Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Plengkung Gading Jogja yang Ditutup, “Takhta untuk Rakyat” yang Mati

Prabu Yudianto oleh Prabu Yudianto
21 Januari 2025
A A
Plengkung Gading Jogja Ditutup, “Takhta untuk Rakyat” Mati MOJOK.CO

Ilustrasi Plengkung Gading Jogja Ditutup, “Takhta untuk Rakyat” Mati. (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Kapan Plengkung Gading Jogja pernah ditutup?

Ketika wacana penutupan ini mulai riuh di medsos, saya langsung mengernyitkan dahi. Kok bisa pihak Keraton Jogja kepikiran menutup Plengkung Gading? Saya penasaran, apakah plengkung ini pernah tertutup bagi masyarakat umum.

Sejauh yang saya mampu temukan, tidak ada buku maupun tulisan yang menunjukkan Plengkung Gading Jogja pernah ditutup. Lalu, apa landasan sejarah penutupan ini? Plengkung Gading, seperti gerbang lain, selalu terbuka di siang hari dan ditutup pada malam hari atau saat darurat.

Justru Plengkung Madyasura yang pernah ditutup permanen. Gerbang sisi timur ini dikenal juga sebagai Plengkung Buntet alias Gerbang Buntu atau Gerbang Tersumbat. Alasannya adalah keamanan selepas Geger Sepehi/Sepoy. Namun, selain Plengkung Buntet, tidak ada catatan yang menunjukkan gerbang Keraton Jogja sebegitu tertutup bagi rakyat.

Maka saya makin heran karena isu ini. Wacana apa lagi yang muncul demi sebuah gelar kota warisan budaya? Akrobat apa lagi yang dilakukan demi sumbu filosofis yang sama-sama minim sejarahnya?

Akrobat demi gelar yang fana

Semenjak Keraton memunculkan wacana sumbu filosofis, berbagai akrobat muncul. Dari memagar Alun-Alun Utara, sampai penggusuran rumah di bekas Benteng Baluwerti. Mau pakai alibi apa saja, sudah jelas alasan akrobat ini untuk mendapatkan status Kota Warisan Budaya dari UNESCO.

Apakah Keraton Jogja ini masih kurang gelar? Dari Daerah Istimewa, Kota Pelajar, Kota Budaya, dan kini juga Kota Wisata. Belum lagi sejarah gemilang Keraton Jogja yang mendukung kemerdekaan Indonesia.

Keraton Jogja tidak pernah kekurangan pengakuan. Bahkan banyak negara dan kerajaan yang menghormati secara khusus. Tapi, seperti belum kenyang, mereka mengutak-atik ide sumbu filosofis yang ditawarkan pada UNESCO. Sebuah sumbu yang tidak pernah jadi perhatian Sultan Jogja sebelumnya.

Perkara filosofi, Jogja tidak pernah kekurangan. Bahkan punya filosofi agung “Takhta untuk Rakyat.” Tapi, filosofi satu ini sepertinya sedang sekarat. Penutupan Plengkung Gading Jogja yang nanti akan mencabut nyawanya. 

Takhta untuk Rakyat sedang sekarat, sebentar lagi mati

Takhta untuk Rakyat adalah nilai yang sangat romantis dari Suwargi Sri Sultan HB IX. Tidak hanya nilai, namun beliau mengejawantahkan filosofi ini dalam aksi nyata. Dari melindungi rakyat saat pendudukan Jepang, mendukung kemerdekaan Indonesia, sampai memberi tumpangan ibu-ibu pedagang.

Namun, filosofi ini terlihat memudar. Berganti jadi seruan sumbu filosofis yang erat dengan penggusuran. Padahal, rakyat yang tergusur itu bagian dari budaya Keraton Jogja. Mereka yang menghidupi kota budaya ini. Mereka pula yang jadi wujud nyata “Takhta untuk Rakyat.”

Sebenarnya, apa itu Kota Warisan Budaya? Apakah tembok dingin dan mati? Atau juga masyarakat yang jadi bagian dalam pengembangan dan pelestarian budaya?

“Takhta untuk Rakyat” sepertinya sudah tidak menarik. Ia dibiarkan sekarat dalam pembangunan dan ingar bingar kemegahan. 

Penutupan Plengkung Gading Jogja akan menyempurnakan sirnanya. Gerbang yang jadi jalan dan penghidupan masyarakat ditutup. Disertai sterilisasi wilayah sekitar. Termasuk titik-titik yang punya nilai budaya organik dari masyarakat. Budaya yang membuat Jogja menjadi Jogja seperti sekarang.

Akhirnya saya harus segera pamitan dengan berbagai budaya organik ini. Dari klitikan, sampai warung brongkos yang katanya ikut tergusur. Saya harus pamitan juga dengan kenangan masa kecil yang makin pudar. Lenyap bersama pembangunan demi mimpi sumbu filosofis.

Iklan

Namun sebelum Plengkung Gading Jogja ditutup, izinkan saya melewatinya sekali lagi. Sambil mengangkat jasad yang mulai dingin. Melintasi gerbang kematian menuju alam baka. Jasad itu bernama “Takhta untuk Rakyat.”

Penulis: Prabu Yudianto

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Jogja Terbuat dari Tumpukan Kebohongan yang Terlanjur Dipercaya Banyak Orang dan pandangan menarik lainnya di rubrik ESAI.

Halaman 2 dari 2
Prev12

Terakhir diperbarui pada 21 Januari 2025 oleh

Tags: alun-alun utaraJogjakeraton jogjakeraton Yogyakartaplengkung gadingPlengkung Gading ditutupPlengkung Gading Jogjaplengkung wijilanSultan HB IXSultan Jogjatakhta untuk rakyat
Prabu Yudianto

Prabu Yudianto

Jika artikel saya menyinggung Anda, saya tidak peduli.

Artikel Terkait

Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO
Liputan

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO
Ekonomi

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO
Ragam

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO
Liputan

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
musik rock, jogjarockarta.MOJOK.CO

JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan

5 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.