Kedua, kalau yang ini sepertinya butuh modal lebih besar dan nggak sesederhana seperti saran sebelumnya. Jadi begini, kumpulkan uang sebanyak-banyaknya. Sewa salah satu baliho besar di perempatan lampu merah. Minta tolong temanmu yang bisa desain kalau kamu nggak bisa desain dan butuh desain yang ciamik. Namun sebetulnya dalam hal ini desain tidak penting. Kalaupun kamu desain sendiri dengan bantuan WordArt ataupun Paint saja, menjadi tidak masalah.

Yang terpenting, asalkan di dalam baliho tersebut terpampang tulisan yang jelas dibaca, seperti ini, “Menteri Puan Maharani bekerja sangat hebat. Sampai-sampai selamat dari reshuffle. Sungguh, Nawacita sukses besar.”

Ketiga, jika memang kamu tidak punya modal dan nyali sebesar itu. Kamu bisa lakukan dengan cara yang lebih sederhana hanya dengan memanfaatkan sosial mediamu—yang katanya gratis itu. Atau justru kamu malah bisa mendapatkan honor, kalau ditulis dengan rapi sepanjang 800-1000 kata dan dikirimkan ke email [email protected] disertai nama dan nomer rekeningnya. Namun jika kamu tidak terlalu bernyali sebab takut kalah saingan dengan penulis lainnya, ya sudah share di Facebook, Twitter, atau Instagram-mu juga bisa.

Intinya, kamu tulis sebuah surat terbuka. Berbicara dengan baik-baik, dari hati ke hati. Tidak menggunakan kemarahan, tidak menggunakan cacian. Cukup menulis dengan kalimat yang santun dan mengeluhkan tentang e-KTP yang tak kunjung ada wujudnya, biaya sekolah yang semakin mahal, intoleransi yang semakin menjadi, dan segala keresahanmu lainnya yang meminta pemerintah untuk melakukan sesuatu.

Keempat, jika tingkat kemangkelan-mu pada Jokowi sudah mencapai ubun-ubun. Lantas kamu merasa ingin mengeluarkannya dengan sumpah serapah supaya lega, namun tetap tidak ingin disebut sebagai seorang Kampret. Tenang saja, Mojok Institute punya solusinya.

Marah-marah saja kepada Jokowi secara terbuka. Mau pakai demo kek, mau pakai video kek. Ter-se-rah. Namun, supaya kamu tidak dituduh sebagai Kampret, pakai saja kaos merah dengan gambar palu dan arit. Niscaya kamu bakalan disebut sebagai PKI, bukan Kampret. Gimana, penak, toh?

Terakhir diperbarui pada 10 November 2018 oleh

Tags: cebongkaesangkampretKubu Jokowikubu Prabowo
Audian Laili

Audian Laili

Redaktur Terminal Mojok.

Artikel Terkait

Orang-orang yang Bahagia Melihat Akad Kaesang dan Erina dari Seberang Jalan MOJOK.CO
Geliat Warga

Orang-orang yang Bahagia Melihat Akad Kaesang dan Erina dari Seberang Jalan

10 Desember 2022
Toko bunga di kotabaru masih sepi dari pesanan pernikahan Kaesang-Erina
Kilas

Jelang Rangkaian Akad Nikah Kaesang-Erina, Toko Bunga di Jogja Masih Sepi Pesanan

5 Desember 2022
klb pssi mojok.co
Olah Raga

Kaesang Desak KLB PSSI, Bagaimana Aturan Resminya?

25 Oktober 2022
Sugar Daddy Raffi Ahmad, Cilegon United, dan Doa Perbaikan Sejak ‘Kegagalan’ Unifikasi Galatama-Perserikatan
Balbalan

Sugar Daddy Raffi Ahmad, Cilegon United, dan Doa Perbaikan Sejak ‘Kegagalan’ Unifikasi Galatama-Perserikatan

28 Maret 2021
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya

Benarkah Bapak Rumah Tangga Adalah Lelaki yang Tak Berguna?

Tinggalkan Komentar


Terpopuler Sepekan

Sejarah Pramuka Indonesia

Sejarah Pramuka Indonesia, Dibawa Belanda hingga Dipimpin Raja Jogja Selama Belasan Tahun

23 September 2023
Sejarah Ringroad Jogja yang Kini Sudah Berubah Nama MOJOK.CO

Sejarah Ringroad Jogja yang Kini Sudah Berubah Nama

21 September 2023
Tugu Ngejaman di Jalan Malioboro MOJOK.CO

Tugu Ngejaman Malioboro, Jam Kota Berusia 107 Tahun yang Kisahnya Terabaikan

20 September 2023
ilustrasi tan malaka pemikir militerisme indonesia

Tan Malaka: Sang Pemikir Militerisme dan Ahli Strategi Perang Indonesia

22 September 2023
Pawang Hujan yang Diminta Menghentikan Sunset dan Permintaan-permintaan Aneh Pengguna Jasanya MOJOK.CO

Pawang Hujan yang Diminta Menghentikan Sunset dan Permintaan-permintaan Aneh Pengguna Jasanya

24 September 2023
Simulasi Denny JA Jika Pilpres Hanya Dua Poros: Prabowo-Ganjar Menang Mutlak MOJOK.CO

Simulasi Denny JA Jika Pilpres Hanya Dua Poros: Prabowo-Ganjar Menang Mutlak

23 September 2023
Terbanyak Lansia, 43 Ribu Warga DIY Alami Miskin Ekstrem MOJOK.CO

Terbanyak Lansia, 43 Ribu Warga DIY Alami Miskin Ekstrem

23 September 2023

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
DMCA.com Protection Status

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Kanal Pemilu 2024
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Persona
    • Seni
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Memori
    • Olah Raga
    • Pendidikan
    • Sosial
    • Tekno
    • Transportasi
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-Uneg
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In