Habiskan 2 dekade demi temukan padi ideal
Jagus mulai meneliti padi pada 1940-an. Bapak petani itu menghabiskan dua dekade meneliti padi di Klaten hingga namanya viral menjelang 1960-an.
Di masa pendudukan Jepang, Jagus mengumpulkan 200-an jenis padi yang panjang gabahnya 8 mm. Dia masih dalam pergulatan untuk menemukan jenis padi yang ideal.
“Selama itu, Jagus mengawinkan 30.000 jenis padi. Dia melakukan 2.700 kali percobaan mengawin-ngawinkan padi-padi itu,” papar Muhidin.
“Tekniknya, bunga padi dibuka kelopaknya, dibuang tepung sari yang agak kekuningan, diambil tepung sari dari jenis padi yang lain, dan kelopak ditutup kembali. Perkawinan selesai,” imbuhnya.
Hal itu terus-menerus dilakukan oleh Jagus. Sebab, dia punya komitmen besar: kalau belum dapat jenis padi yang ideal, dia tidak akan berhenti melakukan percobaan.
Percobaan-percobaan tersebut pada akhirnya membuahkan hasil. Ada tiga jenis padi ideal dari hasil percobaan Jagus. Yakni Sri Redjeki, Sri Makmur, dan Sri Doro Dasih. Nama-nama padi temuan Jagus itu diambil dari nama anak-anaknya sendiri.
Melawan kemustahilan yang membuat sarjana pertanian Belanda angkat tangan
Dari tiga jenis padi temuan Jagus itu, Sri Doro Dasih punya histori yang unik. Sebab, padi itu adalah jenis yang menurut seorang sarjana pertanian asal Belanda mustahil diciptakan.
Ceritanya, dalam masa percobaannya, di hadapan Jagus terhampar untaian malai padi Rojolele. Ada 200 butir. Semua gabahnya memiliki panjang 11 mm.
Dari 200 itu, Jagus melihat terselip tiga butir yang menurutnya agak aneh. Memiliki panjang gabah 16 mm.
Jagus lantas membawa tiga butir itu ke hadapan sarjana pertanian Belanda. Jagus bertanya: bisa tidak lahir jenis padi baru yang gabahnya di satu malai mencapai 16 mm? Si sarjana pertanian Belanda menjawab, itu adalah hal yang tidak mungkin.
“Jagus ngeyel. Bagi dia, teori bukan sesuatu yang beku. Dan atas nama pengalaman, Jagus menanam tiga butir padi aneh itu. Dua mati, satu yang tumbuh. Hanya saja, yang tumbuh itu kembali berbuah kecil, hanya 11 mm panjang butirnya,” terang Muhdin.
“Jagus tak menyerah. Dia kembali mengawin-ngawinkan lagi, hingga di tahun 1944 ketemu gabah yang satu malainya berbulir sesuai keinginan Jagus: 16 mm. Itulah Sri Doro Dasih,” tambahnya.
Petani Klaten yang memikat Soekarno
Jagus semakin tekun dan telaten dalam meneliti demi kemajuan pertanian Indonesia. Pada 1 Januari 1959, petani di Klaten itu memimpin lembaga yang dia beri nama Lembaga Penyelidikan Keilmiahan Pertanian dan Pembibitan. Seiring bergabung juga dengan Barisan Tani Indonesia (BTI).
Di lembaga tersebut, Jagus terus bereksperimen. Dia mencoba menciptakan padi dengan panjang butirnya mencapai 21 mm. Padahal umumnya adalah 8-10 mm.
“Tiap 1000 butir padi Jagus beratnya mencapai 51 gram. Di masa itu, butir padi terberat di dunia ada di Itali yang setiap 1000 butir beratnya 42 gram. Nah, punya Jagus lebih berat dari butir padi terberat dunia itu,” beber Muhidin.
Tak cuma padi, dalam risetnya, Jagus juga berijtihad mencari kapas yang ideal untuk bahan pokok sandang. Dia terus mengawin-ngwinkan jenis kapas. Di antaranya adalah kapas Tiongkok dengan kapas Indonesia.
“Perkawinan itu menghasilkan kapas yang tahan serangan hama, punya warna khas yang organik tanpa pewarna buatan. Serat kapasnya memiliki panjang 3,5, cm,” tutur Muhidin.
Tak pelak jika Presiden Soekarno terpikat dengan sosok petani Klaten tersebut. Soekarno bahkan sempat meluangkan waktu khusus untuk menemui Jagus di Klaten. Melihat bagaimana lembaga risetnya bergeliat. Nama Jagus lantas viral di menjelang 1960-an.
Jagus juga sempat diundang ke Istana Negara. Soekarno menyambut kehadiran Jagus dengan samacam pesta. Soekarno dikabarkan sampai bernyanyi dan menari mendendangkan lagu “Bersuka Ria”, di mana penggalan liriknya berbunyi: Siapa bilang bapak dari Blitar, bapak kita dari Prambanan. Siapa bilang rakyat kita lapar, Indonesia banyak makanan.
Diksi Prambanan identik dengan Klaten. Dan Klaten di masa itu merujuk satu nama: Jagus si petani ilmuan.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
Selengkapnya bisa disaksikan di kanal YouTube Mojokdotco berikut ini: Kisah Pak Jagus, Ilmuwan Tani Asal Klaten yang Sukses Mengembangkan Varietas Padi dan Tembakau – Jasmerah atau baca juga liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan












