Sebelum kasus pengroyokan bos rental mobil di Sukolilo yang viral di media sosial, Pati memang sudah lekat dengan stigma negatif. Dari jalan rusak, kota dukun, hingga tak masuk akalnya seserahan lamaran menjadi deretan stigma yang melekat pada kota di pesisir Pantura tersebut.
Persoalan seserahan yang tak masuk akal tersebut sampai membuat beberapa orang di luar Pati memilih mending tak menikah jika calon istrinya dari kota dengan slogan Bumi Mina Tani itu.
Pada Desember 2023 lalu, Pati sempat viral di media sosial gara-gara video lamaran dengan seserahan yang tak masuk akal.
Akun TikTok @asmaradana.wo membagikan potongan video lamaran di Pati dengan seserahan berupa mobil, motor, meja rias, lemari pakaian, bahkan sertifikat rumah dan kos-kosan.
“Nikahannya orang Pati berat banget min seserahannya itu lho! Beraneka macam motor, mobil, segepok duit, dan lebih ekstremnya lagi nih rumah. Kos-kosan dan klinik. Siapa sih yang nggak bingung,” begitu caption yang tertulis di akun TikTok @asmaradana.wo.
Banyak warganet yang memilih angkat tangan jika seandainya mendapat calon istri orang Pati yang seserahannya harus seperti itu.
Mending nggak usah nikahi orang Pati
Saya ingat betul, saya pernah mendapat wanti-wanti dari orang Pati asli agar pikir-pikir dulu kalau mau menikahi orang Pati. Kira-kira tak lama setelah video tersebut viral, ketika saya dalam perjalanan bus dari Rembang ke Surabaya.
Waktu itu saya mengambil duduk di sebelah seorang pria umur 40-an tahun. Saya tak kenal namanya. Begitu juga sebaliknya. Karena kami memang tak saling berkenalan.
Hanya saja, pria asal Pati tersebut sangat ramah. Sehingga dalam perjalanan yang panjang itu kami sesekali ngobrol dan bertukar cerita.
“Orang mana? Pati? Jangan lah kalau orang Pati,” ujar pria tersebut saat bertanya apakah saya sudah punya pasangan atau belum.
Ia lalu menyinggung perihal video seserahan di Pati yang viral di media sosial. Ia pun membenarkan bahwa hal semacam itu memang sudah lumrah.
“Ya memang terjadi. Nggak cuma satu-dua. Pihak perempuan pasti minta seserahan macam-macam waktu lamaran,” ujarnya.
“Kalau yang nggak mampu gimana itu, Pak?” tanya saya waktu itu.
“Ya biasanya kalau sudah suka sama suka diusahakan kayak gimana lah caranya. Tapi ada juga pihak perempuan yang mengerti. Artinya kalau misal nggak mampu, ya kadar seserahannya diturunkan,” jelas pria itu, saya masih sangat ingat.
Persoalan seserahan itu memang cukup kasuistik. Tidak semua orang Pati menerapkan sistem semacam itu. Sebab tak kalah banyak juga orang Pati yang sekadarnya saja, semampunya.
Pada mulanya adalah seserahan sapi
Sebenarnya obrolan kami soal seserahan Pati masih panjang. Tapi hanya itu saja yang saya ingat. Sebagian yang lain saya sudah lupa.
Oleh karena itu, saya mencoba mengonfirmasi orang Pati asli. Namanya Eko (32). Saat ini menetap di Jogja untuk melanjutkan studi S2 di Teknik Elektro UGM.
Eko membenarkan bahwa seserahan mewah di Pati pada dasarnya bersifat kasuistik. Menyesuaikan kultur di wilayah masing-masing.
“Pati itu ada Pati tengah, utara dan selatan. Nah, adat seserahan mewah itu umumnya terjadi di selatan. Bagian selatan itu ya termasuk Sukolilo juga,” jelas Eko, Rabu (12/6/2024) malam WIB.
Eko sendiri berada di wilayah Pati tengah yang lebih kental dengan kultur pesantren. Oleh karena itu, sejauh masa hidupnya di Pati tengah, ia belum menemukan ada adat seserahan mewah. Rata-rata sederhana dan semampu-mampunya.
Seperti Eko sendiri yang dari lamaran sampai menikahi perempuan Pati terbilang sederhana. Sementara Pati bagian utara kasuistik. Ada yang sederhana, ada yang mewah.
“Di Pati Selatan pun setahuku nggak semua kok. Cuma berlaku di orang-orang kaya aja. Kalau orang biasa ya biasa aja,” jelas Eko.
“Adatnya memang sudah ada sejak dulu. Awalnya kan sapi. Nah sekarang berkembang jadi mobil, motor dan lain-lain itu,” sambungnya.
Menurut Eko, dulunya seserahan sapi pada dasarnya adalah untuk jagani keperluan rumah tangga. Karena misalnya ada situasi-situasi mendesak dan darurat, maka sapi bisa dijual.
Sedangkan untuk konteks hari ini (mobil dan lain-lain), sudah tercampur dengan motif gengsi. Mengingat, banyak orang Pati selatan yang kemudian jadi perantau. Entah ke luar Jawa atau bahkan ke luar negeri.
Menurut Eko, persinggungan dengan dunia luar serta taraf eknomi yang mulai naik membuat mindset orang-orang di Pati selatan berubah. Ada sentuhan gengsi-gengsinya.
Meski ia pernah mendengar bahwa mobil atau motor kan penting juga untuk menunjang mobilitas sehari-hari.
“Mangkanya selain kendaraan, biasanya ada juga perabotan (lemari dan sejenisnya). Prinsipnya ada tujuan buat kebutuhan rumah tangga,” kata Eko.
Batal nikahi orang Pati karena angkat tangan dengan seserahan
Gara-gara perkara seserahan tersebut, ternyata ada juga yang memilih batal menikah dengan orang Pati. Hal ini seperti yang Azami (26) alami, seorang pemuda asal Rembang, Jawa Tengah, alias tetangga Pati sendiri.
Setelah pacarana hampir dua tahun, pada penghujung 2022 lalu Azami sebenarnya berniat untuk melamar pacarnya yang asli Pati. Nidalalahnya kok Pati selatan.
Ia sebenarnya sudah tahu bahwa seserahan yang akan dibebankan padanya berat. Tapi namanya juga cinta, ia trabas dulu saja. Barangkalai nanti ada kemudahan atau kompromi dari keluarga si pacar.
“Cuma minta satu yang harus dipenuhi, satu unit mobil. Nggak boleh bekas,” ungkap Azami. Setelah berembug dengan keluarganya, keluarga Azami (terutama sang ibu) memilih mending batal menikahi orang Pati. Sebab, tak masuk akal saja bagi ibu Azami. Wong ibu Azami pengin beli mobil sendiri—sekalipun bekas—saja nggak keturutan karena pas-pasan, bisa-bisanya mau beliin mobil untuk orang lain.
Selain itu, kondisi ekonomi keluarga pacar Azami sebenarnya juga dari kelas menengah ke bawah. Bukan dari orang kaya. Oleh karena itu, ibu Azami khawatir kalau Azami nanti bakal diporoti.
“Kalau aku masih mau coba kompromi. Aku bilang lah ke bapaknya kalau aku bisanya cuma motor. Tapi nggak bisa, mobil ya mobil,” tutur Azami. Alhasil, pernikahan pun batal.
Memang sakit. Tapi Azami tak terlalu menyesal. Lebih baik batal nikah kalau seserahannya tak masuk akal. Makin tak menyesal lagi karena di penghujung 2023 lalu ia menikah dengan perempuan Rembang sendiri. Perempuan yang sederhana dan tak menuntut aneh-aneh.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Jemur Wonosari, Gambaran Suramnya Kehidupan di Surabaya yang Bikin Tak Tenang Sepanjang Hari
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News