Banyak mahasiswa beranggapan bahwa satu-satunya cara lolos uji plagiarisme di turnitin adalah melalui parafrase. Kalau sudah mentok, jalan curang kerap mereka ambil dengan cara menaruh “karakter tersembunyi”–seperti yang viral akhir-akhir ini. Bagi joki skripsi, metode itu haram mereka pakai meski kenyataannya malah banyak dosen yang melanggengkannya.
Belakangan di media sosial X ramai dengan tangkapan layar sebuah skripsi yang ketahuan mencurangi cek turnitin agar lolos uji plagiarisme.
Melalui screenshot itu, kita bisa melihat bagaimana seorang mahasiswa asal Universitas Jember menambahkan karakter i di tiap kata agar tak terdeteksi menjiplak kalimat orang lain.
Generasi emas 2045 pic.twitter.com/E1t5ObxWdS
— Romansa Tawa (@bangopang__) February 23, 2024
Berbagai respons pun bersambut. Ada yang menghujat, ada juga yang malah menganggapnya sebagai ide bagus. Tapi tak sedikit juga yang bilang itu merupakan tindakan bodoh karena “kurang rapi dalam bermain curang”.
Satu hal yang perlu digaris bawahi, meski tak sedikit netizen baru mengetahui soal “terobosan” ini, nyatanya di kampus-kampus praktik ini sudah lazim bagi kalangan dosen dan mahasiswa.
Pernah pakai metode curang itu buat memenangkan lomba
Hani (24), alumnus kampus negeri di Jogja, mengaku kalau menambahkan karakter khusus di tiap kata dan menyembunyikannya, sudah jadi metode turun temurun di ormawanya dulu buat mengakali uji plagiarisme. Sebagai informasi, Hani dulu aktif di salah satu ormawa fakultas yang kegiatan utamanya adalah penelitian dan menulis karya ilmiah.
“Itu cara paling instan kalau sudah mentok. Tambahin karakter unik di tiap kata, abis itu ubah font jadi warna putih. Mesin [turnitin dan sejenisnya] enggak bisa mendeteksi,” akunya kepada Mojok, Minggu (25/2/2024) malam.
Menurut Hani, cara ini terus diajarkan dari generasi ke generasi berikutnya di ormawanya. Mahasiswa yang lulus kuliah 2023 lalu ini pun bahkan berani menjamin, mahasiswa yang aktif mengikuti lomba karya tulis tidak mungkin asing dengan cara ini.
Malahan, Hani mengaku kalau di kampusnya dulu pernah ada mahasiswa yang menang lomba karya tulis berkat cara curang ini.
“Lombanya level nasional,” kata Hani. “Jadi ‘kan mereka udah coba berkali-kali uji plagiarisme, ternyata deteksi plagiarismenya masih tinggi banget. Ada ambang batas buat ikut lomba. Karena mentok, susah utak-atiknya, pakailah cara ini. Efektif kok,” jelasnya.
Tahu cara curangi cek turnitin dari dosen pembina
Praktik mencurangi cek turnitin untuk lolos uji plagiarisme ini tak hanya terjadi pada level mahasiswa. Berdasarkan pengakuan Hani, sebenarnya ada beberapa dosen di kampusnya yang melanggengkan praktek licik ini.
Menurutnya, senior di ormawanya pertama kali belajar mengakali turnitin dari dosen pembina yang mendampingi mereka persiapan lomba. Fakta ini ia dapat berdasarkan cerita dari para senior ormawa di kampusnya.
“Di kampusku udah jadi rahasia umum ‘dosen A’ ini yang ngajarin cara-cara itu buat ngakalin cek turnitin, kalau sudah mentok,” katanya.
Hingga lulus kuliah, Hani memang tak pernah secara langsung mendapat pendampingan dosen tersebut. Namun, berdasarkan cerita para seniornya, mengakali turnitin mereka lakukan kalau deadline pengumpulan berkas lomba sudah dekat, sedangkan naskah masih banyak terdeteksi plagiat.
“Langsung ‘dosen A’ yang menyuruh, katanya biar cepat saja.”
Praktik itu juga lazim di kalangan joki skripsi
Sementara Baron (27), pentolan UGM yang menjadi joki skripsi ulung, mengaku kalau praktik mencurangi cek turnitin juga lazim di kalangan para joki. Fyi, Baron merupakan narasumber Mojok yang pernah membagikan ceritanya dalam liputan berjudul “Nasib Ironis Mahasiswa UGM Jadi Joki Skripsi, Udah Lulusin Banyak Orang tapi Dirinya Malah Enggak Lulus-Lulus”.
Menurutnya, tak semua joki skripsi mengerjakan orderan mereka secara rapi dan idealis. Banyak juga yang asal copas dari materi orang lain, terutama di bagian Bab Kajian Teori.
“Asal comot aja. Copas sana-sini. Biar enggak kedetek plagiarisme tinggal tambah karakter-karakter unik lalu sembunyiin font-nya,” kata Baron.
Parahnya lagi, aksi itu kadang berdasarkan persetujuan kedua belah pihak. Jadi, sang joki bilang bakal mencurangi turnitin karena ada bagian yang susah diutak-atik, dan klienmu menerimanya.
“Biasanya sih faktor klien yang mau cepet dan enggak paham risiko,” lanjutnya.
Mencurangi turnitin adalah cara haram
Meski lazim dijumpai di kalangan penjoki lain, Baron mengaku kalau mencurangi turnitin baginya adalah cara haram. Baron punya beberapa alasan mengapa dia enggan melakukan praktik ini.
Pertama, selama klien mau membayar jasa, artinya ia harus melakukan tugas tersebut sebaik mungkin. Termasuk memastikan hasil pekerjaannya lolos cek plagiarisme secara jujur.
“Prinsipku, kan mereka curang di tahap bayar jasa joki aja. Kita sebagai joki tak mau curang juga. Tugas yang aku bikin tetap karya ilmiah yang pengerjaannya sesuai metode ilmiah juga,” ujarnya.
Kedua, mencurangi turnitin bagi Baron amat berisiko. Meski instan, cepat, dan mudah, jika ketahuan maka dampaknya bisa fatal dan menjadi efek domino.
“Kalau ketahuan, bisa-bisa skripsinya dipermasalahkan. Kampus bisa nyabut ijazahnya, lho,” ujar Baron. “Belum lagi kalau diusut. Bisa-bisa ketahuan kalau itu hasil kerjaan joki. Jokinya pun juga bisa keseret, kan repot,” pungkasnya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.