MOJOK.CO – Kotak kosong menjadi fenomena yang seringkali muncul saat pemilihan kepala daerah atau Pilkada. Namun, sebenarnya apa itu kotak kosong dan bagaimana potensinya di Pemilu 2024 mendatang.
Masyarakat awam mungkin menganggap jika hanya ada satu paslon dalam Pilkada, maka kandidat tunggal tersebut otomatis akan menang. Padahal tidak demikian, karena nyatanya ia harus menghadapi kotak kosong.
Kotak kosong sendiri adalah istilah untuk menyebut munculnya calon tunggal yang tidak memiliki lawan dalam pemilihan umum. Sehingga, dalam surat suara posisi lawan berbentuk kotak kosong.
Sebagai informasi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah memiliki regulasi yang mengatur soal mekanisme pemilihan di wilayah dengan pasangan calon tunggal atau kotak kosong. Aturan tentang pasangan calon tunggal dalam Pilkada itu sudah ada pembaruan sebanyak dua kali.
Dasar hukum
Dasar hukum mengenai calon tunggal di Pilkada pertama kali diatur dalam Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota dengan Satu Pasangan Calon.
Namun, aturan tersebut kemudian diperbarui via terbitnya Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota dengan Satu Pasangan Calon.
Sementara yang paling anyar, yakni Peraturan KPU RI Nomor 20 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota dengan Satu Pasangan Calon.
Aturan itu tercatat pertama kali diimplementasikan pada Pilkada serentak 2020, di mana ada banyak wilayah yang melangsungkan pemilihan dengan calon tunggal alias kotak kosong. Aturan ini juga lah yang berlaku hingga hari ini.
Seperti apa aturan main kotak kosong?
Aturan main kotak kosong diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Umum Kepala Daerah. Regulasi ini mengatur mengenai penentuan pemenang dalam Pilkada calon tunggal.
Dalam aturan tersebut, ada penjelasan bahwa calon tunggal bisa memenangi kontestasi apabila memperoleh 50 persen dari total suara sah.
Akan tetapi, yang jadi pertanyaan berikutnya: bagaimana jika suara yang kotak kosong dapatkan lebih banyak?
Merujuk pada Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2018, “apabila perolehan suara pada kolom kosong lebih banyak, maka KPU akan menetapkan penyelenggaraan pemilihan kembali pada pemilihan serentak periode berikutnya.”
Adapun waktu penyelenggaraan Pilkadanya yaitu pada tahun berikutnya atau dilaksanakan sebagaimana jadwal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Calon yang kalah, boleh mencalonkan lagi dalam pilkada ulangan tersebut.
Sementara mengingat terjadi kekosongan pemerintahan selama periode tersebut, KPU akan berkoordinasi dengan kementerian dalam negeri untuk menugaskan penjabat Gubernur, penjabat Bupati, atau penjabat Walikota untuk menjalankan pemerintahan sementara.
Apakah mungkin terjadi di Pilpres 2024?
Beberapa pihak berpendapat, bahwa ambang batas atau presidential threshold 20 persen terlampau tinggi sehingga berpotensi memunculkan kotak kosong dalam Pilpres 2024.
KPU sendiri berhak menolak pendaftaran kandidat capres-cawapres apabila terjadi dalam dua situasi: 1) tidak memenuhi presidential threshold, dan 2) semua parpol mengusung galon yang sama.
Namun, UU Nomor 7 Tahun 2017 (UU Pemilu) memastikan bahwa potensi calon tunggal itu sulit terjadi. Dalam aturan ini, KPU wajib membuka masa pendaftaran sesuai jadwal yang sudah ada.
Apabila hingga batas waktu yang ada hanya ada satu paslon yang mendaftar, maka KPU wajib memperpanjang pendaftaran selama 2 x 7 hari.
Selama masa perpanjangan ini, berdasarkan Pasal 235 UU Pemilu, parpol atau gabungan parpol (koalisi) yang mampu/memenuhi syarat (presidential threshold) wajib mengajukan calon mereka.
Apabila mereka tidak juga mengajukan nama, maka parpol itu akan terkena sanksi berupa tidak boleh ikut pemilu di periode berikutnya.
Dengan demikian, kecil kemungkinan bakal terjadi calon tunggal dalam Pilpres 2024 mendatang. Malahan, jika melihat konstelasi dan bursa koalisi hari ini, kemungkinan bakal ada 2 sampai 3 poros dalam pemilu mendatang.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo Adi