Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Butuh Nyali Besar untuk Upload Foto Instagram dan Itu Menyebalkan

Lingkungan media sosial Instagram yang toksik

Ajeng Rizka oleh Ajeng Rizka
29 September 2021
A A
ilustrasi Butuh Nyali Besar untuk Upload Foto Instagram dan Itu Menyebalkan mojok.co
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Kenapa ya belakangan ini kita perlu mikir berulang kali sebelum upload foto Instagram. Perasaan dulu los dol tanpa rewel.

Ada sebuah istilah menggelitik yang tercipta dari kultur berbagi unggahan di media sosial: Instagram anxiety. Banyak pengguna Instagram yang mengeluh karena mereka tiba-tiba takut upload video atau foto Instagram. Padahal ketakutan macam ini nggak muncul di lingkungan media sosial sebelumnya. Bener nggak sih kalau pengguna Instagram memang toksik begitu?

Suatu kali kawan saya pernah berpesan ini itu sebelum saya upload sebuah foto ke Instagram. Pertama, dia nggak mau kelihatan lagi ngerokok. Kedua, jika itu sebuah Instastory, sebisa mungkin jangan tag lokasi. Ketiga, kalau bisa nggak usah tag atau mention dia jika sekiranya unggahannya urakan. Saya refleks misuh dan mengatakan bahwa hidupnya sungguh merepotkan. Dia merasa perlu menjaga image di depan pengikut media sosialnya sekaligus menghindari kemungkinan sekecil apa pun bahwa unggahan itu bakal disidak pacarnya sendiri. Padahal, apa yang akan diupload bukan sebuah pengakuan kejahatan atau perselingkuhan.

Namun, sekali waktu saya dapat karma instan karena akhirnya merasakan perlu jaim di media sosial, utamanya Instagram. Pertama, saya nggak pengin kelihatan tanpa hijab, peraturan standar ukhti milenial penuh dosa memang begini. Kedua, jangan upload video atau foto lagi hura-hura di malam hari sambil teler. Ketiga, kalau bisa unggahannya estetis.

Peraturan yang aneh memang, tapi ini saya jalankan dengan penuh kesadaran. Saya nggak pengin keluarga dan saudara tahu betapa kacau acara party anak muda zaman sekarang meski hal ini sudah seharusnya dimaklumi. Nakal-nakalnya bocah biar jadi rahasia sesama bocah. Selain itu, jika unggahan macam ini nggak difilter, ndilalah ada saja yang salah paham nggak penting. Males dong saya jelasinnya.

Nah, soal kenapa unggahannya kalau bisa estetis, ya gimana ya, biar lucu aja. Saya juga pengin gitu membangun image gemas di mata pengikut media sosial yang nggak tahu sama sekali bahwa di dunia nyata saya cukup awut-awutan.

Seiring berjalannya waktu, peraturan tidak tertulis yang ribet itu sering saya dan kawan-kawan hindari dengan sebuah tindakan praktis: nggak usah upload video dan foto Instagram.

Lama-lama kami terbiasa “bungkam” sampai timbul Instagram anxiety. Tidak bisa dimungkiri bahwa ketakutan itu juga timbul akibat berbagai kasus saling merujak, saling menghujat, UU ITE, dan nyinyiran bangsat netizen. Kultur Instagram, saya rasa memang lebih kejam daripada media sosial lainnya.

Mereka yang upload foto Instagram lagi masak-masak, bisa jadi bahan nyinyiran “ah, kayak enak aja masakannya”. Mereka yang upload video nyanyi bisa jadi bahan rasan-rasan “suaranya bagus sih, tapi lebih baik diam”. Selalu ada celah untuk bahan gibah.

Alasan itulah yang bikin orang-orang semakin nggak bernyali untuk sekadar upload foto Instagram.

Begini, saya nggak akan sok-sokan kasih tips bagaimana mengumpulkan nyali untuk upload foto Instagram. Saya nggak ada background untuk kasih saran bagus menghilangkan anxiety. Justru saya mau kasih tahu bahwa hidupmu nggak akan berubah-berubah amat kalau kamu memutuskan untuk nggak mengunggah foto. Sumpah, Nairobi Money Heist juga nggak akan bangkit dari kubur kalau nggak upload foto Instagram.

Nggak ada tekanan dan keharusan atas dirimu untuk menjadi pengguna media sosial yang aktif berbagi. Meskipun kamu memutuskan jadi medioker penyimak, ya nggak masalah. Asal jangan ignorant aja sih.

Lagi pula kita nggak akan bisa mengontrol kultur yang telanjur toksik. Punya impian utopis mengubah bacot netizen jadi komentar yang menyejukkan juga mustahil. Jalan keluarnya simpel. Kalau butuh upload foto Instagram, abaikan ketakutanmu yang belum pasti terjadi itu. Kalau nggak yakin ya udah nggak usaaah. Yang jelas ngumpulin nyali barang cuma mau upload sesuatu ke media sosial itu menyebalkan, kok segitu dramatisnya dan ngabisin energi aja.

BACA JUGA Instagram dan Tekanan Visual dan artikel AJENG RIZKA lainnya.

Terakhir diperbarui pada 29 September 2021 oleh

Tags: Instagrmkomen instagrammedia sosialupload foto
Ajeng Rizka

Ajeng Rizka

Penulis, penonton, dan buruh media.

Artikel Terkait

Gawai adalah Candu: Cerita Mereka yang Mengalami Brain Rot karena Terlalu Banyak Menonton Konten TikTok.MOJOK.CO
Mendalam

Gawai adalah Candu: Cerita Mereka yang Mengalami Pembusukan Otak karena Terlalu Banyak Menonton Konten TikTok

3 Juli 2025
Self Abuse yang Tidak Aku Sadari Setelah Melihat Media Sosial MOJOK.CO
Kilas

Self Abuse yang Tidak Aku Sadari Setelah Melihat Media Sosial

9 September 2023
Belajar dari Sejarah, Twitter Nggak Akan Mati Begitu Saja karena Threads. MOJOK.CO
Kilas

Belajar dari Sejarah, Twitter Nggak Akan Mati Begitu Saja karena Threads

7 Juli 2023
pemilih pemula mojok.co
Kotak Suara

Survei CSIS: Pemilih Pemula Manfaatkan Medsos sebagai Sumber Informasi

6 April 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.