Hal-Hal yang Terjadi ketika Mengajari Ibu-Ibu Mengaji - Mojok.co
  • Kirim Artikel
  • Terminal
Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Kilas
    • Susul
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Kilas
    • Susul
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Podcast
Home Esai

Hal-Hal yang Terjadi ketika Mengajari Ibu-Ibu Mengaji

Inasshabihah oleh Inasshabihah
11 Maret 2018
0
A A
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Lima tipe ibu-ibu yang belajar mengaji.

Sejak pulang ke Semarang dua tahun lalu, Ayah melibatkan saya dalam “agenda akhirat”-nya.

“Jihadmu kini tidak pakai pedang, tanpa teriakan takbir, dan tidak perlu turun ke jalan. Kamu lihat di dekatmu ada ibu-ibu yang pengin bisa ngaji dengan benar, tapi tidak ada yang ngajari. Maka ajarilah.”

Sebagai anak yang berbakti dan punya banyak waktu luang karena jomblo, saya pun mengiyakan ajakan Ayah. Jadilah malam-malam saya habis di bawah atap Gedung Dakwah. Jadwal ngajinya Senin sampai Kamis, diliburkan kalau hujan gerimis.

Awalnya, saya kira ngajar ngaji ibu-ibu bakal lebih santai. Ternyata nggak juga.

Baca Juga:

Pak Kasur tentang Anak-anak yang Kekurangan Hiburan

Ibu-ibu yang Bekerja Sekuat-kuatnya di TPI Tasik Agung Rembang

Anak yang Bercita-cita Membuat Wangi Bau Sampah TPST Piyungan

Kalau ngajar ngaji anak-anak, kita mulai betulan dari nol, dari alif ba ta, mengenalkan harakat, tanda baca, hukum tajwid mulai dari aneka mad sampai bedanya qalqalah kubra dan sughra, lalu melipir ke aktivitas seru seperti melukis kaligrafi.

Kami juga belajar menelisik sejarah nabi, kenalan dengan tokoh Islam macam Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, membayangkan Perang Badar, mengenal taktik perang Salman a-Farisi, kesal pada Abu Jahal, sampai jatuh hati pada Bilal bin Rabbah, Umar bin Khattab, dan Abu Bakar Ash-Shidiq.

Anak-anak juga banyak bertanya, tapi lekas mengerti dan mudah ingat. Mungkin karena memorinya masih gaspol. Syukur wal hamdulillaah punya kesempatan terlibat di sana, walau keadaannya serbaterbatas: papan tulis pakai tembok, penerangan minim, pengajar sedikit.

Sementara itu, banyak ibu baru mulai mengeja huruf hijaiyah dan itu lebih butuh penanganan dibanding ngajarin anak-anak karena para ibu ini lebih banyak lupanya. Maklum, pikiran mereka sudah banyak diisi soal kerjaan dan rumah tangga.

Dengan ibu-ibu, tidak ada aktivitas melukis kaligrafi atau mengenal tokoh Islam, melainkan sharing hadis sampai curhat soal rumah tangga dan perkara kehidupan ala ibu-ibu lainnya.

Misalnya, dosakah memarahi suami yang malas bekerja? Atau, dosakah saya kalau anak saya nanti tumbuh jadi anak nakal padahal saya sudah mendidiknya sebaik mungkin? Perkara yang penting, substansial, dan datang betulan dari kehidupan sehari-hari.

Setelah intensif bergaul dengan ibu-ibu tadarus ini, saya berhasil memetakan setidaknya 4 tipe ibu-ibu tadarus.

Pertama, tipe Terjatuh dan Berusaha Bangkit Lagi.

Mereka ibu-ibu yang mulai ngaji dari jilid 1 sampai 6, belajar tajwid dan makhraj dari nol. Ibu tipe ini banyak lupa dan ragu, biasanya lupa mana huruf wa mana fa. Mengeja bacaannya juga peeelaaan-peeelaaan, jadi harus full didampingi tiap mengaji. Agak lelah memang, tapi ibu inilah cermin esensi kehadiran kita bagi mereka.

Ibu-ibu tipe pertama ini biasanya hafal surat pendek, tapi ya hafal saja. Tidak tahu huruf hijaiyahnya, tidak tahu hukum bacaan, tidak tahu artinya, karena memang tidak diajari, hanya disuruh menghafal.

Jadi kalau disuruh baca surah pendek macam An-Naas, ya bisa saja, tapi begitu diminta membaca surat tersebut sambil nyemak Juz ‘Amma, mereka malah nggak bisa. Akibatnya, ibu-ibu tipe ini cenderung lama belajar Juz ‘Amma dan hanya akan lanjut ke level Al-Qur’an jika sudah lebih lancar membaca. Walau tertatih, yang penting semangatnya tetap ’65, eh ’45 maksudnya.

Kedua, tipe Nggak Pedean.

Sudah masuk level al-Qur’an, sudah pernah tahu dan paham, tapi ibu-ibu suka lupa itu bacanya gimana. Tipe ini juga sering tiba-tiba nge-blank, berhenti di tengah jalan, nyengir dan mengeluarkan tawa yang menular ke jamaah lain, lalu nanya, “Eh, iki piye mbacanya, Mbak?”

Plus, ibu nggak pedean ini juga selalu ragu tiap ngaji.

“Qoola dzaaalika… eh bener, ya? Bener, tho?”
“Inggih, leres, Bu,” kata saya, “monggo dilanjut.”

“Qoola dzaalika maa kunna, bener, kan? Ini na-nya dibaca pendek, kan?”
“….”

Gitu terus sampai saya berani minta foto bareng sama Mahfud Ikhwan.

Kalau sudah gemas, saya genggam tangannya sambil bilang, “Bu, baca aja. Ibu sudah bagus kok bacaannya. Nanti kalau ada yang keliru pasti saya beri tahu.”

Si Ibu ngguyu lagi.

Ketiga, tipe Senior.

Ini yang sering bikin lelah jiwa. Mungkin karena merasa jauh lebih tua dan telah menelan pahit manis kehidupan dibanding saya, seorang jomblo yang masih sabar nungguin Mas-nya (batuk bentar), ibu-ibu tipe ini cenderung nggak nyaman untuk dikoreksi. Kita yang mau mengoreksi bacaannya pun jadi segan. Bikin dilema, deh. Kalau dikoreksi, beliau mungkin saja ngambek dan kesal. Kalau nggak diperbaiki bacaannya, bisa-bisa saya yang salah, bahkan berdosa kerana mendiamkan perkara yang saya tahu salah dan saya tahu cara memperbaikinya.

Misalnya? Gini, beliau membaca,

“Far tada….”
“Ibu, ini bacanya, far tadda, karena ada tasydid jadi huruf da-nya dibaca dobel, seolah ada dua.”
Si Ibu menghela napas. Tiba-tiba volume beliau jadi meninggi, “FAR TADDAAAA~”

Saya nyengir. Selow ae, Bu~

Ibu-ibu tipe ini biasanya juga nggak sabaran, tidak tertib panjang pendeknya, ketemu hukum tajwid yang harusnya si huruf dibaca melebur pun nggak digubris. Menghadapi yang begini harus memantapkan senyum dan mempertebal sabar, tapi tetap seru.

Tipe terakhir, the most swag!

Tipe ini termasuk ibu-ibu yang mudah paham huruf dan tanda baca, sudah tartil pula, qalqalah jelas, panjang-pendeknya dapet. Kalau dikoreksi nggak menampakkan kekesalan, dan selalu tanya kalau nggak tahu. Duh, berkah dalem untuk ibu-ibu yang sabar ini. Kebanyakan sudah berumur hingga 60 tahun.

Kepada ibu-ibu ini, saya pernah tanya, “Kenapa tidak ngaji di rumah saja, Bu? Wong bacaan makhraj Ibu bagus, saya malah kalah.”

Mereka menjawab, “Enak di sini, ada temannya. Ada yang nyimak.”

Aih, uwuwuwu~

Bagaimanapun tipenya, menghadapi ibu-ibu tadarus sama saja dengan mengajari anak-anak: kudu sabar dan telaten. Apalagi bagi ibu-ibu ini, menyisakan waktu untuk ngaji bareng di jam-jam rawan lelah setelah seharian bekerja, masak, dan ngurus anak-bojo jelas tidak mudah. Belum kalau mata sudah mulai rabun. Diasyikin aja ya, kan.

Jadi, kesimpulannya… kapan aku bisa ngaji sama ibukmu, Mas?

Terakhir diperbarui pada 11 Maret 2018 oleh

Tags: anak-anakibu-ibumengajar ngajitipe
Inasshabihah

Inasshabihah

Artikel Terkait

Pak Kasur dan anak-anak

Pak Kasur tentang Anak-anak yang Kekurangan Hiburan

28 April 2022
ibu-ibu yang bekerja

Ibu-ibu yang Bekerja Sekuat-kuatnya di TPI Tasik Agung Rembang

20 Januari 2022
Anak yang Bercita-cita Membuat Wangi Bau Sampah TPST Piyungan

Anak yang Bercita-cita Membuat Wangi Bau Sampah TPST Piyungan

25 Agustus 2021
permainan tradisional

Mengenang Kelicikan-Kelicikan Masa Kecil Saat Bermain Petak Umpet dan Permainan Tradisional Lainnya

10 Juli 2021
ilustrasi Normalize Menegur Emak-emak Rese Tanpa Tuduhan Anak Durhaka mojok.co

Normalize Menegur Emak-emak Rese Tanpa Tuduhan Anak Durhaka

19 Mei 2021
Apa Sih yang Orang Dewasa Dapat dari Menertawakan Anak SD di Konten TikTok?

Apa Sih yang Orang Dewasa Dapat dari Menertawakan Anak SD di Konten TikTok?

23 April 2021
Pos Selanjutnya

Urusan Rambat dengan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin

Komentar post

Terpopuler Sepekan

Hal-Hal yang Terjadi ketika Mengajari Ibu-Ibu Mengaji

11 Maret 2018
Horor Apartemen Tertua di Jogja yang Menghilang dari Ingatan MOJOK.CO

Horor Apartemen Tertua di Jogja yang Menghilang dari Ingatan

26 Mei 2022
Sinar Mandiri melaju di Pantura MOJOK.CO

Melintasi Pantura Bersama Roda Lusuh Bus Sinar Mandiri

21 Mei 2022
makam giriloyo mojok.co

Makam Giriloyo, Rumah Peristirahatan Terakhir Sultan Agung yang Dibatalkan

26 Mei 2022
Rumah milik Mbah Ngadiyo yang jadi tempat syuting KKN di Desa Penari

Cerita Sebenarnya di Rumah Tempat Syuting Film KKN di Desa Penari

25 Mei 2022
mie ayam om karman mojok.co

Mie Ayam Om Karman, Filosofi Meja Terisi, dan Semangat Perantau Wonogiri

22 Mei 2022
gelanggang mahasiswa ugm mojok.co

UGM akan Bangun GIK, Pengganti Gelanggang Mahasiswa

24 Mei 2022

Terbaru

Sungai Aare, Swiss untuk berenang

Orang Swiss Suka Hanyutkan Diri di Sungai pada Musim Panas

29 Mei 2022
buya syafii maarif mojok.co

Melepas Kepergian Buya

28 Mei 2022

Jokowi: Buya Syafii Maarif Sosok yang Menyuarakan Toleransi 

27 Mei 2022
Buya Syafii Maarif

Haedar Nashir Sempat Menemui, Buya Syafii Maarif Ditangani Tim Dokter Kepresidenan

27 Mei 2022
Indonesia Berduka, Buya Syafii Maarif Wafat Jelang Usia ke-87

Indonesia Berduka, Buya Syafii Maarif Wafat Jelang Usia ke-87

27 Mei 2022

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
DMCA.com Protection Status

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Kilas
    • Susul
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Podcast
  • Mau Kirim Artikel?
  • Kunjungi Terminal

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In