Pacaran dengan anggota perguruan pencak silat PSHT—apalagi seorang warga (guru)—awalnya menjadi kebanggaan dan memberi rasa aman. Sebab, selain disegani karena punya aura pendekar PSHT yang kuat, rasanya juga punya sosok yang bisa diandalkan, terutama jika sedang mendapat gangguan dari orang lain.
Akan tetapi, semua berubah sejak citra perguruan pencak silat PSHT menjadi minor di mata publik: dicap tukang onar, tukang keroyokan, bahkan mendapat cap hama hingga jamet.
***
Perguruan pencak silat PSHT masih menjadi sorotan menyusul beberapa peristiwa tak menyenangkan di awal Suro 2025 ini.
Pada Sabtu (28/6/2025) malam lalu, merujuk banyak berita yang sudah beredar, seorang ibu-ibu di Tulungagung, Jawa Timur meninggal dunia akibat tertabrak sekelompok anggota PSHT yang tengah konvoi menyambut malam pengesahan anggota baru. Kronologi lengkapnya bisa dibaca di sini.
Sebelumnya, sempat viral juga anggota PSHT yang membentangkan bendera perguruan silat mereka di sebuah jembatan di Tokyo, Jepang hingga menuai hujatan dari warganet.
Atas viralnya video tersebut, Ketua Umum Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Pusat Madiun, R Moerdjoko Hadi Wiyono sampai harus menyampaikan permohonan maaf.
KBRI Tokyo pun sampai menggelar pertemuan dengan PSHT Cabang Jepang untuk mengonfirmasi hal tersebut. Video tersebut ternyata diambil tiga tahun lalu. Meski begitu, merujuk keterangan KBRI, PSHT Cabang Jepang menyampaikan permohonan maaf.
“PSHT Cabang Jepang menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya dan menyadari bahwa tindakan tersebut tidak selaras dengan ketentuan dan norma yang berlaku di Jepang serta mencederai nama baik Indonesia di Jepang,” jelas KBRI mengutip CNN Indonesia.
Pacaran dengan warga PSHT dulu terasa keren karena aura pendekar
Pengalaman unik diceritakan oleh Anisa Fitri (22) menyusul berita-berita miring tentang perguruan pencak silat PSHT. Anisa—sapaan akrabnya—selalu merasa malu tiap ada oknum anggota perguruan pencak silat asal Madiun itu berulah.
Perempuan asal Blitar, Jawa Timur itu memang bukan termasuk anggota pencak silat. Akan tetapi, dia sempat menjalin hubungan dengan seorang warga PSHT muda di desanya, dulu ketika dia masih SMA.
“Jujur saja, dulu pacaran dengan seorang warga PSHT itu rasanya keren. Warga kan gurunya. Jadi kalau sudah bawa label itu, pasti disegani sama anggota-anggota yang belum warga,” curhat Anisa, Sabtu (5/7/2025) siang WIB.
Selain itu, secara fisik, pacarnya dulu tampak sangat gagah sekali. Apalagi di masa SMA-nya dulu, sempat ada tren foto dengan gaya kuda-kuda dan kembangan khas pencak silat. Tidak sembarang orang bisa berfoto demikian, harus benar-bener seorang anggota PSHT.
Di mata Anisa dulu, tiap kali pacarnya berpose demikian, aura pendekar PHST-nya auto keluar. (Anisa menceritakan ini dengan tawa geli).
Kalau ada yang ganggu, tinggal mengadu
Anisa juga merasa aman karena selalu dilindungi oleh sosok pendekar yang bisa diandalkan. Dia ingat betul, dulu dia pernah merasa risih karena ada teman cowok sekelasnya yang mencoba mendekatinya.
Karena merasa terganggu, dia melapor ke pacarnya yang ada di kelas lain. Yang terjadi selanjutnya, sepulang sekolah, cowok sekelas Anisa itu nyaris dipukul bahkan dikeroyok oleh sanga pacar dan beberapa temannya sesama anggota PSHT.
“Untung waktu itu baru gertakan. Terus cowok sekelasku itu minta maaf. Setelahnya dia nggak berani lagi mencoba PDKT. Sekadar menyapa saja sudah nggak berani,” beber Anisa. Kini Anisa malah merasa bersalah dengan cowok tersebut.
Baca halaman selanjutnya…
Setelah putus malah kena imbas yang nggak hilang-hilang