ADVERTISEMENT
Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Esai

Sudah Lajang, Minoritas, Tak Semujur BTP Pula!

Alexander Arie oleh Alexander Arie
28 Januari 2019
0
A A
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Di Indonesia, menjadi lajang minoritas itu aslinya berat. Tapi, kok ini ujug-ujug BTP muncul dengan berita bahwa tidak lama pasca bercerai, ia akan menikah lagi?!

Basuki Tjahaja Purnama alias BTP sudah bebas murni, walaupun sebagian kampret masih merasa bahwa BTP itu tidak benar-benar dipenjara alias boleh jadi sudah bebas dari dulu-dulu. Dalam kurun waktu 1 tahun 8 bulan di Mako Brimob, hidup BTP benar-benar berubah.

Perubahan paling mendasar adalah dalam posisinya sebagai tahanan, dia menceraikan istrinya—yang katanya ditemukan di gereja itu, seolah lupa perkataan Yesus dalam Matius 19:6:

“Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”

Pasca resmi bercerai, BTP otomatis menduduki salah satu kasta paling suram dalam dunia percintaan. Sudahlah narapidana, lajang, berumur alias agak tua, minoritas pula.

Di Indonesia, menjadi lajang minoritas itu aslinya berat. Pertama, tentu saja karena di negara ber-flower ini, pertanyaan biadab macam ‘Kapan kawin?’ atau ‘Jomblo, ya?’ merupakan hal yang begitu mudah dilontarkan oleh orang lain, yang bahkan belum kenal dekat sekalipun.

Kedua, tentu saja tekanan keluarga. Ketika bapak saya akan pensiun sebagai PNS, walaupun kafir beliau menjalani persiapan di Daarut Tauhiid-nya Aa Gym sesuai program pemerintah setempat. Begitu saya tanya soal calon kesibukannya kelak sesudah pensiun, bapak saya bilang, “Pengennya, sih, jadi MC.”

“MC apaan tuh, Pak?”

“Momong cucu.”

Pada saat itu, usia saya 27 tahun dan sudah 2 tahun tanpa kekasih. Jadi, kalaupun ada cucu untuk bapak saya, kemungkinan besar diperoleh dengan cara membeli di minimarket terdekat. Tekanan tersebut sungguh meresap ke jiwa sehingga mendidihkan keinginan untuk melepas masa lajang. Masalahnya adalah: melepas masa lajangnya sama siapa?

Faktor ketiga, bahwa masalah terbesar bagi penganut agama minoritas sesungguhnya adalah soal sulitnya mencari pasangan yang seiman. Bagian ‘seiman’ ini penting karena selain ‘menekan’ anaknya untuk menikah, banyak orangtua yang menekankan juga untuk mencari yang seiman dan beda jenis kelamin.

Duh, mencari yang mau saja sulitnya minta ampun, boro-boro yang seiman.

Nyatanya, untuk mencari 22 orang yang main bolanya sejago Mauro Icardi dari 250 juta penduduk, seorang sekelas Lord Edy Rahmayadi saja tidak bisa, apalagi seorang pria buruk rupa seperti saya mau mencari 1 gadis yang mau dari 7 juta orang Katolik di Indonesia???

Kita semua pasti meyakini bahwa pasangan yang kita bawa ke depan Tuhan dan ke depan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil haruslah orang yang sudah kita yakini akan bisa bersama-sama menjalani kehidupan ke depan dalam untung dan malang, di saat susah maupun senang, di waktu sehat dan sakit. Plus tentu saja disertai dengan restu orang tua yang sudah mempertimbangkan bobot, bibit, dan bebetnya.

Nah, mencari yang semacam ini kan tidak mudah dan pastinya butuh usaha keras. Apalagi bagi lajang minoritas yang ceruk untuk memilihnya betul-betul sangat terbatas, ditambah lagi harus berkejar-kejaran dengan usia yang tidak bisa distop sama sekali.

Pada saat putus dari sebuah hubungan sejak kuliah yang sebenarnya sudah bertahun-tahun tidak sehat, usia saya sudah baru 25 tahun. Saya tadinya segenap jiwa mempertahankan hubungan itu dengan sebuah alasan sepele: sesudah lulus dari lingkaran pendidikan Katolik, akan sangat sulit bagi saya mencari calon istri yang Katolik dan mau sama saya.

Dan benar saja, selama bertahun-tahun kemudian, saya mengalami sulitnya mencari calon istri yang cantik dan seiman. Sementara, pada saat yang sama, teman-teman yang sudah berpacaran sejak kuliah mulai (((BERNIKAHAN))) dan (((BERANAK PINAK))). Bagaimana mungkin saya tidak tambah tertekan???

Menjadi lajang minoritas pada usia 27 tahun ke atas dan selalu dituntut untuk segera melepas masa lajang merupakan salah satu periode hidup nan berat. Sepertinya, hal ini akan semakin berat ketika usia sudah naik jadi kepala 3.

Beberapa teman yang senasib mulai mencari-cari lagi teman masa kecil maupun adik kelas saat sekolah atau kuliah yang masih available. Sebagian yang lain mulai menjalankan kedok religi dengan bergabung pada komunitas-komunitas orang muda di tempat ibadah. Sementara itu, sisanya berharap kebaikan hati dari teman dan saudara untuk mencarikan calon pacar yang seiman.

Pada usia segitu, sesungguhnya tidak ada lagi cerita ‘jalani aja dulu’ dan ‘lihat nanti’ selama beberapa waktu terhadap gebetan yang berbeda agama atau ada halangan suku karena itu namanya mengawali sebuah hubungan yang jelas-jelas akan bermasalah ke depannya. Carinya jelas yang pasti-pasti saja, setidaknya pasti boleh sama orang tua~

Kalaulah ada yang santai dan bebas dalam mencari pasangan, mereka-mereka ini biasanya berasal dari keluarga yang cukup selow dalam menerima perbedaan agama. Tanpa batasan ini, ceruk pencarian jodoh menjadi lebih luas dengan sendirinya. Perkara nantinya memilih metode untuk menikah campur yang seperti apa, itu adalah masalah yang berbeda.

Dengan segenap usaha mengorek kenangan dan aktif di kegiatan keagamaan plus rekomendasi dan comblangan teman sana-sini diiringi keterbatasan pilihan yang ada, nyatanya masih ada saja lajang yang sudah berumur dari kalangan agama minoritas yang mendaraskan doa jodoh setiap harinya. Tapi, lah kok ini ujug-ujug seorang lajang Kristen berusia di atas 50 tahun dan berstatus sebagai tahanan seperti BTP kemudian muncul dengan berita bahwa tidak lama pasca bercerai akan menikah lagi dengan seorang polisi cantik berusia 20-an awal!

Makin bikin dahi kita berkerut lagi ketika ternyata sang calon istri tidak seiman. Alhasil, kemungkinan pernikahan itu akan disertai proses pemurtadan. Ha, kok mujur banget Pak BTP ini???

Namun bagaimanapun Mbak Puput itu memang cantik sekali sebagai rakyat jelata, kita patut mendoakan yang terbaik bagi kehidupan baru BTP sesudah lepas dari Lapas Cipinang Cabang Mako Brimob. Doa ini terutama dikhususkan agar dalam wawancara—yang pasti bakal bejibun ordernya—BTP diberi kebersihan kata agar nggak masuk penjara lagi.

Oh, dan tentu saja kita wajib mendoakan agar para lajang minoritas, baik pria maupun wanita agar bisa segera diberikan jodohnya masing-masing sebagaimana BTP cepat betul nemu calon bini barunya. Amin!

Terakhir diperbarui pada 12 Agustus 2021 oleh

Tags: Basuki Tjahaja PurnamaBTPcerailajang minoritaspernikahan
Iklan
Alexander Arie

Alexander Arie

Universitas Indonesia. Tinggal di Jakarta. Asli Bukittinggi.

Artikel Terkait

Kapankah Saat yang Tepat untuk Putus Cinta? | Semenjana Eps. 6
Movi

Kapankah Saat yang Tepat untuk Putus Cinta? | Semenjana Eps. 6

3 Maret 2025
Menentukan Waktu yang Tepat untuk Menikah | Semenjana Eps. 4
Movi

Menentukan Waktu yang Tepat untuk Menikah | Semenjana Eps. 4

24 Februari 2025
Serumah dengan Ibu Mertua Bak Neraka. MOJOK.CO
Ragam

Pengakuan Pasangan yang Nekat Menikah Meski Weton Tak Cocok, Rumah Tangga Aman dan Baik-baik Saja Tuh!

6 Maret 2024
Viral Nikah Anjing Pakai Adat Jawa, Disbud DIY Sebut Terjadi Degradasi Budaya
Kilas

Pernikahan Anjing Jojo-Luna Pakai Adat Jawa, Disbud DIY Ambil Sikap

20 Juli 2023
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya

Kriteria Presiden dalam Pilpres 2019 dari Dunia Gaib

Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Manggarai, Saksi Bisu Para Sarjana Pura-pura Sukses di Jakarta Selatan: Tinggal di Gang Sempit dan Bertahan Hidup Rp20 Ribu Sehari.MOJOK.CO

Manggarai, Saksi Bisu Sarjana Pura-pura Sukses di Jakarta Selatan: Tinggal di Gang Sempit dan Bertahan Hidup Rp20 Ribu Sehari

7 Mei 2025
Kehidupan mahasiswa Unair di Gang Jojoran, Gubeng, Surabaya: makan dengan suguhan bau comberan hingga mandi air kuning MOJOK.CO

Cerita Mahasiswa Unair Tinggal di Gang Sempit di Tengah Kemewahan Surabaya, Makan dengan Bau Comberan hingga Mandi Air Kuning

8 Mei 2025
alumnus ITB kerja di Australia. MOJOK.CO

Australia Menyelamatkan Alumnus ITB dari Cap Pengangguran, Kini Bisa Kerja dengan Gaji yang Layak

7 Mei 2025
Sandal upanat produksi perajin Borobudur di Magelang. MOJOK.CO

Mereka yang Mendapat Berkah dari Produksi Upanat, Sandal Khusus untuk Naik ke Candi Borobudur

13 Mei 2025
Hal-hal menyebalkan yang melekat pada mahasiswa UIN MOJOK.CO

Jadi Mahasiswa UIN Merasa Rendah Diri karena Kena Banyak Label Menyebalkan

13 Mei 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.