ADVERTISEMENT
Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Liputan Ragam

Desa Dukuhseti di Pati Pernah Jadi Kampung Pelacuran dan Simpanan Pejabat, Dulu Perempuan Diibaratkan Sepetak Sawah

Ahmad Effendi oleh Ahmad Effendi
13 Juni 2024
0
A A
Cerita ‘Anjelo’ di Jaksel: Dapat 4 Juta Semalam Hasil Antar-Jemput PSK, Tapi Dituduh jadi Simpanan Tante-tante oleh Tetangga.MOJOK.CO

Ilustrasi Cerita ‘Anjelo’ di Jaksel: Dapat 4 Juta Semalam Hasil Antar-Jemput PSK, Tapi Dituduh jadi Simpanan Tante-tante oleh Tetangga (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

Desa Dukuhseti, Kabupaten Pati, pernah mendapat julukan “kampung pelacur dan simpanan pejabat”. Dari profesi ini, banyak keluarga yang naik taraf hidupnya. Maka, tak mengherankan kalau anak perempuan di Dukuhseti pernah diibaratkan sepetak sawah yang punya nilai ekonomis buat dipanen.

Belakangan, Pati sedang ramai disorot. Hal itu bermula dari viralnya kasus pengeroyokan di Kecamatan Sukolilo yang menewaskan seorang bos rental mobil asal Jakarta.

Akibat kejadian tersebut, banyak orang mulai angkat bicara terkait Pati. Tak sedikit yang mengaku tak kaget dengan kejadian tragis tadi karena di Pati, kekerasan serupa sudah jadi rahasia umum. Namun, tak sedikit juga yang terkejut karena selama ini melihat Pati sebagai kota yang terlihat baik-baik saja.

Pada Rabu (13/6/2024) kemarin, seorang netizen tiba-tiba mengirim pesan kepada saya di Instagram, setelah sehari sebelumnya saya menulis liputan terkait Muharto, kampung preman di Kota Malang.

Isi dari pesan tersebut, saya diminta untuk membahas mengenai Dukuhseti, sebuah desa yang berada di Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. 

Konon, di sana ada sebuah kutukan dari seorang pendiri desa bernama Brojoseti. Diceritakan kalau Brojoseti menangkap basah istrinya tengah selingkuh dengan musuh bebuyutannya, Ki Gedhe Tuwalang. Merasa sakit hati, Brojoseti pun mengutuk keturunan Desa Dukuhseti bakal main serong selamanya.

Alhasil, banyak yang meng-cocoklogikan mitos ini dengan realitas perempuan di Dukuhseti yang banyak berprofesi sebagai pekerja seks komersial. 

Pelacuran adalah peninggalan masa kolonial di Kabupaten Pati

Cukup sulit buat melacak sejak kapan pelacuran atau prostitusi mulai muncul di Pati, khususnya Desa Dukuhseti. Namun, menurut penelitian Adelaide Worcester berjudul “Pelacuran dalam Konteks Budaya”, pelacuran di Dukuhseti bermula dari masa kolonial Hindia-Belanda.

Tepatnya pada kurun 1870, pemerintah kolonial mulai mendirikan perkebunan di desa ini. Sejak saat itu, Dukuhpati mulai ramai dengan kedatangan para pekerja perkebunan dari luar daerah.

Salah satu dampaknya, mulai banyak pekerja yang membutuhkan para pekerja seks buat memuaskan kebutuhan biologis mereka. Akhirnya, perempuan lokal di Dukuhseti pun mulai berbondong-bondong bekerja sebagai pekerja seks komersial.

Bahkan, kalau menurut Worcester, dahulu istri dan anak kepala desa sekalipun bekerja sebagai PSK.

Hingga masa kemerdekaan, situasi tersebut bertahan. Bahkan, prostitusi di Dukuhseti menjadi terstruktur dan terbentuk lokalisasi. Worcester, dalam penelitian dengan pendekatan sosio-historis yang ia terbitkan pada 2002, menyebut ada tiga lokalisasi bertaraf desa yang paling terkenal di Indonesia. Antara lain Gunung Kemukus Sragen, Pantai Parangkusumo Jogja, dan Desa Dukuhseti Pati.

Kampanye politik bikin Dukuhseti jadi kampung simpanan

Penelitian lain yang dilakukan Wildani Aulia pada 2020 lalu, juga menunjukkan kalau pelacuran di Dukuhseti, Kabupaten Pati, tak berhenti sebagai lokalisasi. Ia bahkan juga bertransformasi menjadi “kampung simpanan”.

Dalam penelitian berjudul “Dukuhseti: Dari Kampung Simpanan Menjadi Kampung Beriman (1972-2016)”, kampanye politik Pemilu 1971 bikin para pejabat parpol meminta gadis-gadis dari desa ini untuk “menemani” mereka.

Saking banyaknya permintaan, hingga musim pemilu selesai pun Dukuhseti jadi makin kondang dengan perempuan simpanan tadi. Setelahnya, permintaan akan gadis-gadis menjadi lebih tinggi.

Dalam catatan Wildani Aulia, periode 1973-1975 adalah puncaknya. Pada tahun-tahun tersebut, permintaan sangat besar. Alhasil, banyak keluarga pun jadi naik taraf hidupnya gara-gara anak perempuan mereka masuk di bisnis prostitusi.

Terutama di Dukuh Seti dan Dukuh Oro-Oro Tengah yang lokasinya berada di pusat permukiman warga, dan Dukuh Purbo yang terletak di pinggir pantai. Di dusun yang disebut terakhir, kebanyakan pekerja seks justru datang dari luar daerah Pati.

Perempuan diibaratkan sepetak sawah

Memasuki akhir 1980-an, pesona Dukuhseti, Kabupaten Pati, sebagai penyedia “pekerja seks” dan “perempuan simpanan” semakin terkenal di ranah nasional. Sampai-sampai, pada tahun 1989, Majalah Tempo menayangkan liputan terkait desa tersebut dengan judul “Bila Wanita Diibaratkan Sepetak”.

Dalam arsip berita edisi 26 Agustus 1989 tersebut, diperlihatkan dua temuan menarik. Pertama, 70 persen (dari 178 responden) remaja perempuan di Dukuhseti mengaku suka dengan profesi melacur. Kedua, 80 persen (dari 228 responden) orang tua mengungkapkan bahwa penyangga ekonomi keluarga adalah anak perempuan mereka.

“Anak perempuan diibaratkan sepetak sawah. Semakin cantik si gadis, semakin luas sawahnya. Dengan kata lain, perempuan menyandang nilai ekonomis,” tulis Tempo dalam laporannya.

Dalam laporan tersebut, Tempo juga mewawancarai profesor psikologi UGM, Koentjoro, yang pernah tinggal selama dua bulan di Dukuhseti demi penelitiannya.

Di sana, Koentjoro menyaksikan bahwa pekerjaan melacur sudah dianggap sebagai “suratan takdir” karena sebagian besar masyarakatnya mengamini mitos Brojoseti–seperti yang saya singgung di awal tulisan tadi.

Meski pernah menyandang julukan “kampung pelacur”, wajah Dukuhseti hari ini sudah berubah total. Berkat gerakan moralisasi dan dakwah yang dilakukan ormas keagamaan Nahdlatul Ulama (dengan GP Ansor dan Bansernya) sejak 1990-an, praktik prostitusi mulai hilang. Stigma negatifnya pun mulai memudar. Bahkan, hari ini Desa Dukuhseti malah lebih dikenal sebagai Kota Santri di Pati.

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA Mirip Sukolilo Pati, Kampung Muharto Malang Dicap Sebagai “Sarang Preman”: Warganya Di-blacklist Leasing Saking Banyak Kredit Macet

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Terakhir diperbarui pada 13 Juni 2024 oleh

Tags: desa dukuhsetidukuhseti patikabupaten patiPatipati jawa tengahpelacuranProstitusipsk
Iklan
Ahmad Effendi

Ahmad Effendi

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

Mangut kepala manyung Pantura di Jogja. MOJOK.CO
Ragam

Sulit Cari Kerja di Jogja, Milenial Asal Pati Ini Putuskan Buka Bisnis Sendiri dan Hasilkan Rp15 Juta per Bulan

28 April 2025
Warung ikan panggan satu-satunya di Jogja buka di Krapyak, kepala manyung dinikmati dengan harga murah MOJOK.CO
Ragam

Satu-satunya Warung Ikan Panggang Khas Pantura di Jogja, Makan Puas Kepala Manyung dengan Harga Murah

21 Maret 2025
Keos di Terminal Pati MOJOK.CO
Catatan

Berhenti di Terminal Pati Langsung Disuguhi Kekacauan dan Nasib Nelangsa Orang Pantura yang Bikin Iba

5 Maret 2025
Sanggrahan Jogja: Dulu Kampung Prostitusi, Kini Jadi Kampung Takwa
Movi

Sanggrahan Jogja: Dulu Kampung Prostitusi, Kini Jadi Kampung Wisata

15 November 2024
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Mencari Jawaban Kuliah untuk Cari Ilmu vs untuk Cari Kerja, Sebuah Perdebatan yang (Dipaksa) Lestari

Mencari Jawaban Kuliah Cari Ilmu vs Cari Kerja, Sebuah Perdebatan yang (Dipaksa) Lestari

Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

KWT Srikandi Mrican: Menumbuhkan Harapan dari Lahan Terbatas di Tengah Kota

KWT Srikandi Mrican: Menumbuhkan Kebun Harapan dari Lahan Terbatas di Tengah Kota

15 Mei 2025
Sesal bapak saat anak menjadi mahasiswa di kampus Bandung MOJOK.CO

Sesal Bapak usai Anak Kuliah dan Kerja di Bandung karena Jadi Liar, Kena HIV AIDS hingga Meregang Nyawa sebab Narkoba

16 Mei 2025
Alumnus PENS, Surabaya lebih suka merantau ke Bandung. MOJOK.CO

Sisi Gelap Bandung yang bikin Resah Perantau Asal Surabaya, padahal Terkenal sebagai Kota Pelajar

14 Mei 2025
Perjalanan biksu Thudong dari Thailand ke Candi Borobudur. MOJOK.CO

Cerita Seorang Muslim Ikut Menyambut Biksu Thudong di Candi Borobudur, Seperti Melihat Kyai Melaksanakan Ibadah Haji

15 Mei 2025
Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi bantu perbaiki rumah Wagiman dan Samiyem di Boyolali MOJOK.CO

Kisah Sepasang Lansia di Boyolali Puluhan Tahun Tinggal di Rumah Mungil dan Reyot, Kini akan Diperbaiki Gubernur Jateng

16 Mei 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.