Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai Kepala Suku

Indonesia Bubar Tahun 2030: Sebuah Imajinasi Lain

Puthut EA oleh Puthut EA
23 Maret 2018
A A
KEPALA SUKU-MOJOK

KEPALA SUKU-MOJOK

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Prabowo Subianto bilang, kemungkinan Indonesia bubar pada tahun 2030. Lagi-lagi elit politik kita terbelah dua. Bagi yang sekubu dengan Prabowo bilang: ini hanya peringatan supaya kita waspada. Sementara kubu yang berseberangan menyatakan: kita harus menatap optimistik masa depan.

Bagi orang seperti saya, bisa saja pendapat kedua kubu itu dipersatukan. Misalnya dengan: Indonesia mungkin bubar pada tahun 2030, tapi kita optimistis bahwa kita makin bahagia, adil, sejahtera, dan mulia.

Ini bukan permainan otak-atik logika. Ini juga bukan potensi fiksi. Mari kita mulai dengan dalil sederhana. Kemerdekaan yang diperjuangkan oleh para pendiri bangsa ini sangat jelas tujuannya. Mari kita simak cuplikan salah satu naskah paling penting, kuat, dan jelas yakni ‘Pembukaan UUD 1945’:

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah…[dst]”

Setelah sekian lama punya pengalaman bernegara, mungkin kita sedikit bisa bersepakat bahwa membentuk pemerintah Indonesia yang melindungi segenap bangsa dan bla bla bla itu, belum tercapai. Kata ‘belum’ saya pakai supaya terlihat kalem.

Artinya, entitas Indonesia sebagai proyek politik para pendiri kita yang visioner itu, belum tentu berhasil. Atau sekurang-kurangnya, sampai sekarang: kurang berhasil. Saya tidak hanya ngomong ini dalam konteks Pemerintahan Jokowi saja. Jadi tolong jangan berpikiran sempit.

Kalau belum berhasil, ada beberapa kemungkinan yang bisa dilakukan: mengubah eksperimen politik itu. Tapi dengan kuatnya slogan ‘NKRI harga mati’ rasanya tidak mungkin mengubahnya. Nanti malah yang mau mengubah dinilai mau makar. Jadi sebaiknya sih jangan.

Kemungkinan yang lain, negara yang diimajinasikan oleh para pendiri bangsa ini memang bakal bubar sebagaimana ‘peringatan’ Prabowo, tapi bubarnya Indonesia karena hasil dari dinamika peradaban. Di titik ini tidak bisa dan tidak ada variabel makar. Apa sih yang disebut dinamika peradaban? Misalnya, hilangnya kapak batu dari peradaban manusia, bukan karena tidak ada batu lagi. Senjakala media massa konvensional (baca: kertas), bukan karena tidak ada kertas lagi. Sampai di sini paham ya? Alhamdulillah…

Jadi pada tahun 2030 ketika kemungkinan Indonesia bubar itu, bukan karena dibubarkan oleh warganya atau sekelompok warganegara. Tapi peradaban membuatnya seperti itu. Dan sebagai dinamika alam, belum tentu hal itu negatif. Makanya bisa ditatap dengan optimistis.

Kita semua ini kan sebetulnya tahu, tak ada yang abadi di muka bumi ini. Tidak ada. Jadi negara sebagai proyek manusia, bisa saja tidak ada.

Bubarnya negara, bisa saja terjadi karena banyak variabel sehingga memang terkesan ‘alamiah’. Batas-batas dari dulu mulai memudar. Teknologi makin cepat dan canggih. Batasan bahasa mudah diatasi. Era digital makin tak terbayangkan. Perekonomian makin menyatu.

Lalu akan lebih afdol dan mudah dipahami jika negara-negara yang selama ini kita anggap maju, misalnya Amerika dan China, lebih dulu mencontohkan membubarkan diri. Lalu disusul negara-negara Eropa, Amerika Latin, Asia, termasuk Indonesia.

Dan siapa tahu, perubahan itu semua, diiringi makin membaiknya kualitas kemanusiaan kita. Setidaknya misalnya tidak ada lagi perseteruan tak sehat elit politik kita, tak ada lagi sumberdaya alam yang disedot tanpa kalkulasi kemanusiaan dan keberadaban, solidaritas manusia makin menebal tanpa pertimbangan SARA, tidak ada yang menumpuk kekayaan berlebihan, dll. Kenapa tidak?

Kenapa kita tidak berani mengimajinasikan itu? Bukankah perkembangan peradaban punya potensi mengarah ke sana? Kenapa harus dihalang-halangi? Kenapa tidak berani kita bayangkan?

Iklan

Hidup ini sedang tidak begitu asyik. Jangan dibuat makin tak asyik hanya karena ketakutan. Indonesia bubar saja kok takut. Kalau bubarnya karena makin baik sisi kemanusiaan kita, dan karena dorongan dinamika peradaban, memang kita bisa apa? Mengelap-elap sesuatu bernama ‘negara’ ketika semua negara menyatakan diri bubar, apa malah enggak aneh?

Tetaplah gembira, dan baik-baik saja.

Terakhir diperbarui pada 23 Maret 2018 oleh

Tags: indonesia bubarnegaraperadabanperekonomianPrabowo Subianto
Puthut EA

Puthut EA

Kepala Suku Mojok. Anak kesayangan Tuhan.

Artikel Terkait

Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO
Ragam

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
kapitalisme terpimpin.MOJOK.CO
Ragam

Bahaya Laten “Kapitalisme Terpimpin” ala Prabowonomics

21 Oktober 2025
Prabowo-Gibran.MOJOK.CO
Aktual

7 Alasan Mengapa Satu Tahun Masa Kepemimpinan Prabowo-Gibran Layak Diberi Nilai 3/10

20 Oktober 2025
makan bergizi gratis MBG.MOJOK.CO
Aktual

Omon-Omon MBG 99 Persen Berhasil, Padahal Amburadul dari Hulu ke Hilir 

19 Oktober 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

30 November 2025
Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.