Permukiman kumuh yang berada di bantaran Kali Code, Terban, Jogja, disulap menjadi rumah deret dua lantai. Di sana terdapat 16 unit rumah yang dihuni oleh ratusan orang. Selain rumah, ada juga dua tempat usaha percetakan dan satu gereja.
Rumah deret terban sendiri masuk dalam “10 Program Paket Strategis Pembangunan Tahun 2024” Pemkot Jogja. Total anggaran yang dihabiskan Pemkot Jogja untuk membangun permukiman ini adalah sebesar Rp13,19 miliar.
Sementara proses pembangunannya memakan waktu delapan bulan sejak pertengahan 2024 lalu. Warga Kali Code mulai menghuni rumah deret tersebut pada 5 Januari 2025 kemarin.
Lantas, selama proses pembangunan, di mana ratusan penduduk ini tinggal?
Sempat pindah-pindah buat ngekos tanpa keluar biaya
Pada Selasa (11/2/2024), reporter Mojok mengunjungi rumah deret di bantaran Kali Code tersebut. Salah satu penghuni bernama Kacung (38) mengaku, selama proses pembangunan para penghuni di sini diberikan tiga opsi. Menumpang di rumah saudara, ngekos/ngontrak, dan menyewa unit di rusun.
Lelaki asal Madura ini mengaku memilih ngekos bersama keluarganya di belakang Puskesmas Terban. Selama delapan bulan ngekos, biayanya ditanggung oleh pemerintah.
“Daerah sini ‘kan sering banjir, Mas. Kalau intensitas hujan tinggi, pasti air masuk-masuk ke rumah. Selain itu, kawasan ini juga kategorinya kumuh. Makanya, kemudian ditata biar lebih rapi dan nggak banjir sama longsor lagi,” jelasnya kepada Mojok.

Rumah deret Terban sendiri adalah milik perorangan, bukan sistem sewa atau kontrakan. Unit-unit yang dibangun berada di atas tanah dengan hak kepemilikan (SHM) dari masing-masing penghuni.
“Nggak sedikit orang ngiranya kami ini sewa. Rumah ini ya aslinya rumah lama kami, Mas. Kami punya SHM. Hanya saja dibangun ulang sama bangunan yang lebih rapi dan layak huni,” paparnya.
Bangunan dua lantai seluas 5×10 meter
Kacung juga mengizinkan reporter Mojok untuk melakukan room tour ke unit rumah deret Terban yang ia tempati. Namun, kata dia, karena kondisi dalam rumah masih berantakan, beberapa ruangan diminta untuk tak difoto.
Lelaki asal Madura ini bercerita, pihaknya mendapatkan unit seluas 5×10 meter dengan susunan dua lantai. Menurutnya, unit ini adalah yang paling luas kalau dibanding tetangga-tetangganya.
Alasannya, luas tanah dan bangunan yang ia tempati sebelum adanya pembangunan rumah deret, kira-kira juga berukuran 5×10 meter.
“Tiap unit yang diberikan pada kami disesuaikan sama kepemilikan sebelumnya, Mas. Artinya, jika pemilik sebelumnya memiliki bangunan yang lebih kecil, maka unit rumah deret yang didapatkan pun juga kecil,” jelasnya, sambil berkeliling menunjukkan beberapa ruangan.
“Termasuk listrik. Kalau awalnya kami punya meteran sekian KWh, yang dipasang nantinya ya segitu.”

Kacung menceritakan, masing-masing unit diberikan secara kosongan. Ruangan yang dipisahkan dinding hanyalah bagian dapur dan kamar mandi. Alhasil, ia harus membuat sekat sendiri berbahan aspes ataupun triplek jika ingin membuat kamar dan ruangan baru di unitnya.
Di lantai bawah, Kacung membuat sekat untuk membagi tempat menjadi beberapa ruangan. Antara lain ruang tamu sekaligus ruang keluarga, dua kamar tidur, dan satu ruangan kecil di bawah tangga yang juga terdapat kasur. Sementara lantai atas hanya terdapat satu kamar tidur.
Ada satu unit rumah deret Terban yang berisi empat KK, 15 jiwa
Selain paling luas, unit yang ditempati Kacung di rumah deret Terban juga punya penghuni paling banyak. Unit ini dihuhi oleh empat kartu keluarga (KK). Masing-masing terdiri dari keluarganya, keluarga adik, kakak, dan KK orang tuanya.
Kalau ditotal, jumlahnya ada 15 orang. Saat reporter Mojok berkunjung, ada…
Baca halaman selanjutnya…
Rumah baru yang aman dari banjir dan tanah longsor.