Kurangnya Ruang Terbuka Hijau
Jika kita perhatikan, masyarakat Jogja sebenarnya lebih membutuhkan ruang terbuka hijau ketimbang pusat perbelanjaan baru. Kota ini memang sudah punya banyak tempat wisata. Namu, di sisi lain, ruang publik yang ramah untuk sekadar bersantai masih sangat terbatas. Di sini, gagasan placemaking bisa menjadi jawaban.
Placemaking bukan sekadar membangun ruang fisik, tapi tentang menciptakan tempat yang bisa menghubungkan orang dengan lingkungan sekitar. Bayangkan jika XT Square Jogja berubah menjadi ruang terbuka hijau yang ramah untuk keluarga, anak-anak, dan komunitas. Alih-alih fokus pada aktivitas jual-beli, tempat ini bisa menjadi pusat kegiatan sosial dan kebudayaan, lengkap dengan area hijau yang nyaman.
Jogja sangat membutuhkan ruang seperti ini. Kota yang dikenal sebagai kota pelajar ini semakin padat, dan ruang terbuka untuk masyarakat semakin minim. Mengapa tidak mencoba membuat XT Square Jogja sebagai tempat yang mendukung interaksi sosial, aktivitas budaya, dan tempat bermain bagi anak-anak yang bebas asap rokok?
Kritik konstruktif: Mengapa tidak mencoba placemaking?
Tidak bermaksud menyudutkan pihak pengelola. Namun, sudah saatnya XT Square melihat kebutuhan masyarakat Jogja secara lebih luas. Daripada terus-menerus mengubah konsep yang tak jelas target pasarnya, lebih baik fokus pada satu konsep yang bisa benar-benar memberikan manfaat bagi warga.
Jika dibuat menjadi placemaking, XT Square Jogja bisa menjadi oase hijau di tengah kota. Di sini, warga bisa menikmati waktu luang mereka dengan nyaman dan aman.
Ada keuntungan lain jika tempat ini ramai. UMKM dan berbagai usaha yang ada di sana akan ramai pembeli. Tidak hanya warga lokal yang bisa menikmatinya. Siapa tahu tempat ini juga bisa menjadi magnet bagi wisatawan. Dengan begitu Jogja akan mempunyai satu lagi titik wisata dengan potensi besar.
Placemaking bukan hal baru. Di banyak kota besar, konsep ini sudah berhasil diterapkan dan terbukti mampu menghidupkan kawasan yang sebelumnya mati suri. Dengan sedikit sentuhan kreativitas, XT Square Jogja bisa menjadi ruang yang lebih inklusif, kontekstual, dan dinamis.
Ini bukan hanya soal mempercantik tampilan fisik. Ini soal menghidupkan kembali ruang publik sebagai pusat interaksi sosial dan budaya.
Akhirnya, jika XT Square Jogja terus bertahan dengan konsep-konsep yang sudah terbukti tidak berhasil, sepi pengunjung akan terus menjadi momok. Masyarakat butuh ruang yang lebih dari sekadar pusat perbelanjaan.
Jadi, mengapa tidak mencoba menghidupkan tempat ini sebagai ruang terbuka hijau, sebuah tempat di mana warga Jogja bisa berkumpul, bersantai, dan beraktivitas?
Penulis: Fuadi Afif
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA XT Square Tetap Sepi meski Sudah Berubah Jadi Pusat Thrifting Terbesar di Jogja dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.