Selain memberi gelar sarjana, kuliah di perguruan tinggi negeri (PTN) juga memberi rasa sesal pada seseorang. Bukan karena merasa salah jurusan atau lulus menjadi pengangguran. Tapi karena kesibukan menjadi mahasiswa perantau membuat jadi jarang pulang. Belum juga sempat pulang, orangtua tak lagi bisa ditemui di rumah.
***
April 2025 lalu, Mojok berbincang cukup panjang dengan Wanto, bapak-bapak pemilik warung kopi di Jombang, Jawa Timur.
Dia bercerita, saat anak-anaknya keterima kuliah (menjadi mahasiswa) di PTN incaran masing-masing, betapa bangga hati Wanto dan istri. Namun, setelahnya justru menyisakan sesal yang mendalam.
Pasalnya, sejak menjadi mahasiswa perantau, anak-anak Wanto jadi jarang pulang. Seperti lupa rumah. Begitu juga ketika akhirnya mereka bergelar sarjana hingga kemudian lanjut bekerja di perantauan. Mereka malah makin jarang pulang. Membuat Wanto dan istri makin kesepian.
“Di sinilah saya jadi mikir, dulu kalau pada ndak lolos kuliah (UTBK-SNBT), lak ya ndak pada jauh-jauh,” ujar Wanto waktu itu. Cerita lengkapnya bisa dibaca di liputan berjudul, “Sesal Seorang Bapak usai Anak Lolos UTBK: Anak Lebih Betah di Perantauan hingga Lupa Pulang, Orangtua Makin Kesepian”.
Apa yang Wanto alami barangkali juga dialami oleh banyak orangtua lain. Namun, apakah penyesalan serupa juga dirasakan oleh anak-anak: menyesal sibuk kuliah hingga “abaikan” orangtua? Ternyata iya.
Demi jadi sarjana di PTN, tak pulang karena jauh dan mahal
Dari Aceh, Urwa (27) menuju Surabaya untuk kuliah di sebuah PTN pada 2017 silam. Sejak hari pertama kuliah hingga 2019 Urwa tak pernah pulang ke Aceh sama sekali.
Libur panjang semesteran dia habiskan di Surabaya. Begitu juga libur lebaran yang hanya bisa dia rayakan melalui video call dengan keluarga di rumah.
Dengan jarak yang membentang antara Surabaya dan Aceh, Urwa tentu tidak bisa leluasa untuk pulang kapanpun ke rumah. Terutama tiap musim libur akademik. Pasalnya, tiket pesawatnya terlalu mahal.
“Kalau bukan hari raya, sudah Rp2 jutaan. Untuk dua kali terbang (Surabaya-Aceh dan Aceh-Surabaya) sudah Rp4 jutaan. Kalau hari raya bisa lebih mahal, Rp2 juta sekian sekali terbang,” tutur Urwa, Minggu (10/8/2025).
Sebenarnya orangtua Urwa di rumah kerap meminta Urwa pulang kalau memang kangen rumah. Bisa memanfaatkan libur semester. Akan tetapi, Urwa juga mikir-mikir.
Kasihan orangtuanya jika harus menanggung biaya tiket pesawat yang segede itu. Sementara di sisi lain mereka juga harus membiayai kehidupan sehari-hari Urwa sebagai mahasiswa PTN Surabaya sekaligus perantau alias anak kos. .
“Rasanya iri misalnya tahu kalau ada teman yang tiap akhir bulan atau sebulan sekali bisa pulang. Tiba-tiba jadi kangen dengan masakan ibu dan suara ngaji bapak. Tapi mau bagaimana lagi. Kalau kata Imam Syafii, orang mencari ilmu itu memang harus merantau sejauh mungkin,” tuturnya.
Usai jadi sarjana, tetap pilih jadi mahasiswa perantau
Pandemi pada 2020 silam di satu sisi memang mencekam dan terasa merenggut banyak hal. Namun, bencana itu memberi waktu yang sangat panjang bagi Urwa untuk menebus kangennya dengan rumah.
Usai simpang siur di awal kemunculannya, Covid-19 kemudian membuat PTN tempat Urwa kuliah memutuskan untuk menggelar kuliah secara daring dalam kurun waktu yang teramat panjang. Mengikuti imbauan pemerintah.
Tak mau terkurung di Surabaya, Urwa—dengan agak terpaksa—meminta ongkos tiket pesawat kepada orangtuanya untuk pulang ke Aceh. Dia lalu berada di rumah selama satu tahun lebih, sebelum akhirnya memutuskan balik ke Surabaya pada penghujung 2021 guna merampungkan skripsi.
“Waktu itu mau balik juga berat. Karena setahun terbiasa kalau pagi bantu ibu masak. Terus kumpul-kumpul sama ibu, bapak, dan ponakan-ponakan (anak-anak dari kakak perempuan Urwa),” ucapnya. Tapi dia masih harus mengejar gelar sarjana di PTN Surabaya.
Urwa lulus kuliah S1 pada 2022. Saat itu orangtua Urwa tidak bisa datang ke Surabaya karena tidak cukup biaya untuk tiket pergi-pulang.
Setelah resmi menjadi sarjana, Urwa juga tak langsung pulang. Dia mengikuti program beasiswa S2 dan diterima menjadi mahasiswa S2 di PTN yang sama dengan saat menempuh S1. Bertambah panjanglah durasi Urwa menjadi mahasiswa perantau sekaligus LDR dengan orangtua.
Baca halaman selanjutnya…
Sok sibuk hingga abaikan telepon ibu, sekali pulang hanya tersisa duka












