Curhat
Dear Gusmul
Saya bukan tipikal lelaki yang suka berbasa-basi, jadi izinkan saya langsung mengutarakan curhat saya tanpa harus dibumbui dengan pengantar yang membosankan ya.
Begini, Gus. Sekarang ini saya sedang dilanda sebuah dilema. Saya menjalin hubungan dengan seorang perempuan, sebut saja namanya Ningsih. Bagi saya, dia adalah perempuan yang sangat potensial menjadi istri saya kelak. Ia baik, keibuan, telaten, perhatian, manis pula.
Kami sudah berhubungan selama dua tahun dan sudah berkomitmen untuk menikah tahun depan.
Ibu saya sangat suka dan cocok dengan Ningsih ini. Ibu saya tampak bersemangat setiap kali Ningsih saya ajak ke rumah. Ibu langsung mengajak ngobrol Ningsih panjang lebar lama sekali, saking lamanya, saya sampai merasa bahwa yang pacaran sama Ningsih ini bukan saya, melainkan Ibu saya.
Nah, namun walau potensial, entah kenapa, saya selalu merasa ada yang kurang sreg sama Ningsih, entah apa itu.
Saya kemudian bertindak kurang ajar dengan secara diam-diam menjalin hubungan dengan perempuan lain. Sebut saja namanya Putri.
Boleh dibilang, Putri ini tidak sepotensial Ningsih, namun saya merasa ia perempuan yang menarik. Dia anak Persma di kampus saya. Kami bertemu secara tak sengaja saat mengikuti acara diskusi dan pemutaran film di cafe yang tempat saya biasa nongkrong.
Pertemuan itu kemudian menjadi semacam bibit-bibit sayang. Kami kemudian semakin dekat dan akhirnya memutuskan untuk jadian.
Saya merasa enjoy jalan dengan Putri karena ia tipikal wanita yang punya punya satu kesamaan selera dengan saya, sama-sama suka dunia pergerakan. Hal yang jujur, tidak bisa saya temukan pada sosok Ningsih.
Sampai saat ini, baik Putri maupun Ningsih sama-sama tidak tahu bahwa mereka saya duakan.
Saya sayang dengan Ningsih, namun saya juga berat jika harus melepas Putri. Keduanya punya nilai lebih masing-masing.
Nah, Gus. Menurut kamu, apa yang harus saya lakukan.
~Trisno
Jawab
Dear Trisno. Di dunia ini banyak lelaki bajingan, dan sampeyan jelas salah satunya. Lha bagaimana tidak, sampeyan sudah punya seorang Ningsih yang boleh jadi banyak lelaki lain mengidamkannya, namun sampeyan justru mengkhianatinya.
Begini, Trisno, saya sebenarnya malas menjawab curhatan dari lelaki bajingan macam sampeyan ini. Tapi apa daya, tuntutan pekerjaan memang susah untuk didebat.
Begini, mas Baji… Eh, Mas Trisno, ini adalah persoalan yang sebenarnya sederhana. Masalah sampeyan sejatinya hanyalah soal komitmen.
Inti curhatan sampeyan ini sangat simpel. Sampeyan membangun komitmen dengan seseorang, kemudian sampeyan bingung, apa yang harus sampeyan lakukan. Saran saya sangat ringkas dan sederhana: penuhi komitmen yang sudah sampeyan bikin.
Sampeyan dan Ningsih sudah memutuskan untuk menikah tahun depan. Dan orangtua sampeyan juga sudah cocok. Sampeyan juga sayang dengan Ningsih. Lantas apalagi yang ingin sampeyan cari? Hanya orang yang kufur nikmat yang masih saja minta lebih dari itu. Tuh kan, sudah bajingan, kufur nikmat pula.
Begini, menikah itu bukan semata soal enjoy atau tidak. Ia punya banyak faktor pendukung lain, salah satu yang paling besar tentu saja adalah bahagianya orangtua. Dan itu sudah sampeyan temukan pada sosok Ningsih.
Saya tak punya saran lain selain tetap mempertahankan hubungan dengan Ningsih dan meninggalkan Putri. Ini soal komitmen. Sampeyan sudah membuat komitmen dengan Ningsih, sebagai lelaki, sampeyan harus menjaga komitmen tersebut.
Beda kasusnya jika sampeyan belum membuat komitmen apa-apa, maka sampeyan bebas memilih antara Ningsih atau Putri.
Jangan jadi lelaki egois. Bisa saja Ningsih juga mengalami dilema yang sama seperti sampeyan, misalnya ia didekati lelaki lain yang jauh lebih mapan, jauh lebih baik, dan jauh lebih tidak bajingan dari sampeyan, tapi ia tetap memilih sampeyan karena ia merasa harus menjaga komitmen yang sudah kadung dibuat bersama sampeyan.
Menjalin hubungan dengan Putri dalam kondisi sampeyan sekarang ini punya banyak risiko. Dan risiko tersebut berpotensi untuk menyakiti banyak pihak jika jalinan asmara terlarang sampeyan ini terbongkar. Risiko pertama, sampeyan akan dianggap sebagai lelaki bajingan (walau memang sudah bajingan, sih). Risiko kedua, Putri akan dicap sebagai perempuan pelakor. Risiko ketiga, Ningsih akan sangat sakit hatinya. Dan risiko keempat, Ibu sampeyan akan sangat kecewa.
Risiko-risiko yang tidak mengenakkan tadi tentu saja bisa menjadi pertimbangan yang jernih bagi sampeyan untuk bersikap.
Lagi-lagi saya katakan, ini masalah yang sederhana. Tapi memang, di mata bajingan, masalah seperti ini selalu menjadi rumit dan menjemukan.
Agaknya saya memang harus kembali mengutip apa kata Johnny Depp, “if you love two people at the same time, choose the second. Because if you really loved the first one, you wouldn’t have fallen for the second.”
~Agus Mulyadi (bukan bajingan)