Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan Mojok
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan Mojok
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan Mojok
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Panik dan Takut Masuk Neraka karena Broadcast WA “Umat Sedang Terancam”

Kalis Mardiasih oleh Kalis Mardiasih
13 April 2018
A A
Dari Kencing Onta sampai PKI

Dari Kencing Onta sampai PKI

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Gara-gara broadcast WA, orang jadi panik dan bisa berbuat tidak masuk akal. Wiji Thukul yang 20 tahun hilang, dikira sedang pameran seni rupa. Hadeeeh.

Suatu siang bulan Mei 2017, dalam acara pameran seni rupa bertema “Aku Masih Utuh dan Kata-Kata Belum Binasa” karya Andreas Iswinarto yang diselenggarakan di Kantor Pusat Studi HAM (Pusham) Universitas Islam Indonesia di Yogyakarta, serombongan anggota organisasi massa datang sambil berteriak-teriak.

“Mana Wiji Thukul! Mana Wiji Thukul! Tangkap Wiji Thukul!”

Panitia dan pengunjung yang kebingungan pun ikut menjawab, “Iya, mana Wiji Thukul? Kembalikan Wiji Thukul! Kami juga mencari Wiji Thukul!”

Rupa-rupanya, mereka datang berbekal dua informasi. Pertama, Wiji Thukul adalah anggota PKI. Dua, Wiji Thukul sedang berpameran. Hadeh, padahal sastrawan dan aktivis HAM itu hilang sejak 1998 dan masih dicari semua orang sampai hari ini. Dan meskipun ketahuan konyolnya, rombongan itu tetap menurunkan karya-karya Andreas dan merusak visualisasi puisi-puisi Thukul.

Kejadian yang kira-kira semacam itu terulang ketika kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) diserang sekelompok massa pada Agustus 2017. Kantor YLBHI sudah dilempari batu hingga rusak cukup parah oleh ratusan orang sambil teriak-teriak takbir. Ketika ditanya bagaimana mereka bisa datang, jawabannya cukup menakjubkan. Mereka mendapat broadcast pesan bahwa di kantor YLBHI sedang ada acara PKI. Hadeeeh. Padahal, malam itu, anak-anak muda sedang menggelar acara diskusi dan solidaritas musik dan seni untuk demokrasi.

Iklan

Sudah sejak lama saya bingung, apakah perlu bagi kita untuk memakai otak ketika menghadapi orang-orang yang memang sengaja ninggalin otaknya. Bayangin aja, modal broadcast, orang yang hilang puluhan tahun mau dipersekusi. Modal broadcast, kantor orang dilempar-lemparin batu tanpa takut salah.

Persamaan identitas, salah satunya agama, membuat orang-orang merasa berada dalam satu ikatan. Kita mengenal ungkapan bahwa muslim satu dan musIim lainnya bagaikan satu tubuh, yang jika terluka di satu bagian, bagian lain ikut terluka. Pada awalnya ikatan ini sakral dan pada kondisi gesekan politis tertentu, dapat memiliki kekuatan untuk mengalahkan ikatan yang lain. Nah, sayangnya, saat sedang ingin mengalahkan pihak lain itu, sifat ikatan telah berubah, dari ideologis dan luhur menjadi hasrat kekuasaan. Dan motif kuasa, mulai dari ambisi kelompok, partai, hingga ekslusivisme aliran apa saja, lebih sering terbukti menempatkan logika di silit dibanding di kepala.

Minggu lalu rumah saya diketuk oleh seorang teman yang datang jauh-jauh dan malam-malam hanya untuk bertanya pendapat saya perihal puisi Sukmawati yang sedang panas itu. Peristiwa itu sungguh membuat saya percaya teori pascakebenaran. Pada masa sebelum ini, seseorang lazimnya mengetuk pintu rumahmu untuk meminta bumbu dapur atau mengantar undangan pernikahan, tetapi pada masa ini, seseorang tergerak mendatangimu karena membaca berita yang seolah gawat dari lini masa Instagram.

Saya paham, orang yang sedang dalam pengaruh kalimat-kalimat yang bersifat emosional tidak bisa langsung diredakan dengan ujaran yang analitis. Seseorang yang merasa bagian dari struktur komunal tertentu, dalam konteks ini sesama Muslim, tidak bisa berhadapan dengan argumen yang sifatnya membela kepentingan individu, misalnya dengan bilang Sukmawati punya hak individu untuk menyampaikan pandangannya. Kata sosiolog Jonathan Haidt, nggak nyambung, cuy. Dua kelompok akan bertahan pada keyakinan alam pikir masing-masing.

Kami akhirnya berdiskusi bahwa sebaiknya Sukmawati memang tidak perlu membacakan puisi yang bernuansa oposisi biner di saat negara sedang hobi gonjang-ganjing karena pendapat berbeda. Tetapi, pihak yang memanfaatkan momentum dengan membesar-besarkan masalah seolah negara dan agama akan runtuh karena puisi, juga tidak ada bagusnya, selain bahwa itu nambah-nambahi polarisasi antarkelompok yang sudah jauh berseberangan gagasan.

“Jadi simpulannya, masalah keberagamaan apa yang kamu hadapi sekarang?” tanya saya usai diskusi.

“Nggak ada sih. Semua baik-baik saja. Hafalan Quran anakku makin banyak. Mesjid desa juga ramai. Orang kampung semua kompak menyambut Ramadan,” jawab si teman ketika emosinya sudah mundur, digantikan oleh logika bahwa kepanikan yang ia rasakan itu sebetulnya hal yang jauh, sedangkan di dunia nyata ia harus menghadapi hal-hal keseharian dan tanggung jawab yang paling dekat.

Ketakutan massal, hari ini, sering disemai, dipelihara, lalu disebarluaskan dengan tidak bertanggung jawab lewat grup-grup WhatsApp. Orang-orang yang dalam keseharian hidup bahagia bersama keluarga, baik-baik saja dengan pekerjaan juga relasinya di masyarakat, bisa panik karena provokasi-provokasi politis atau ajakan untuk membela tokoh tertentu yang bahkan tidak pernah ia temui. Si tokoh itu bahkan tidak mengenal kita dan tidak akan peduli dengan kesulitan hidup yang kita hadapi sehari-hari.

Anda salah jika berpikir hal ini hanya terjadi kepada orang-orang yang kurang berpendidikan. Saya punya bukti, dalam sebuah pelatihan literasi digital yang diselenggarakan untuk para guru yang tentunya berpendidikan, seorang peserta bertanya, “Bagaimana cara konkret untuk melawan hoax?”

Saya menjawab, “Mulai sekarang, jangan takut pada ancaman neraka hanya karena kita tidak menyebarkan pesan broadcast tertentu yang berbumbu agama ya, Bapak dan Ibu. Rasulullah diutus Allah agar berhasil menyempurnakan akhlak kita, bukan untuk memastikan kita mem-forward pesan WhatsApp.”

Para peserta pun ngakak berjamaah.

Terakhir diperbarui pada 13 April 2018 oleh

Tags: broadcast waormaspersekusiPKIsukmawatiumat sedang terancamwiji thukul
Iklan
Kalis Mardiasih

Kalis Mardiasih

Artikel Terkait

PKI dan Politik Ingatan: Dari Demonisasi hingga Penghapusan Sejarah
Video

PKI dan Politik Ingatan: Dari Demonisasi hingga Penghapusan Sejarah

27 September 2025
intoleransi, ormas.MOJOK.CO
Ragam

Pemda dan Ormas Agama, “Dalang” di Balik Maraknya Intoleransi di Indonesia

19 September 2025
pam swakarsa, militer.MOJOK.CO
Mendalam

Riwayat Pam Swakarsa, Tukang Gebuk Bayaran Tentara yang Berupaya Dihidupkan Kembali. Ancaman Serius bagi Demokrasi

5 September 2025
11 daerah di Jawa Tengah (Jateng) punya Satgas untuk atasi premanisme ormas MOJOK.CO
Kilas

11 Daerah di Jateng Punya Satgas Anti Premanisme Ormas, Biar Tak Ganggu Investor

26 Juli 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Kiper tim futsal putri UNY, Agma. MOJOK.CO

Perjuangan Ibu Belikan Sepatu Futsal, Beri Saya Kegigihan di Bawah Mistar

13 November 2025
JILF 2025 Mojok.co

JILF 2025 Angkat Isu Sastra dan Kemanusiaan

15 November 2025
Jadi ojol di Malang disuruh nyekar ke Makam Londo Sukun. MOJOK.CO

Driver Ojol di Malang Pertama Kali Dapat Pesanan Bersihin Makam dan Nyekar di Pusara Orang Kristen, Doa Pakai Al-Fatihah

16 November 2025
futsal uny.MOJOK.CO

Aulia, Clutch Player UNY dari Bukit Pinus yang Tak Butuh Sorotan Untuk Bersinar

13 November 2025
Liga Futsal Kampus seperti Campus League 2025 Jadi Pintu Pembuka Rio Pangestu untuk Membentangkan Kariernya hingga Kancah Nasional MOJOK.CO

Liga Futsal Kampus Jadi Pintu Pembuka Rio Pangestu untuk Membentangkan Kariernya hingga Kancah Nasional

11 November 2025
Dari Indomaret Point Jakal km 9, menguak fakta orang-orang yang merasa iri hati pada standar orang lain MOJOK.CO

Duduk di Kursi Indomaret Ternyata Juga bikin Orang Makin Nelangsa dan Iri Hati karena Standar Orang Lain

11 November 2025
Summer Sale Banner
  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.