Jalan Persatuan ramai jadi perbincangan di media sosial akhir-akhir ini. Meski lokasinya berada di dalam kampus UGM, ia malah bikin resah mahasiswa, terutama perempuan.
***
Bagi mahasiswa UGM, mereka tentu familiar dengan jalan ini. Jalan sepanjang 1,2 kilometer tersebut membatasi beberapa fakultas UGM di sisi barat dan Gedung Grha Sabha Pramana (GSP) di sisi sebelah timur.
Siang sampai malam, Jalan Persatuan tak pernah sepi. Sebab, ia menjadi pusat aktivitas pedagang kaki lima (PKL), utamanya kuliner.
Baik di ruas trotoar sebelah barat maupun timur, dihiasi tenda-tenda warung makan yang tak pernah sepi pembeli.
Bikin pejalan kaki nggak nyaman
Salah satu mahasiswa Fakultas Geografi UGM, Mala, mengeluhkan adanya aktivitas lapak PKL di Jalan Persatuan. Keberadaan mereka, bagi Mala, sangat mengganggu lalu lintas jalan.
“Jalanan habis buat parkir kendaraan pengunjung lapak. Apalagi kalau sudah malam. Mahasiswa yang jalan kaki biasanya sampai masuk ke badan jalan,” jelasnya saat dihubungi Mojok, Minggu (9/3/2025) malam.

Lebih parah lagi, saat weekend, kondisi bisa 2-3 kali lipat lebih ramai. Kalau sudah begini, tak jarang parkiran sampai masuk ke badan jalan. Selain bikin jalan semrawut, kondisi ini tentu membahayakan para pejalan kaki.
“Trotoar di Jalan Persatuan itu dibikin buat jalan kaki, bukan jualan,” kata mahasiswa UGM ini. “Jatuhnya zalim aja, mencari rezeki dengan mengorbankan hak orang lain,” sambungnya.
Banyak perempuan jadi korban catcalling di Jalan Persatuan
Tak sampai di situ, Mala bahkan mengaku pernah mengalami pelecehan seksual berupa catcalling di Jalan Persatuan. Bahkan, tak cuma sekali dua kali, melainkan sering.
“Bahkan belum lama ini juga kejadian lagi, Kak. Bagi mahasiswi yang sering jalan di sini, aku yakin mereka juga relate kok,” ungkap mahasiswa UGM ini.
Kendati demikian, Mala tak mau menuduh siapa pelaku pelecehan seksual tersebut. Ketika kejadian itu terjadi, ia tak terlalu memperhatikan; apakah pelakunya penjual, tukang parkir, atau pembeli.
“Kalau mau melapor pun, bingung harus melaporkan kemana,” jelasnya.
uhuk uhuk, p yujiem
trotoar dah baru, masa mo jalan kehalang melulu ato sekarang dah ganti fungsi.
buat mahasiswa/i mending boikot organik ke penjual yg ada di trotoar termasuk ngehentiin penyebaran informasinya, jadikan trotoar aman buat pejalan dan no place for preman pic.twitter.com/vWf5tPQm0U— NO DM – KIRIM FESS CEK HIGHLIGHTS (@UGM_FESS) February 23, 2025
Tanpa bermaksud menormalisasi, Mala pun menganggap angin lalu pelecehan seksual tersebut. Mahasiswa UGM ini mengaku tak mau berurusan panjang dengan para pedagang PKL di Jalan Persatuan.
“Biar ini menjadi keresahan umum. Seenggaknya tak cuma aku, tapi juga banyak yang resah,” tukasnya.
Desakan “boikot PKL” Jalan Persatuan
Di Twitter (X), keresahan mahasiswa UGM lebih menjadi-jadi. Bahkan, sampai ada yang menyuarakan buat memboikot PKL di Jalan Persatuan saking meresahkannya.
Komentar-komentar ini dapat dijumpai di akun @UGM_FESS.
“Gak cuman boikot penjual di trotoar jalan persatuan, tapi gue juga boikot cabang cabangnya meskipun udah di mana-mana,” tulis @phosphenol menumpahkan keresahannya.
Beberapa dari mereka tak cuma resah dengan kesemrawutan jalanan, tetapi juga bau tak sedap yang dihasilkan oleh limbah-limbah pedagang PKL di Jalan Persatuan.
“Ih, iya njir. Trotoar jadi item, licin, bau pula. Jam 5 sore pas pada pasang tenda, aku yang baru pulang dari kampus terpaksa jalan kaki lewat bahu jalan yang mana lalu lintas jam pulang kerja lagi ramai banget,” tulis @ahasigama, meluapkan keresahan yang sama.
Respons dari paguyuban PKL
Sebagai informasi, ada tiga paguyuban PKL yang berada di kawasan UGM. Dua di antaranya berada di Jalan Persatuan. Salah satunya adalah Paguyuban Pekalimagama.
Kepada media, Ketua Paguyuban Pekalimagama, Sarjan, mengaku kerap mendengar keluhan mahasiswa soal aktivitas PKL di sana. Desakan untuk penataan pun tak sekali dua kali dia terima.
Misalnya, salah satu opsi yang pernah ia terima dari Satuan Keamanan Kampus (SKK) UGM adalah pemindahan semua PKL ke sebelah barat jalan.
Akan tetapi, Sarjan menilai langkah tersebut tak ideal karena penjualannya akan tetap berada di area jalan, sementara pembeli berada di trotoar.
“Kami nolak nggak asal nolak, karena kalau diiyakan, itu nanti berbenturan juga dengan dinas perhubungan dan warga karena jalan dipakai untuk jualan,” katanya, Sabtu (8/3/2025) lalu.
Dia juga menyebut PKL, bukan ranah UGM, tapi dari Pemkab Sleman. Status Jalan Persatuan juga jalan provinsi, bukan kewenangan UGM.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Sebuah Etalase Kaca Berisi Nasi Gratis yang Menyambung Hidup Orang-orang Jogja yang Kelaparan di Jalan Kaliurang atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.