Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai Kepala Suku

Tribun vs Remotivi: Kita Berdiri di Mana?

Puthut EA oleh Puthut EA
24 Mei 2018
A A
laut
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK – Tidak ada yang salah atas kritik Remotivi kepada Tribunnews (selanjutnya cukup ditulis: Tribun). Jelas dan jernih. Tapi, rasanya, ada yang kurang dalam perbincangan ini.

Analisis yang dipaparkan oleh peneliti Remotivi kepada Tribun seakan bisa menunjukkan ada jamur di kulit kita. Tapi tidak sampai memaparkan kenapa kulit kita jamuran?

Media massa, termasuk media digital, tumbuh dalam banyak tegangan. Mereka hidup dalam sebuah ekosistem digital yang serbacepat, kompetisi yang keras, usaha memindai hasrat terpendam netizen, dll., dll.

Itu semua sebetulnya bukan barang baru dalam wacana media online. Sudah terlalu sering dibicarakan dan didiskusikan. Tapi jamaknya persoalan pelik, makin sering dibicarakan bukan berarti makin tuntas.

Semua pemain media online tahu dan sangat sadar bahwa mereka berdiri di atas dua kaki: kaki “moral” jurnalistik dan kaki bisnis. Dua itu hal lama, bukan? Sejak sebelum media online tumbuh, media massa juga hidup dalam tegangan seperti itu. Bedanya, kalau dulu, nilai ekonomi sebuah media diukur dengan oplah, kini diukur dengan sekian alat ukur: pageviews, users, rangking Alexa, dll.

Saya kira, kita tak perlu membohongi diri sendiri, kalau semua media online membutuhkan hal di atas. Tanpa itu, iklan tak masuk. Tanpa itu, pengiklan tak tertarik. Tanpa itu, investor bermuka masam.

Tuduhan “tuyul” bagi Tribun memang tidak enak dirasakan. Tapi, siapa sebetulnya media online yang tidak mirip tuyul? Bukankah kata kunci, SEO, dan Google trend, itu semacam kembang setaman, kemenyan, dan lilin untuk menghidupi tuyul yang bernama “pengunjung”? Apakah jika Tribun dianggap tuyulnya Kompas, kita juga bisa menyebut Tempo.co sebagai tuyulnya Tempo, Radar sebagai tuyulnya Jawapos, dan lain sebagainya?

Seakan ada dualisme moralitas jurnalistik: ada bagian yang dianggap dan diperkenankan menimba uang haram dan ada yang bagian halal serta suci. Halal dan haram hanya soal bagi-bagi tugas semata.

Setiap media online membutuhkan uang. Mereka butuh menggaji karyawan, membesarkan perusahaan, dan menaikkan valuasi media itu. Setiap investor membutuhkan medianya tumbuh. Kadang memang tak peduli dengan caranya.

Kalau tema soal terorisme yang digoreng oleh Tribun kita pindahkan ke tema lain, tampaknya akan banyak media yang memang mirip tuyul. Ada yang sengaja menggoreng isu ekonomi, agama, politik, dan lain-lain. Kecenderungan melebarkan tafsir, kesan sok politis, dan berlebihan dalam hal intelektual untuk suatu tema, pun niatnya juga mirip. Supaya ramai. Supaya banyak yang meng-klik tautan yang disebar. Supaya banyak yang berkunjung.

Maka, kita disuguhi pesta-pora dan perayaan hal yang menjijikkan di berbagai media. Kasus Habib Rizieq-Firza Husein dan kasus perceraian Ahok, misalnya. Keduanya punya derajat yang sama.  Media yang mengunggah berulang kasus Rizieq-Firza sama sampahnya dengan yang mengunggah berkali-kali kasus perceraian Ahok. Kalau bukan atas nama klik, terus atas nama apa? Apa pentingnya mengunggah hal begituan?

Itu sama saja gegeran di media sosial tentang Jokowi yang dibilang anak Cina plus PKI, dan yang bilang anak Prabowo adalah gay. Keduanya sama-sama sinting dan keji. Ini bukan soal Cina, PKI, atau gay. Tapi, apa urusannya hal itu dengan Jokowi dan Prabowo? Apa urusannya dengan dunia politik kita.

Balik lagi ke soal kritik Remotivi kepada Tribun. Kita butuh lembaga seperti Remotivi yang terus bersikap kritis pada berbagai media di Indonesia. Memang harus ada yang terus mengingatkan kita semua bahwa banyak media online yang melampaui batas ketika membuat konten. Media, juga kita semua, butuh diingatkan dan dikritik. Karena kalau tidak, semua bisa kebablasan.

Namun, di atas semua itu, perlu kesadaran dari semua pihak untuk terus mengevaluasi diri. Bukan hanya Tribun. Jangan hanya karena hal yang keliru dilakukan oleh banyak media, lalu berubah menjadi lazim, bahkan benar.

Iklan

Perlu ada dinamika dan penyegaran kesadaran atas semua pihak. Baik investor, pekerja media, maupun pengiklan, harus terus-menerus mau menerima kritikan meskipun memang terasa tidak adil karena berangkat dari pemikiran, “Kalau yang lain boleh, kenapa kami tidak?”

Kita butuh ekosistem media yang lebih sehat, apalagi di tengah arus kebencian dan logika serampangan yang membombardir setiap saat di dunia medsos. Mungkin harus ada kesadaran bersama para media online yang berlaku sebaliknya: tidak ikut menyiram bensin dalam unggun kebencian yang makin marak.

Jika tidak, kritik Remotivi atas Tribun, hanya berumur sesaat. Selebihnya, kita tetap bergerak atas apa yang sedang ramai dibicarakan, ramai dipertengkarkan, ramai diperdebatkan. Bukan untuk memberi kejernihan dan perspektif kritis, melainkan supaya netizen menyerbu laman media kita.

Bagi awak media yang merasa lebih suci dari Tribun, mungkin kalian perlu membeli cermin. Kalau perlu dua: satu cermin di muka, satu di belakang untuk mengaca tengkuk kalian. Karena, sering kali, banyak hal buruk disembunyikan di tengkuk.

Terakhir diperbarui pada 24 Mei 2018 oleh

Tags: ahokdigitalHabib Riizieqjokowikritikmedia onlinepraboworemotiviteroristerorismetribuntribunnewstuyul
Puthut EA

Puthut EA

Kepala Suku Mojok. Anak kesayangan Tuhan.

Artikel Terkait

Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO
Esai

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
kapitalisme terpimpin.MOJOK.CO
Ragam

Bahaya Laten “Kapitalisme Terpimpin” ala Prabowonomics

21 Oktober 2025
Kereta Cepat Whoosh DOSA Jokowi Paling Besar Tak Termaafkan MOJOK.CO
Esai

Whoosh Adalah Proyek Kereta Cepat yang Sudah Busuk Sebelum Mulai, Jadi Dosa Besar Jokowi yang Tidak Bisa Saya Maafkan

17 Oktober 2025
4 Aturan Tidak Tertulis Saat Bayar Pakai QRIS, Perhatikan agar Kalian Nggak Jadi Musuh Bersama Mojok.co
Ekonomi

4 Aturan Tidak Tertulis Saat Bayar Pakai QRIS, Patuhi supaya Kalian Nggak Jadi Musuh Bersama

13 Oktober 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
musik rock, jogjarockarta.MOJOK.CO

JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan

5 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

30 November 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.