Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Aktual

Sampah Jogja Bikin Air dan Udara Tercemar, Tapi Pemerintah Tak Punya Solusi Buat Mengatasinya

Ahmad Effendi oleh Ahmad Effendi
14 Juli 2024
A A
Sampah Jogja Bikin Air dan Udara Tercemar, Tapi Pemerintah Tak Punya Solusi Buat Mengatasinya.MOJOK.CO

Ilustrasi Sampah Jogja Bikin Air dan Udara Tercemar, Tapi Pemerintah Tak Punya Solusi Buat Mengatasinya (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Masalah sampah di Jogja, tak hanya berhenti di baunya saja. Nyatanya, darurat sampah ini juga berdampak pada kualitas udara dan air. Sayangnya, pemerintah daerah seolah takut mengambil langkah buat mengatasi ancaman tersebut.

***

Beberapa bulan terakhir, Yudi (23) dibikin kesal dengan ulah tetangganya yang hampir tiap hari membakar sampah. Meski di pekarangan masing-masing, asap yang dihasilkan terbang memasuki sela-sela jendela kamar kosnya.

“Benar kata Anies Baswedan, angin nggak kenal KTP. Itu angin bawa asap pembakaran sampah ke kamarku, anjir! Baju-baju jadi pada apek,” ujarnya, Sabtu (13/7/2024).

Sayangnya, ia tak berani protes. Pasalnya, hampir semua warga lokal di kawasan tersebut melakukan hal yang sama. Penyebabnya, sudah berhari-hari truk sampah tak datang. Alhasil, solusi yang mereka ambil adalah membakar kertas dan plastik tersebut.

“Mau nyalahin warga kok rasa-rasanya aku juga salah, soalnya mereka nggak ada pilihan lagi sekarang,” tegasnya.

Sejak Jogja mengalami darurat sampah, sebenarnya banyak warga mengeluhkan hal tersebut, sebagaimana Yudi. Sayangnya, menurut peneliti PARES Indonesia Fandy Arrifqi, pemangku kebijakan abai dengan keluhan-keluhan tersebut.

Alhasil, yang paling sering kejadian, konflik horizontal muncul gara-gara persoalan tadi. 

“Sebagai contoh, ada staf PARES yang melaporkan pembakaran sampah di dekat tempatnya karena membuat bayinya terkena ISPA,” kata Fandy di UGM, Jumat (12/7/2024). 

“Oleh Satpol PP, masalah ini diminta diselesaikan secara musyawarah. Namun ini tidak selesai dan justru dianggap merusak imej kampung setempat,” imbuhnya.

Ancaman lain di balik darurat sampah di Jogja

PARES Indonesia sendiri baru saja merilis hasil riset berjudul “Melihat Lebih Dalam: Big Data Ungkap Dampak Sampah terhadap Kualitas Udara dan Air” pada Jumat (12/7/2024) kemarin. Lembaga ini menelusuri persoalan darurat sampah di dunia maya sepanjang 1 Januari 2023 hingga 23 Juni 2024.

Fandy, selaku peneliti PARES Indonesia, menjelaskan riset ini dilatarbelakangi oleh pertanyaan, apakah Jogja hanya tengah menghadapi situasi masalah pengelolaan sampah, atau ada masalah lain yang mengintai. 

Berdasarkan temuan Fandy dan timnya, darurat sampah menurunkan kualitas udara dan air di Jogja. 

“Khusus untuk DIY, kualitas udara dan air terus memburuk, tapi belum menjadi perhatian. Kualitas udara DIY selalu memburuk ketika TPST Piyungan ditutup beberapa waktu lalu. Pengelolaan sampah menyumbang buruknya kualitas udara dan air,” jelasnya.

Iklan

Fandy menjelaskan, kualitas udara di Pulau Jawa, secara umum memang memburuk. Namun, pemberitaan dan perhatian di jagat maya lebih banyak muncul di Jakarta. 

“Isu pencemaran udara Jakartasentris. DIY juga tidak termasuk 10 besar daerah yang warganetnya mencari informasi tentang pencemaran udara dan air,” paparnya.

Padahal, PARES Indonesia menemukan tiga sungai di Jogja tergolong telah tercemar dari rata-rata harian ambang batas limbah. Antara lain Kali Code, Sungai Bulus, dan Sungai Bedog.

“Sayangnya banyak warga Jogja tidak peduli pencemaran air karena tak menjadikan sungai sebagai sumber air minum. Jadi tidak ada sense of belonging (rasa memiliki).”

Pemerintah tak berani mengambil langkah

Sementara itu, Anggota DPRD DIY Eko Suwanto, sangat menyayangkan isu darurat sampah hanya menjadi perdebatan pelik di masyarakat. Padahal, ini seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah kota dan kabupaten setempat.

“Parlemen sudah menghembuskan isu ini ke pemangku kebijakan, dalam hal ini Pemda. Tapi bisa dilihat, sampai saat ini belum ada satupun pemerintah kabupaten dan kota yang mendeklarasikan darurat sampah di wilayah mereka,” kata Eko, yang menghadiri forum via video telekonferensi.

Bagi Eko, pemerintah harus tegas dengan berani mendeklarasikan darurat sampah. Sebab, hanya dengan kebijakan pula kondisi bisa teratasi.

Ia menyebut, dalam 20 tahun terakhir Jogja sudah beberapa kali mengalami situasi krisis. Pertama, krisis Gempa Bumi 2006 yang memporakporandakan Jogja. Kedua, letusan Gunung Merapi 2010 yang menyebabkan 250 ribu orang mengungsi. Dan, ketiga, pandemi Covid-19 yang bikin jutaan orang meninggal dan kehilangan pekerjaan.

“Krisis-krisis tersebut bisa kita lalui dengan kebijakan dan ketegasan pemerintah daerahnya. Kalau krisis yang besar saja bisa selesai, saya yakin darurat sampah ini bisa teratasi 3-6 bulan saja,” tegasnya.

Eko juga menyoroti, pencemaran udara dan air tak hanya disumbang oleh persoalan sampah. Menurutnya, pembangunan yang tak dipikirkan secara komprehensif juga jadi persoalan.

“Ini juga karena susutnya lahan pertanian 200 hektar per tahun untuk hotel, kondominium, dan perumahan. Pemda harus berani mengendalikan fungsi lahan pertanian dan resapan air.”

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA Warga Jogja Paling Berisik di Medsos Soal Sampah, Tapi Pemerintahnya Tutup Mata dan Telinga

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Terakhir diperbarui pada 15 Juli 2024 oleh

Tags: darurat sampahdarurat sampah jogjaJogjasampah jogja
Ahmad Effendi

Ahmad Effendi

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

Keturunan Keraton Yogyakarta Iri, Pengin Jadi Jelata Jogja Saja! MOJOK.CO
Esai

Keresahan Pemuda Berdarah Biru Keturunan Keraton Yogyakarta yang Dituduh Bisa Terbang, Malah Pengin Jadi Rakyat Jelata Jogja pada Umumnya

18 Desember 2025
UMP Jogja bikin miris, mending kerja di Jakarta. MOJOK.CO
Ragam

Menyesal Kerja di Jogja dengan Gaji yang Nggak Sesuai UMP, Pilih ke Jakarta meski Kerjanya “Hectic”. Toh, Sama-sama Mahal

17 Desember 2025
Berantas topeng monyet. MOJOK.CO
Liputan

Nasib Monyet Ekor Panjang yang Terancam Punah tapi Tak Ada Payung Hukum yang Melindunginya

15 Desember 2025
Peringatan Hari Monyet Ekor Panjang Sedunia di Jogja. MOJOK.CO
Bidikan

Pilu di Balik Atraksi Topeng Monyet Ekor Panjang, Hari-hari Diburu, Disiksa, hingga Terancam Punah

15 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Keturunan Keraton Yogyakarta Iri, Pengin Jadi Jelata Jogja Saja! MOJOK.CO

Keresahan Pemuda Berdarah Biru Keturunan Keraton Yogyakarta yang Dituduh Bisa Terbang, Malah Pengin Jadi Rakyat Jelata Jogja pada Umumnya

18 Desember 2025
Saat banyak teman langsungkan pernikahan, saya pilih tidak menikah demi fokus rawat orang tua MOJOK.CO

Pilih Tidak Menikah demi Fokus Bahagiakan Orang Tua, Justru Merasa Hidup Lebih Lega dan Tak Punya Beban

15 Desember 2025
Peringatan Hari Monyet Ekor Panjang Sedunia di Jogja. MOJOK.CO

Pilu di Balik Atraksi Topeng Monyet Ekor Panjang, Hari-hari Diburu, Disiksa, hingga Terancam Punah

15 Desember 2025
Pulau Bawean Begitu Indah, tapi Menjadi Anak Tiri Negeri Sendiri MOJOK.CO

Pengalaman Saya Tinggal Selama 6 Bulan di Pulau Bawean: Pulau Indah yang Warganya Terpaksa Mandiri karena Menjadi Anak Tiri Negeri Sendiri

15 Desember 2025
Sirilus Siko (24). Jadi kurir JNE di Surabaya, dapat beasiswa kuliah kampus swasta, dan mengejar mimpi menjadi pemain sepak bola amputasi MOJOK.CO

Hanya Punya 1 Kaki, Jadi Kurir JNE untuk Hidup Mandiri hingga Bisa Kuliah dan Jadi Atlet Berprestasi

16 Desember 2025
Kegigihan bocah 11 tahun dalam kejuaraan panahan di Kudus MOJOK.CO

Kedewasaan Bocah 11 Tahun di Arena Panahan Kudus, Pelajaran di Balik Cedera dan Senar Busur Putus

16 Desember 2025

Video Terbaru

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025
Perjalanan Aswin Menemukan Burung Unta: Dari Hidup Serabutan hingga Membangun Mahaswin Farm

Perjalanan Aswin Menemukan Burung Unta: Dari Hidup Serabutan hingga Membangun Mahaswin Farm

10 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.