Televisi makin jarang digandrungi anak muda, apalagi untuk sekadar menonton berita. Namun, akhir-akhir ini masyarakat tertarik dengan program Meet Nite Live di Metro TV yang bergaya satir dan jenaka. Beda lagi dengan respons dari organisasi masyarakat dan pakar komunikasi media.
***
Stasiun televisi Metro TV seolah mencoba gaya pemberitaan mode baru yang tidak pernah dipakai oleh stasiun televisi lainnya di Indonesia. Agar lebih interaktif dengan penonton, Metro TV menggunakan komunikasi satir berbalut komedi.
Program baru itu bernama Meet Nite Live yang tayang setiap Selasa dan Kamis pukul 22.30 WIB. Valentinus Resa merupakan tokoh senter yang bertugas sebagai host atau presenter dalam program tersebut.
Dilansir dari metrotvnews.com, Meet Nite Live merupakan perpaduan dari wawancara langsung dengan liputan di lapangan, sehingga masih terpercaya informasinya. Pembahasan yang diangkat mengenai isu-isu terkini dan tren perilaku masyarakat secara tajam tapi tetap menghibur.
Namun, tak semua penonton sepakat dengan model penyajian berita ala Meet Nite Live. Salah satu organisasi masyarat Perisai Kebenaran Nasional bahkan melakukan somasi kepada Valentinus Resa sebagai presenter.
Politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Ahmad Sahroni siap pasang badan untuk Resa jika ormas Perisai Kebenaran Nasional jadi mengangkat masalah tersebut ke ranah hukum. Kalau ditanya, mengapa Nasdem? Masuk akal saja, karena perintis media Metro TV adalah Ketua Umum Nasdem Surya Paloh.
Meet Nite Live dapat rating tertinggi
Berbeda dengan ormas Perisai Kebenaran Nasional, sebagian penonton usia muda justru merespons baik acara Meet Nite Live yang memiliki model pemberitaan ‘santai’. Terbukti, ketika Meet Nite Live mendulang rating tertinggi sejak pertama kali mengudara pada Maret 2025 di Metro TV.
Pendekatannya dinilai lebih segar, ringan, tapi tajam dan jenaka, sehingga mampu menggaet kalangan di usia muda. Berkat program tersebut, nama Valentinus Resa pun jadi viral. Mereka kebanyakan tahu dari media sosial.
Akhmad Hanif (27) misalnya. Biasanya ia lebih sering menonton berita dari potongan-potongan video pendek di media sosial ketimbang menonton berita di layar televisi. Sebab, ia bosan dengan penyampaian yang terlalu serius dan tegang.
Apalagi, berita soal kebobrokan pemerintah akhir-akhir ini dan yang langsung berdampak pada dirinya, misalnya kasus Coretax dan korupsi. Oleh karena itu, saat melihat Meet Nite Live, ia merasa jadi lebih nyaman dan betah untuk menonton.
“Aku sempat pusing gara-gara kebijakan sistem pajak yang baru kayak Coretax, apalagi aku seorang akuntan di sebuah perusahaan manajemen outsourcing jadi dampaknya lebih kerasa. Kerjaanku jadi terhambat,” tutur Hanif
“Minimal dengan berita yang satir tapi agak-agak guyon, aku jadi nggak stress. Suka dengan cara penyampaiannya, agak lain tapi menukik,” lanjutnya.
Meet Nite Live mampu menggaet gen Z
Hanif justru bingung kenapa ada ormas yang mempermasalahkan model pemberitaan Metro TV? Toh, berita-berita yang disajikan sudah sesuai fakta dan banyak disukai anak muda, termasuk dirinya.
“Mangkanya harus tetap skeptis, harapannya ya program tersebut sudah terverifikasi dan tidak ditunggangi kepentingan politik,” ujar Hanif.
Begitu pula dengan Ikhfanny Alfi (23) yang memang suka menonton berita sejak remaja. Justru, kata Ikhfanny, inovasi gaya penyampaian berita yang dihadirkan Metro TV bisa menjadi angin segar terhadap budaya konsumsi digital oleh masyarakat.
“Bukan pelanggaran substansi maupun kode etik jurnalistik,” kata Ikhfanny.
Menurut dia, Meet Nite Live sudah menunjukkan kredibilitas dan kualitas produk jurnalistik. Tidak serta-merta tayang hanya dengan opini pribadi tanpa melalui proses kurasi. Sebaliknya, ia menilai Metro TV berhasil beradaptasi dengan perkembangan zaman dan perubahan budaya konsumsi digital.
“Di era informasi digital yang masif, atensi publik akan menurun seperti fenomena doom scrolling dan tren short form content. Audiens cenderung lebih terikat dengan penyampaian berita berformat ringan dan ekspresif, sekaligus tetap faktual dan berbasis data,” tutur Ikhfanny.
Penyampaian kebenaran perlu membuat orang tertawa
Mantan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, Eben Haezer Panca mengatakan sebuah pelanggaran etik harus dilihat dari konten per konten berita. Dalam hal ini tayangan berita yang ada di Meet Nite Live. Sesuai yang diatur dalam 11 pasal di Kode Etik Jurnalis atau Kode Etik Wartawan Indonesia.
Yang jelas, somasi terhadap presenter tidak bisa dilakukan. Ketika konten yang dibawakan oleh presenter sudah mengudara dan dikonsumsi oleh publik, kata Eben, maka pertanggungjawaban sepenuhnya ada pada perusahaan medianya.
“Seperti yang diatur dalam Undang-Undang Pers, pihak yang keberatan dapat mengadu ke Dewan Pers. Nantinya, Dewan Pers yang akan menentukan ada atau tidaknya pelanggaran oleh perusahaan pers,” ujar Eben, Rabu (16/4/2025).
Menurut Eben, Jurnalisme satir sebetulnya bukan hal yang baru. Seorang penulis abad 19, Oscar Wilde pernah menyebut: “Untuk menyampaikan kebenaran, Anda perlu membuat orang tertawa. Jika tidak, mereka akan ingin membunuh Anda.”
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Sinetron India ANTV: Tontonan yang Selalu Kami Nanti, Meski Ringan tapi Punya Filosofi atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.