Dari gerbang utama, Anwar (25) langsung naik ke tribun barat Stadion Krida Rembang, Jawa Tengah. Dia mengambil duduk di bagian paling atas. Senyum tipis tampak di wajahnya, saat matanya tertuju pada sekelompok bocah sekolah sepakbola (SSB) sedang berlatih. Ingatan masa lalunya berkelindan: kala dia dan bocah-bocah usia 13-an tahun lainnya saling bersaing dalam seleksi untuk klub junior dari Persatuan Sepakbola Indonesia Rembang (PSIR).
Sejak SD, Anwar sudah masuk salah satu SSB di Rembang. Dia memang bercita-cita menjadi pemain bola. Cita-cita yang hingga kini memang belum terwujud.
Sejak lulus SMA, Anwar langsung bekerja. Pindah-pindah dari satu pabrik ke pabrik lain, dari Jawa Tengah, Jawa Timur, hingga Jawa Barat. Sehingga, amat jarang dia bisa jenak di rumah.
Sejak Oktober 2024, Anwar keluar dari pabrik terakhirnya di Semarang, Jawa Tengah. Kini, sambil mencari-cari pekerjaan lagi, dia agak sering main ke Stadion Krida Rembang untuk nostalgia. Seperti pagi itu, Minggu (8/12/2024).
Impian bermain bersama PSIR di Stadion Krida Rembang
SSB tempat Anwar berlatih dulu memang terbilang cukup gemilang. Di kompetisi-kompetisi antarkecamatan di Rembang, penampilan SSB-nya selalu menonjol. Anwar menjadi salah satu pemain yang disorot.
Mengisi posisi di sayap kanan, dia sering melewati banyak lawan dengan gocekan-gocekannya. Banyak assist juga yang dia torehkan.
“Di era AFF 2010, aku ngefans sama Irfan Bachdim. Lalu sejak Andik Vermansyah muncul, aku terobsesi kayak dia. Larinya kenceng, gocekannya ngeri. Makanya kan sempat dijuluki Messi-nya Indonesia, to,” ujar Anwar.
Keluarga dan lingkungan Anwar pun penggila bola. Terutama pada PSIR. Mereka sangat militan meski saat itu PSIR hanya bermain di Divisi Utama.
Anwar sendiri beberapa kali ikut tetangga-tetangganya nribun di Stadion Krida Rembang saat PSIR menjamu lawan-lawannya. Bahkan sesekali pula dia ikut away.
“Aku membayangkan, rasanya bangga sekali kali ya kalau bisa main di sana (lapangan) di hadapan ratusan penonton. Disoraki, dinyanyikan yel-yel penyemangat,” tutur Anwar.
Anwar ingin suatu saat dia bisa membela Timnas Indonesia. Apalagi sejak dia nonton film Garuda di Dadaku 1 (2009) dan Garuda di Dadaku 2 (2011). Semangatnya makin bertambah-tambah. Tapi sebelum ke sana, menjadi bagian dari PSIR adalah target yang ingin dia capai.
Mimpi yang terkubur di Stadion Krida Rembang
“Pada 2012-an kalau tidak salah ingat, itu masih SMP, aku sempat ikut seleksi PSIR untuk U-15. Cukup ketat. Sayangnya, aku nggak tembus,” ungkap Anwar.
Sejak hari itu, Anwar pernah ikut seleksi dua sampai tiga kali lagi. Namun, hasilnya masih sama. Dia gagal. Alhasil, dia masih berkutat di kompetisi-kompetisi tarkam.
Akan tetapi, kecintaannya pada PSIR tak pernah luntur. Dia masih menaruh harapan besar. Kalau tidak di junior, ya berarti kelak di level senior dia harus bisa tembus.
Sayangnya, sejak SMA, aktivitas sepakbolanya agak terganggu karena suatu hal di rumahnya yang tidak bisa ditulis. Lulus SMA pun dia harus langsung bekerja, di saat teman-teman seangkatannya menempuh perguruan tinggi.
“Kerja terus, pindah-pindah terus, akhirnya udah nggak main bola lagi. Entah masih “jago” apa nggak ya sekarang. Sudah jarang main. Kalau PS (Play Station) jago aku,” kelakarnya, untuk menutupi rasa sesalnya yang gagal merumput di lapangan Stadion Krida Rembang.
Sementara nasib PSIR pun kian tidak jelas dari tahun ke tahun. Begitu juga nasib Stadion Krida Rembang. Lama terbengkalai. Cat oranye yang jadi ciri khas stadion dan PSIR telah pudar, dirambati semak liar, tribun rusak, dan rumput lapangan yang sudah tak terawat lagi.
Stadion Krida Rembang lantas hanya menjadi tempat nongkrong. Syukur masih ada beberapa SSB yang menggunakannya untuk berlatih dan mengadakan laga tanding.
“Mimpiku jadi pemain bola memang sudah terkubur di sini (Stadion Krida Rembang). Tapi entah kenapa, aku berharap PSIR bisa tampil lagi. Kangen stadion ini ramai lagi,” ucap Anwar. Tatapannya tak beralih dari bocah-bocah yang berlatih menggiring bola. Berlatar matahari yang perlahan-lahan merambat dari langit timur.
Hanya orang kaya dan nekat yang bisa nribun
Berbeda dengan Anwar, Dendi (25) tidak bisa main bola dan tidak punya ambisi menjadi pemain bola. Dia hanya penikmat. Sebagai warga asli Rembang, di masa-masa SMP-nya (2010-2013) saat PSIR masih berlaga di Divisi Utama, dia terbilang sering nonton langsung di Stadion Krida Rembang. Bersama ayahnya.
“Aku masih menyimpan “terompet” suporter di rumah. Kenang-kenangan berharga itu. Dulu aku punya jerseynya. Yang zaman logo PSIR masih mirip logo PSSI. Tapi udah ilang lama itu,” akunya saat berbincang dengan saya Sabtu (21/12/2024), selepas nonton bareng laga Timnas Indonesia vs Filipina dalam AFF 2024 di sebuah warung kopi.
Bagi Dendi, dulu hanya ada dua kategori orang yang bisa nribun untuk menyaksikan laga PSIR di Stadion Krida Rembang. Satu, orang kaya (yang bisa beli tiket). Dua, orang nekat (yang lompat pagar, apalagi tribun timur Stadion Krida tak terlalu tinggi). Dendi termasuk golongan satu.
“Jumlahnya kayaknya lebih banyak yang nekat haha. Kalau PSIR main di kendang, wah dulu truk-truk itu dari arah Sarang pasti full anak-anak mbonek. Pakai kaos dan syal oranye-oranye. Manjat dindng biar sampai di tribun,” terang Dendi.
Menjadi kebanggaan bagi Dendi bisa menyaksikan langsung di stadion. Karena itu bisa jadi bahan ceritanya pada teman-teman sebayanya. Sebab, di sekolah Dendi, paling hanya tiga anak yang bisa nribun (termasuk Dendi). Sisanya hanya menikmati cerita-cerita “dramatis” yang Dendi sampaikan.
Sejak lulus SMA, Dendi masih stay di Rembang, hingga sekarang. Dia bekerja apa saja di Rembang, berpindah-pindah.
Dia memang sudah tak pernah lagi masuk ke dalam stadion. Tapi kalau sedang melintas di stadion yang terletak di pusat kota itu, dia pasti teringat lagi masa-masa itu. Suasana yang sudah tidak dia dapati lagi dalam beberapa tahun terakhir, lantaran nasib PSIR yang tak jelas dan kondisi stadion yang makin buruk.
Janji-janji renovasi
Pada 2021, kala saya masih menjadi wartawan di Rembang, saya dan sejumlah teman wartawan sempat meminta penjelasan terkait nasib Stadion Krida dan PSIR. Saat itu kami menghadap ke Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Dindikpora) Kabupaten Rembang.
Ada janji merenovasi stadion, sekaligus pernyataan komitmen untuk memikirkan nasib PSIR. Namun, empat tahun berlalu. Sementara kondisi Stadion Krida Rembang masih tetap tidak tersentuh.
Baru belakangan ini kembali muncul pernyataan “penuh harapan tersebut”. Kepala Bidang Olahraga (Dindikpora), Haryanto, mengatakan bahwa Pemkab Rembang sudah menyiapkan dana sebesar Rp200 juta untuk perbaikan.
“Perbaikan tidak hanya akan mencakup bagian atap tribun, tetapi juga membersihkan stadion dan memperbaiki tribun sebelah timur,” jelasnya Kamis (26/9/2024) dikutip dari Radar Kudus.
Targetnya, renovasi akan benar-benar beres maksimal pada Desember 2024, agar pada 2025 sudah siap digunakan sebagai kendang PSIR (lagi).
Menanti PSIR berlaga lagi
PSIR diproyeksikan akan mengikuti Liga 4, sebagai jenjang awal untuk merangkak ke kasta demi kasta Liga Indonesia.
“Orang lama” di PSIR, Hariyanto, ditunjuk menjadi pelatih kepala untuk klub berjuluk Laskar Dampo Awang tersebut. Nama Siswanto, mantan manajer PSIR 2011-2016, pun ikut ditarik kembali.
PSIR sudah lama hiatus. Tidak memiliki pemain. Alhasil, Hariyanto pun menggelar seleksi pemain-pemain lokal di sisa Desember ini, meliputi gabungan pemain senior dan pemain muda (U-23). Meski ada juga pemain-pemain lama seperti Rudi Santoso, Koko Hartanto, Zaenal Arifin “Ceng”, Efendi “Bendot”, Edi Santoso serta Yoni Ustaf Bukhori.
“Persiapan tim terlambat, jadi ada sejumlah pemain lokal Rembang yang sudah terlanjur bergabung dengan tim lain, seperti Kuningan Jawa Barat, Batang dan Kendal Jawa Tengah,” terangnya pada wartawan pada Minggu (22/12/2024).
“Sebenarnya juga ngincar empat pemain luar daerah. Tapi karena Rembang persiapannya mepet jadi keduluan direkrut sama tim lain,” imbuhnya.
Liga 4 memang liga amatir. Kasta terbawah. Namun, orang-orang seperti Anwar dan Dendi, berharap sepakbola Rembang bisa bergeliat lagi. Renovasi Stadion Krida dan “lahirnya” kembali mereka harap menjadi awal.
Kata mereka, Rembang punya banyak anak-anak muda yang tak sekadar menggilai bola, tapi juga berbakat. Mereka perlu wadah untuk mengasahnya. Mereka, barangkali, juga memiliki mimpi untuk bisa merumput di Stadion Krida dan syukur-syukur kelak bisa merumput bersama Timnas Indonesia di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK).
BACA JUGA: Keramahan di Sepanjang Jalan Rembang-Jogja yang Sulit Ditemui Saat ke Surabaya
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News