Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Gimana Cara Menikmati Mudik, Arus Balik, dan Meme-memenya?

Robertus Bellarminus Nagut oleh Robertus Bellarminus Nagut
9 Juni 2019
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Beberapa hari kemarin kita sibuk mudik, beberapa jam ke depan kita suntuk dengan arus balik, lalu beberapa yang lain sibuk siapkan memenya.  

Sudah pada siap balik ke perantauan lagi, kan? Kesal dengan beberapa teman yang kasak-kusuk soal penampilan istimewa Anda ketika mudik kemarin? Abaikan! Mereka tidak tahu apa-apa tentang keistimewaan mudik dan beratnya ransel kita oleh oleh-oleh dari Ibu.

Begini. Ketika beberapa waktu lalu sebagian besar penduduk negeri ini sibuk menyiapkan diri pulang ke kampung halamannya dan mereka tahu persis itu di halaman berapa, kini beberapa orang harus bersiap untuk arus baliknya, lalu beberapa orang lain sibuk menyiapkan memenya.

Tentu saja mereka adalah makhluk-makhluk istimewa yang berhasil hidup dari laman shitposting, para penangkap terbaik revolusi digital, makhluk (yang mungkin merasa dirinya) paling indah yang besar di zaman revolusi insdustri 4.0.

Meme-meme yang muncul umumnya mengingatkan para pemudik untuk tidak terlampau pasang gaya saat liburan.

“Hidup harian dan kerja kerasmu yang bagai kuda tidaklah seistimewa penampilan mudikmu, apalagi arus balikmu.”

Kira-kira begitu ‘pesan moral’ yang diinginkan oleh meme semacam itu.

Misalnya, mereka memasang dua gambar bersisian. Di gambar pertama seseorang yang sedang bekerja keras sampai wajahnya lecek mati punya, di gambar berikutnya, orang yang sama memakai kaca mata hitam, berpenampilan necis, rapijali-rambut sisir banting-kilap pomade semakin membuat tampan.

Gambar pertama diberi keterangan “saat jadi kuli”, gambar kedua “saat pulang kampung”.

Mungkin tidak persis begitu redaksinya. Tetapi mirip.

Ada meme yang gambar pertamanya adalah J-Lo saat main di Maid in Manhattan—kucel sekali, dan gambar kedua berisi foto J-Lo dalam balutan gaun merah berbelahan dada rendah, memakai kaca mata yang tampak maha—glamour nian.

Keterangannya? Mirip-mirip yang di atas lah. Tapi pakai Bahasa Inggris. Gambar 1: You working abroad. Gambar 2: You coming back to your village for a visit.

Tidak hanya via meme. Saya pikir, nasihat-nasihat serupa sering juga didendangkan. Poinnya, pesan agar tidak terlampau bergaya saat berlibur itu sepintas benar, sepintas lucu, sepintas menyakitkan, sepintas bikin sedih, dan harus diluruskan.

Karena semua serba sepintas, upaya pelurusannya juga akan dibuat selintas saja.

Iklan

Pertama, jangan merasa bersalah hanya karena kau tampil istimewa saat liburan. Persis itulah yang ingin disebar pada peneror liburan menyenangkan itu.

Ketakutan yang berlebihan dalam menikmati diri. Jelas sekali, bukan? Penampilan saat kerja dan saat liburan harus beda?

Keringat bercucuran yang tumpah saat kau mengangkat bata di lantai delapan sebuah gedung mewah, hasilnya harus kau pakai untuk biaya liburanmu. Jangan pulang pakai baju kotor dan helm kuning lagi ketika pulang kampung.

Pake baju gaga, sepatu juga gaga, arloji gaga, meski pulangnya saat arus balik terpaksa naik bus karena tiket pesawat mahal.

Yang menghina konsep semacam ini tentu saja patut diduga sebagai orang yang: 1) tidak tahu cara menyenangkan diri, 2) tidak bekerja sehingga tidak punya modal sendiri untuk menyenangkan diri, 3) sudah kaya sejak lama sehingga tidak tahu betapa istimewanya kacamata hitam dan arloji gaga, tidak tahu apa-apa soal hidup ini mudik.

Kedua, penampilan visualmu saat pulang kampung adalah penjelasan kepada orang-orang sekampung, dan terutama orang tuamu, bahwa kau baik-baik saja.

Hmm, semoga kemarin kalian tidak merusak suasana mudik hanya karena (gara-gara kemakan meme) penampilanmu tidak berhasil menjelaskan kesuksesan besarmu di tanah rantau!

Bayangkan kalau kemarin kamu mudik dengan penampilan menyedihkan; krah kemejamu menghitam karena daki, dasimu kotor, kaus kakimu bolong bagian tumitnya. Bapak-Ibu pasti sedih.

Kalian tak jadi bersenang-senang karena diisi tangisan tentang betapa sedih hidup di rantau. Aduh. Mudik hanya sekali setahun, diisi dengan kisah sedih di hari minggu hanya karena kau ingin tampil apa adanya?

(Sekali lagi) tidak ada yang salah dengan tampil istimewa saat liburan atau mudik di kampung halaman. Kecuali kalau memang biayanya kau peroleh dari cara-cara tak halal: korupsi, menjadi suami atau istri simpanan, berutang di koperasi harian yang bunganya mencekik leher, atau menjual kontrakanmu.

Yang terakhir semoga tidak kalian lakukan. Karena hanya orang nekat yang menjual rumah kontrakan.

Ketiga, ketika balik, abaikan mereka yang juga sudah siap dengan sindiran (yang mereka pikir) keras (tetapi sesungguhnya lucu).

Akan ada yang bilang, “Cie cieee … kemarin mudik cuma bawa oleh-oleh Sari Roti, balik ke kota malah bawa beras, kopi, teh, gula, pisang, dan lain-lain. Untung banyak ini.”

Abaikan, Kaka-Ade-Sodari-Semua. Mana tahu mereka-mereka itu soal kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa?

Mereka adalah sekumpulan manusia transaksional yang barangkali merasa telah hidup di era transnasional. Bagi mereka, oleh-oleh anak harus sama harganya dengan oleh-oleh Bapak-Ibu.

Akan tetapi, sesekali kau harus bawakan Bapak-Ibu oleh-oleh yang mahal juga. Misalnya menantu dan cucu. Kalau sanggup saja tapi. Kalau tidak, jangan dipaksa. Santai saja.

Lagian oleh-oleh bukan bagian paling penting dari mudik. Mudik itu sendiri sudah penting dalam dirinya sendiri. Tak perlu ditambahi embel macam-macam. Dan oleh-oleh dari orang tua adalah hal yang telah ada sejak dahulu kala. Juga tidak harus mahal-mahal.

Doa dan berkat di sepanjang perjalananmu dalam arena liar bernama “arus balik” ke tempat kerja adalah semahal-mahalnya oleh-oleh yang harus ada di ranselmu.

Nah, sekarang, sambil bersiap-siap menghadapi arus balik yang mengerikan dengan segala kemacetannya, pastikan seluruh bawaanmu sudah ada di tempatnya masing-masing.

Sisakan ruangan di setiap kardus—dan terutama hatimu—untuk menyimpan kenangan tentang betapa baiknya mudik; betapa kau merindukannya dan untuk itulah kau akan bekerja sepenuh hati setahun ke depan agar, jika diberi umur yang panjang, boleh kita menumpang mandi lagi di rumah Bapak-Ibu.

Terakhir diperbarui pada 9 Juni 2019 oleh

Tags: arus balikkampung halamanmemeMudik
Robertus Bellarminus Nagut

Robertus Bellarminus Nagut

Artikel Terkait

pulang ke rumah, merantau.MOJOK.CO
Catatan

Duka Setelah Merantau: Ketika Rumah Menjadi Tempat yang Asing untuk Pulang

16 September 2025
Kegundahan di KA Pasundan Lebaran. Perjalanan berat meninggalkan kampung halaman MOJOK.CO
Catatan

Kegundahan Para Perantau di KA Pasundan, Berat Tinggalkan Kampung Halaman usai Libur Lebaran tapi Tak Punya Banyak Pilihan

8 April 2025
THR ludes, libur lebaran selesai, sementara gajian masih lama. Kembali ke perantauan dengan penuh keprihatinan MOJOK.CO
Ragam

THR Ludes sementara Gajian Masih Lama, Kembali ke Perantauan dengan Nelangsa dan Hidup dalam Keprihatinan

6 April 2025
Berkendara motor malam hari di jalan pantura Surabaya-Semarang taruhannya nyawa MOJOK.CO
Ragam

Kengerian Motoran saat Malam di Jalan Pantura, Hati-hati Saja Tak Cukup kalau Tak Mau Celaka

26 Maret 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
Relawan di Sumatera Utara. MOJOK.CO

Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.