[MOJOK.CO] “Kalau ditolak, dilabeli macem-macem. Tapi kalau diterima kok ya makan ati :(“
Pada suatu kondangan, Bu RT bercerita tentang keponakannya yang ‘dibuat lumpuh’ karena menolak lamaran seseorang. Konon si Mbak ini sudah punya calon dan sedang LDR selama dua tahun. Selama itu banyak lelaki yang mencoba melamarnya tapi semua ditolak baik-baik. Hanya saja seseorang yang tidak terlatih patah hati, kecewa lalu secara gaib mematahkan kaki si Mbak. Cerita Bu RT membuat saya semakin sangsi dengan mitos ‘wadon menang nolak’ di masyarakat kita.
Dalam Islam sendiri, sebenarnya Rasulullah SAW sudah memastikan jika perempuan, baik janda maupun gadis, wajib dimintai persetujuannya sebelum dinikahkan (HR Bukhari dan Muslim). Bahkan perempuan boleh menolak jika dijodohkan dengan laki-laki yang tidak disukainya (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah). Ini sih kata Rasulullah yang konon teladan terbaik itu.
Faktanya ketika perempuan menolak, masyarakat melabeli dengan sejumlah stigma yang membuatnya takut menggunakan hak tolak itu. Mau memberi penjelasan yang halus atau blak-blakan, semua juga paham tidak ada penolakan yang membahagiakan.
Kalau perempuan mencoba jujur saat ditanya kenapa menolak dengan mengatakan, “Soalnya kamu itu miskin/jelek/pemalas”, maka dia akan disebut matre/sombong/sok cantik, dst. Tapi ketika perempuan menolak dengan alasan halus semacam, “Dunia kita berbeda” atau “Aku tidak pantas untukmu”, dia akan disebut peureuz. “Halah, bilang aja nggak mau!” kata si lelaki sensi. Tapi ketika perempuan hanya bilang, “Nggak” tanpa alasan penolakan, disalahartikan sebagai tantangan penuh harapan. Kan, KZL yha 🙁
Ribetnya SOP menolak itu membuat perempuan sering ragu dalam mengambil keputusan ketika dilamar. Apalagi ketika yang melamar tidak sesuai harapan. Mau menerima tapi nggak cinta, mau menolak takut karma.
Belum lagi kalau dibacakan hadis riwayat Tirmidzi perihal akan terjadinya fitnah di bumi dan kerusakan yang luas apabila tidak menerima lamaran “seseorang yang engkau ridho agama dan akhlaknya”. Singkatnya: jangan menolak lamaran lelaki saleh kalau mau selamat.
Tapi apa iya, kesalihan saja cukup sebagai the only reason untuk menerima seseorang? Bagaimana kalau kita tidak sreg, tidak klik, tidak cocok, apakah tidak boleh menolak dia yang konon saleh itu? Akankah dia sakit hati dan lalu merasa terzalimi dimana doanya jadi begitu sakti untuk melumpuhkan? Apakah perempuan yang menolak lamaran lelaki saleh lalu jadi tidak salehah?
Ketakutan itu semakin membuat perempuan sulit menolak dan memperpanjang durasi “aku pikir-pikir dulu yah” sekaligus pada akhirnya membuat mereka dicap nggak jelas, penggantung, dan PHP.
Padahal sejak jaman Nabi adalah biasa saja ketika perempuan menolak lamaran laki-laki saleh. Alasannya pun bisa dibilang manusiawi karena kita memang sedang membicarakan kisah cinta manusia bukan malaikat. Jadi biar Ukhti nggak lagi kelamaan menolak dan malah menzalimi si Akhi dalam penantian, saya mau berbagi referensi menolak syariah.
Karena Tidak Sekufu. Sebenarnya penjelasan soal “kufu” ini panjang banget. Tapi secara sederhana masyarakat kita punya standar bibit-bebet-bobot yang agak mendekati. Salah satu perempuan yang dijamin masuk surga, Zainab binti Jahsy, suatu hari ditawari Nabi untuk menikah dengan Zaid bin Haritsah. Zainab sempat menolak karena dia berasal dari keluarga terhormat dan tidak tertarik pada Zaid yang mantan budak, sebelum Nabi menasihatinya dengan Surat Al Ahzab ayat 36.
Zainab dan Zaid pun menikah. Tapi sekalipun inisial nama mereka sama, rumah tangganya tidak bahagia. Zaid pun curhat ke Nabi dan diberi Surat Al Ahzab ayat 37 sebagai solusi. Tapi tetap saja tidak berhasil. Perbedaan yang terlalu jauh akhirnya memisahkan mereka. Zainab kemudian menikah dengan Nabi, sementara dalam suatu riwayat Zaid diceritakan menikah dengan Ummu Aiman yang pernah menjadi budak ayahnya Nabi.
Ibrah-nya apa, Ukh? Bahkan perjodohan level Rasulullah pun bisa gagal. Sebab nggak semua kisah cinta tidak sekufu di dunia nyata berakhir seperti The Heirs. Tapi kalau Ukhti mau coba-dulu-kalau-nggak-cocok-pisah ya silakan. Saya cuma mau mengingatkan, biaya pernikahan mahal, Sis.
Karena Fisik. Salah satu sahabat Nabi SAW, Tsabit bin Qais bin Syammas ditolak istri yang baru dinikahinya karena tidak nyaman dengan fisik Tsabit yang jelek. Dalam riwayat Bukhari 5273 dan Nasai 3476, istrinya mengaku takut menjadi kufur karena tidak bisa menunaikan hak suami. Ukhti pasti paham dong hak suami apa yang dimaksud? Nabi pun menyuruhnya mengembalikan mahar dan Tsabit diminta menjatuhkan talak.
Ridho atas kondisi fisik pasangan memang sangat penting karena mempengaruhi kualitas ibadah jama’i pasutri. Makanya dalam Islam ketika khitbah ada sesi “lihat-lihatan” sekalipun pakai cadar. Biar nggak zonk lalu menyesal pas sudah halal. Nah, kalau Ukhti merasa tidak cukup ridho seperti istri Julaibib yang tenar itu, kiranya bisa meneladani istri Tsabit yang juga dibolehkan Nabi ini.
Karena Suka Orang Lain. Alkisah Salman Al Farisi, sahabat Nabi yang hits setelah mengusulkan pembuatan parit dalam Perang Khandaq, berencana menikahi ukhti idamannya setelah hijrah ke Madinah. Berhubung sebagai muhajirin Salman tidak tahu adab melamar disana, akhirnya dia mengajak sahabat Nabi lainnya, Abu Darda, untuk menemani.
Lamaran Salman ditolak. Dengan jujur si ukhti bilang kalau mau menerima jika Abu Darda melamarnya—yang kemudian dilakukan. Meskipun ditolak karena ternyata si ukhti lebih memilih sahabatnya, Salman tetap membantu Abu Darda, memberikan mahar persiapannya, bahkan menjadi saksi pernikahan mereka. Daebak!
Tapi memang begitulah sepatutnya sikap gentle seorang saleh yang tertolak, Ukh. Bukannya dendam pada teman apalagi mendoakan keburukan si ukhti. Jadi kalau memang ingin menolak karena suka sama orang lain, sampaikan saja dengan jelas. Jangan pakai bahasa kode. Nanti kamu disalahkan lagi, “Jadi perempuan kok nggak tegas!”
Sebenarnya masih banyak cerita yang kalau diteruskan nanti jadi buku. Intinya nih, ketika memang merasa tidak klik dengan seseorang, sekalipun dia saleh, jangan ragu untuk segera menolak. Jangan sampai hanya karena kebanyakan galau, Ukhti jadi zalim karena membuat seseorang menunggu dalam ketidakpastian (sebab tidak hanya lelaki yang bisa PHP). Namun, jangan juga karena takut dicap abcd, Ukhti jadi asal menerima lamaran laki-laki.
Ya, rasanya sedih sekali ketika perempuan harus menurunkan nilai dirinya demi menerima siapapun lelaki yang datang melamar. Padahal menurut Syaikh Shalih Al Fauzan dalam Al-Muntaqa min Fatawa Fadilatusy (3/226-227), menolak menikah dengan seseorang tidaklah berdosa, meskipun dia saleh. Yang berdosa adalah jika kita menolak menikah dengan seorang saleh karena kesalihannya. Sebab itu berarti kita membencinya sebagai muslim, sedang setiap muslim wajib dicintai.
Tapi kan kita tahu, mencintai tidak harus menikahi #eaaa
(Ya iya lah, masa mau menikahi semua muslim karena cinta?)