Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Universitas Gadjah Mada (UGM) melayangkan Mosi Tidak Percaya pada pihak jajaran petinggi kampus.
BEM KM UGM menilai, rektor dan civitas akademik Universitas Gadjah Mada terkesan tumpul terhadap pemerintah Prabowo, yang beberapa kebijakannya dianggap membuat rakyat semakin tertindas.
Runtuhnya integritas Universitas Gadjah Mada (UGM)?
Beberapa waktu belakangan, berbagai persoalan menyasar Universitas Gadjah Mada secara beruntun. Mulai isu plagiarism, pelecehan seksual oleh guru besar, hingga polemik ijazah palsu Joko Widodo (Jokowi).
Seiring itu, Ketua BEM KM UGM, Tiyo Ardianto menilai bahwa Universitas Gadjah Mada telah kehilangan daya kritisnya terhadap pemerintah.
Bahkan Tiyo menilai UGM turut berperan dalam membesarkan kekuasaan mantan presiden Joko Widodo yang berlanjut di masa Prabowo-Gibran sekarang.
Sebab, baginya, pmerintahan Prabowo-Gibran saat inipun tidak lebih dari kelanjutan kehendak politik Jokowi. Sementara UGM terkesan diam saja dan tidak menegaskan keberpihakannya terhadap rakyat kala situasi demokrasi tengah sedemikian carut-marut.
“Integritas UGM memang sedang diuji. Rasanya sudah saatnya UGM melakukan evaluasi total atas kepemimpinan dan pengelolaan institusinya. Civitas akademika yang kritis mesti diberi peran di situ,” ungkap Tiyo kepada Mojok, Rabu (28/5/2025).
UGM: dulu kampus kerakyatan kini kampus kekuasaan
Lebih lanjut, bagi Tiyo, UGM telah berpaling dari khittah/jati dirinya. UGM sejatinya adalah Kampus Kerakyatan. Namun kini justru terasa seperti Kampus Kekuasaan.
“Mesranya pejabat kampus UGM dengan kekuasaan, kan, bukan barang rahasia lagi. Sosok yang sangat berpengaruh di UGM pun adalah sosok yang sangat berpengaruh dalam dinamika politik nasional (maksudnya Pratikno),” beber Tiyo.
“Kita cemas karena integritas UGM belakangan seperti dipertaruhkan dalam peluang di-kooptasi oleh kepentingan,” sambungnya.
Tanggung jawab untuk selamatkan rakyat
Selain itu, Tiyo menegaskan bahwa UGM—sebagai Kampus Kerakyatan—sejatinya memiliki tanggung jawab sejarah untuk menyelamatkan rakyat.
Sementara yang dia rasakan saat ini, ketika rakyat sedang dalam situasi tidak baik-baik saja, UGM justru tidak terlibat sebagai faktor dalam merestorasi situasi tersebut.
“Membiarkan penindasan dan ketidakadilan itu sama dengan melakukannya,” tegas Tiyo.
Atas situasi itu, untuk mengembalikan integritas dan muruah kampus, Tiyo memberi rekomendasi agar pihak UGM menegaskan keberpihakannya kepada rakyat. Caranya dengan membuat Mosi Tidak Percaya terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran.
“Kami tawarkan Mosi Tidak Percaya kepada rezim sebagai langkah konkret untuk mengembalikan kepercayaan publik,” tutur Tiyo.
Sampai kapan Mosi Tidak Percaya untuk Universitas Gadjah Mada?
Pada Rabu (21/5/2025), Rektor Universitas Gadjah Mada, Ova Emilia disebut telah bertemu dan melangsung diskusi dengan mahasiswa.
Sepengakuan Tiyo, dalam diskusi itu Ova menyampaikan, bukan wewenang kampus untuk membuat Mosi Tidak Percaya kepada Prabowo, sebagaimana yang mahasiswa tuntut.
Ova malah menganggap bahwa forum diskusi tersebut merupakan bagian dari upaya pihak Universitas Gadjah Mada memihak rakyat. Jawaban yang tentu saja, bagi Tiyo, tidak memuaskan.
Dalam wawancara dengan sejumlah media, Tiyo menyebut diskusi itu tidak lebih dari sebuah akrobat dalam panggung media. Sementara ketidakadilan dan penindasan terus tetap serta senantiasa terjadi di mana-mana.
“Sampai Rektor menyatakan Mosi Tidak Percaya ke Rezim Prabowo-Gibran atau sesuatu yang setara dengannya sebagai penegasan keberpihakan kampus dan keinginannya untuk menyelamatkan rakyat, Mosi Tidak Percaya kami ke kampus tidak akan dicabut,” pungkas Tiyo.
Atas Mosi Tidak Percaya ini, Rektor Universitas Gadjah Mada beserta jajarannya terpantau masih belum memberi tanggapan.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: ‘Universitas Gadjah Mada Diskriminatif, Tak Adil, dan Tak Transparan’: Cerita Dosen yang Merasa Dihambat Jadi Guru Besar atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan












