MOJOK.CO – Kasus antraks di Gunungkidul menjadi perhatian publik setelah adanya korban jiwa. Jika menilik sejarah, salah satu penyakit hewan menular strategis (PHMS) ini ternyata memiliki riwayat panjang di Indonesia.
Ada dugaan kasus antraks di Gunungkidul karena warga menyembelih sapi yang telah mati akibat terkena penyakit. Menurut Direktur Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian drh Nuryani Zainuddin, beberapa ciri hewan terkena antraks yakni demam tinggi, gelisah, sulit bernapas, kejang, rebah, hingga berujung kematian.
Selain itu, hewan juga kerap mengalami perdarahan di lubang hidung dan mulut. Beberapa kasus bahkan hewan mati mendadak tanpa menunjukkan beberapa gejala tersebut.
“Hewan yang mati akibat penyakit ini perlu dibakar atau dikubur untuk mencegah penularan. Tidak boleh dibedah atau disembelih,” ucapnya melansir Kemenkes.
Antraks menjadi momok lantaran kemampuan bakteri (Bacillus antrhacis) membentuk spora yang dapat bertahan puluhan bahkan ratusan tahun di dalam tanah. Kondisi ini membuatnya sulit untuk dimusnahkan.
Melansir Juknis Kemenkes RI, laporan antraks pertama kali terdeteksi di Indonesia pada 1832 di Kecamatan Tirawuta dan Mowewe, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Selanjutnya di wilayah tersebut kerap mengalami permasalahan dengan penyakit ternak yang bisa menular ke manusia ini.
Seperti pada 1969, terdapat kematian 36 orang setelah memakan daging di Kecamatan Tirawuta. Pada 1973 hal serupa kembali terjadi di Kecamatan Tirawuta dan menyebabkan tujuh orang meninggal dunia.
Kejadian luar biasa antraks di Indonesia
Laporan Javasche Courant (1884) juga menyebut pernah terjadi wabah serupa di Teluk Betung, Provinsi Lampung. Kemudian pada 1885 antraks juga menjangkiti ternak di Buleleng, Bali dan Palembang, Sumatera Selatan.
Beberapa kasus antraks yang cukup menyita perhatian, salah satunya di Jawa Tengah pada 1990. Kasus itu menyebabkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) di tujuh desa Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang, satu desa Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak, dan tiga desa di Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali.
KLB di Jawa Tengah saat itu tidak sampai menyebabkan kematian di kalangan manusia. Namun 48 orang tercatat positif terpapar bakteri ini.
Beberapa kasus besar yang berstatus KLB juga terjadi di Purwakarta, Jawa Barat pada 2000. Selanjutnya di Bogor pada 2001 dengan kasus korban 22 orang dengan kematian 2 orang.
Penyakit ini terus berkembang bukan hanya jadi momok hewan ternak, melainkan juga manusia. Sampai saat ini 13 provinsi di Indonesia merupakan daerah endemis antraks, yaitu Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Barat, Jambi, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Papua.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo