Kampung Susun Bayam di Papanggo, Tanjung Priok, Jakarta Utara tampak gelap gulita pada Senin malam (8/1/2024). Kontras dengan lampu warna-warni yang menyala di bangunan Jakarta International Stadium (JIS).
Malam itu, warga yang tergabung dalam Kelompok Tani Madani Kampung Bayam (KTMB) pulang ke rumah susun dalam kondisi lesu. Mereka baru saja mendampingi Muhammad Furqon, Junaedi Abudllah, Komar, dan Sudir di Polres Jakarta Utara.
Beberapa hari sebelumnya, empat perwakilan warga tersebut diminta polisi untuk mediasi bersama PT Jakarta Propertindo (Jakpro) selaku pengelola gedung Kampung Susun Bayam. Jakpro menilai warga KTMKB melanggar Undang-Undang karena tinggal tanpa izin.
Kasus ini sempat ramai dibahas pada Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden 2024 kemarin. Sebab, Anies Baswedan selaku calon presiden sekaligus mantan Gubernur Jakarta pada saat itu telah memberi janji kepada warga eks Kampung Bayam supaya tinggal di rumah susun (rusun) tersebut. Nyatanya, hingga sekarang, nasib warga yang terkena penggusuran akibat pembanguan JIS masih tak jelas.
Warga Kampung Susun Bayam, Jakarta Utara terancam dipolisikan
Sayup-sayup dari arah pintu masuk gedung Kampung Susun Bayam, saya mendengar suara orang mengaji, meski dari luar terlihat sepi. Beberapa anak menengok dari atas tangga. Melihat kedatangan saya di halaman depan, mereka langsung turun dan menyapa.
Anak-anak itulah yang mengantar saya ke lantai dua untuk bertemu dengan Muhammad Furqon, Ketua KTMKB. Malam itu, saya memang diundang Furqon untuk menghadiri doa bersama warga, setelah dirinya dan beberapa warga Kampung Susun Bayam memenuhi panggilan polisi di Polres Jakarta Utara.
Setelah doa bersama, Furqon bangkit dari duduknya. Ia masuk ke salah satu ruangan yang ia klaim sebagai tempat tinggal keluarganya. Setidaknya, begitulah informasi di pintu ruangan tersebut. Di mana, di pintunya tertempel kertas data pemilik unit.
Beberapa menit kemudian, Furqon menghampiri saya dengan membawa banyak berkas. Salah satunya, dokumen perjanjian antara warga KTMB dengan mantan Gubernur Jakarta, Anies Baswedan sebelum Kampung Susun Bayam diresmikan pada Oktober 2022.
“Keputusan kami adalah melawan,” ucap Furqon, saat ditemui di Kampung Susun Bayam, Senin malam (8/1/2024).
Dengan kata lain, Furqon dan warga KTMKB memilih bertahan tinggal di rusun tersebut meski terancam diusir bahkan dipenjara. Warga meyakini bahwa Kampung Susun Bayam diperuntukkan bagi mereka setelah digusur akibat pembangunan JIS.
Simpang siur peruntukkan Kampung Susun Bayam, Jakarta Utara
Warga KTMKB dinilai melanggar Pasal 170 KUHPidana dan atau Pasal 406 KUHPidana dan Pasal 167 KUHPidana, tentang kekerasan terhadap barang, dan pengrusakan, dan atau memasuki pekarangan milik orang lain tanpa izin yang berhak.
Siang hari, saat mediasi berlangsung, Jakpro telah menawarkan dua opsi kepada warga. Opsi itu adalah warga harus kembali ke hunian sementara (huntara) atau tinggal sementara di Rusun Nagrak. Namun, mereka menolak keduanya.
Menurut Furqon, kedua opsi itu tak memberikan solusi sama sekali. Pasalnya, sudah lebih dari satu tahun warga tak mendapat kepastian saat tinggal di huntara.
“Kami ditelantarkan,” katanya merujuk kepada Penjabat Gubernur Jakarta Heru Budi maupun Jakpro. “Selama ini tidak pernah ada informasi dan komunikasi kepada warga sama sekali,” lanjutnya.
Hingga saat ini pun, PT Jakarta Propertindo alias Jakpro maupun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak kunjung memberi mereja kunci. Alasannya juga tak pasti. Setiap ditanya awak media, keduanya selalu berkelit.
“Dari awal namanya HPPO, namanya HPPO kan hunian para pekerja (Hunian Pekerja Pendukung Operasional JIS),” kata Direktur Utama PT Jakpro Iwab Takwin dikutip dari Antara, Rabu (19/2/2025).
Dengan kata lain, peruntukkan Kampung Susun Bayam tak sesuai dengan janji awal. Oleh karena itu, sejumlah warga yang tergabung di KTMKB nekat menghuni paksa rusun tersebut.
Selain tak memenuhi janji, warga menilai Jakpro dan pemerintah provinsi terkesan mematok harga sewa terlalu tinggi. Dengan demikian negosiasi di antara ketiganya selalu menemui jalan buntu.
Janji hanyalah janji
Meski terancam dipenjara, warga memutuskan bertahan bahkan nekat membuat sumur. Selama beberapa bulan tinggal di Kampung Susun Bayam, Jakpro memang sengaja mematikan suplai air listrik dan air agar warga tak betah.
Warga menggunakan alat-alat sederhana seperti linggis dan tombak trisula untuk menggali tanah di dekat gerbang pintu masuk. Namun, setelah dikuras berkali-kali, warna air masih terlihat abu-abu dan bau.
Warga tak berhenti mencari solusi. Secara kebetulan, mereka menemukan pintu got di belakang rusun. Mereka pun berupaya menguras air ledeng tersebut agar terlihat lebih jernih.
Pada akhirnya, kehidupan warga KTMKB di Kampung Susun Bayam tak berlangsung lama. Furqon yang dianggap sebagai pentolan, ditangkap pada Selasa (2/4/2024).
Sore itu, ia langsung ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara. Ia baru dibebaskan setelah warga dan Jakpro bersepakat untuk pindah dari Kampung Susun Bayam ke huntara pada Selasa (21/5/2024).
Tahun sudah berganti. Kepemimpinan presiden dan gubernur juga sudah beralih, tapi nasib warga eks Kampung Susun Bayam tak kunjung pasti. Kini, janji hanyalah janji.
“Selepas di penjarakan, kami di hunian sementara. Sekarang lanjut bertani,” kata Furqon pada Rabu (19/2/205), “Kami masih menunggu (keputusan) gubernur baru,” imbuhnya.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Menemukan Tempat Tinggal Layak di Jakarta Utara yang Lahir dari Penggusuran atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.