Jatuh cinta kepada suspensi Honda CRF 150L
Tapi, bukan jenis dan merek suspensinya yang membikin motor ini nyaman banget untuk menghajar jalanan keriting khas Indonesia. Yang oke adalah karena diameter dan jarak mainnya yang lebih besar ketimbang kepunyaan motor lain.
Suspensi depan berdiameter 37 milimeter. Itu gede banget, serius. Bandingkanlah dengan kepunyaan Verza yang cuma berdiameter 31 milimeter, atau kepunyaan KLX 150 yang ukurannya 2 milimeter lebih kecil. Belum lagi bila kita memperhitungkan jarak main shockbreaker depan CRF 150L yang mencapai 225 milimeter.
Kalau angka-angka di atas gagal memberi impresi, maka bayangkanlah sebuah motor yang ketika dipakai untuk menerjang kubangan kecil di jalan raya, Anda tak merasakan apa pun selain gumun tak berkesudahan terhadap pemerintah yang tak kunjung becus untuk sekadar bikin jalan yang layak.
Faktor suspensi sebenarnya sudah cukup menjadi alasan bagi Astra untuk membanderol Honda CRF 150L belasan juta lebih mahal ketimbang Verza. Yah, sebiji shockbreaker depannya saja sudah seharga Rp4,5 juta! Tapi, ada keistimewaan lain yang seolah menyalahi DNA bawaan produk-produk Astra Honda: kualitas material bodi.
Kualitas material
Begini, kita sama-sama tahu bahwa sejak era yang sudah tidak bisa diingat, kualitas material plastik bodi motor Honda tidak lebih baik daripada plastik gayung cinta. batok bergetar, panel cover body lepas sendiri, dan bodi retak adalah ragam penyakit khas motor Honda tipe apa saja. Makanya orang-orang menganggapnya sebagai suatu kodrat alamiah belaka.
Tapi, Honda CRF 150L menyalahi kelumrahan itu. Sekalipun kualitas catnya masih bapuk, material plastik yang dipakainya jempolan. Ia tebal, lentur, sambungannya presisi, dan hanya kecelakaan serius yang melibatkan setumpuk dokumen yang bisa meremukkannya.
Pemakaian material plastik bodi yang di luar kebiasaan ini tentu ada alasannya. Bagaimanapun, CRF 150L adalah motor trail yang diperuntukkan di medan off-road, dan kita tahu bahwa ada banyak hal—bebatuan, pepohonan, hewan liar—yang bisa membikin bodi motor biasa hancur pada medan semacam itu.
Pada akhirnya, saya harus mengakui bahwa semua prasangka saya sebelumnya itu salah. Honda CRF 150L adalah motor yang sepadan dengan harganya, asal kita tidak membandingkannya dengan motor yang berada di segmen lain.
Oh, Anda benar kalau mengatakan Honda Verza, yang menjadi basis CRF 150L, dibanderol lebih murah. Anda juga benar bila menyebut motor naked-sport seperti CB150R, Suzuki GSX-S, dan Yamaha Vixion bisa melaju lebih cepat ketimbang CRF 150L. Dan Anda juga tidak salah kalau berkata bahwa N-Max dan PCX lebih nyaman dikendarai.
Tapi, ingatlah bahwa Honda Verza tidak punya suspensi yahud seperti milik CRF 150L. Alih-alih memberikan prestise, menunggangi Honda Verza dengan outfit tertentu malah membikin Anda tampak seperti juru tagih koperasi.
Pada akhirnya merasakan nyaman
Honda CRF 150L jelas lebih pelan ketimbang semua motor di kelas sport-naked, tapi motor trail memang dirancang bukan untuk kebut-kebutan di jalan raya. Mengganti ban pacul CRF 150L dengan ban tapak lebar memang akan membikin tampangnya mirip motor supermoto, tapi itu tidak serta merta bikin kecepatan puncaknya meningkat.
Dan soal kenyamanan, yah, saya tahu kalau jok Honda CRF 150L bakal membuat pantat penumpangnya kebas setelah duduk selama setengah jam saja. Tapi, entah kenapa, saya lebih senang pantat saya mati rasa ketimbang harus mengangkang sepanjang jalan seperti yang selalu saya alami kala menunggangi motor matik. Kenyamanan, bagaimanapun, selalu subjektif.
Setibanya di tempat pengajian, demi mengucapkan terima kasih kepada Mas Bojo yang telah memboyong CRF 150L untuk istrinya yang imut ini, saya berdoa dengan ketulusan yang tak dibuat-buat agar dia senantiasa sehat dan sukses dan segera mendapat petunjuk bahwa saya kepingin Suzuki Satria injeksi dan bukannya produk Honda lagi.
Penulis: Mita Idhatul Khumaidah
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Honda Verza, Produk Gagal yang Justru Meningkatkan Kesombongan Saya dan pengalaman menarik lainnya di rubrik OTOMOJOK.