MOJOK.CO – Kabut asap kebakaran hutan Kalimantan dan Sumatra sudah jauh melebihi batas bahaya indeks pencemaran udara. Kini, warga menghirup asap beracun!
“All hope abandon ye who enter here.” Satu larik dari 14.233 larik yang menyusun “The Divine Comedy” itu bergema di dalam kepala saya ketika menangkap salah satu foto terdampak kebakaran hutan Kalimantan. Foto itu dibagikan oleh Mardiyah Chamim lewat akun Twitter-nya.
Mari, saya pandu kamu menyaksikan lukisan neraka di bumi. Sebuah tempat di mana harapan akan segera kamu tinggalkan, seperti racauan birokrat dari Firenze dan seorang pendongeng termasyhur, Dante Alighieri di atas:
This is not hell. Forest fire somewhere at Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Pic by photojournalist A. Tanoto (IG @aio_tanoto)#LetsGetPanic #OurHouseisOnFire #kebakaranhutan #Karhutla #KebakaranHutanMakinMenggila pic.twitter.com/JosDRIVAcJ
— Mardiyah Chamim (@MardiyahChamim) September 15, 2019
Kebakaran hutan Kalimantan dan Sumatra ini sudah terjadi sejak beberapa tahun yang lalu. Seperti perayaan hari besar, peristiwa ini selalu berulang setiap tahunnya. Tagar-tagar “save” dan “mendukung” berseliweran setiap tahunnya. Namun, seperti sekilas info, kabar duka itu tenggelam oleh kabar duka lainnya. Hanya sekilas, lalu dilupakan.
Untuk kemudian panik dan marah lagi di tahun depan. Sebuah rutinitas yang layak untuk dimaki sekeras mungkin. Bagaimana bisa, peristiwa yang mencekik ribuan orang bisa terus-menerus terjadi. Semuanya cuma sekilas saja, lalu tenggelam di tengah kabar politik amis lain lagi.
Seorang warganet cukup kreatif ketika membagikan peta titik panas kebakaran hutan Kalimantan dan Sumatera. Dia bernama Iwan Pribadi, yang menggunakan situsweb windy.com untuk mengabarkan “peta Indonesia” paling update. Sebuah konten yang miris, menyimpan duka yang menjadi kenyataan. Kamu bisa melihatnya di sini:
Saudara-saudara sebangsa dan setanah air.
Saya persembahkan.
Peta Indonesia terkini… pic.twitter.com/MaZSNKaVMu— Iwan Pribadi (@temukonco) September 15, 2019
Semakin merah titik di dalam peta menunjukkan semakin tinggi konsentrasi CO atau ikatan senyawa Karbon Monoksida dan oksigen. Gas ini tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak berasa. Namun, dalam jumlah konsentrasi tertentu, CO bisa sangat mematikan.
Berdasarkan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU), lima kandungan berbahaya dalam asap kebakaran hutan Kalimantan dan Sumatra adalah Karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida (NO2), dan Ozon Permukaan (O3). Yes, CO masuk ke dalam kandungan berbahaya dari asap kebakaran hutan. CO menyebabkan sesak napas, kebingungan, dada terasa berat, pusing, koma, hingga kematian.
Berikut tabel Indeks Standar Pencemaran Udara yang saya ambil dari Wikipedia:
Kamu tahu, berdasarkan pengukuran menggunakan Air Visual pada 15 September 2019, indeks pencemaran udara di Palangka Raya mencapai 2000! Empat kali lipat dari batas bahaya! Ini bukan lagi level “pencemaran”, tetapi asap beracun. Asap beracun yang dihirup warga. Setiap detik, mereka memasukkan racun ke dalam tubuh.
Palangkaraya, terpantau pukul 4 sore tadi. Level Hazardous atau Berbahaya jika dalam Indeks Kualitas Udara (AQI US) di angka 300 – 500. Angka 2000 ini sudah di luar Indeks Kualitas Udara lagi, kategorinya bisa disebut udara atau asap beracun. pic.twitter.com/oc0E5uav5Y
— Greenpeace Indonesia (@GreenpeaceID) September 15, 2019
Maka terjadilah, berseliweran berita soal warga yang batuk-batuk, sesak napas, dan iritasi mata karena asap kebakaran hutan Kalimantan dan Sumatra.
Pada 15 September 2019, Kumparan mengangkat berita seorang anak berusia 7 tahun mengalami iritasi mata. Hingga kini, Al Fikri masih terbaring dengan mata diperban di Rumah Sakit Siloam, Jambi. Sudah 5 hari Fikri dirawat dengan matanya diperban karena kornea mata kanan dan kiri Fikri sudah luka semua.
Mata Fikri sudah tak kuat menahan asap yang setiap hari semakin pekat. Akibatnya, kornea kedua matanya luka, pandangannya kabur, dan matanya tidak bisa dibuka. “Kabut asap di daerah saya sudah sangat berbahaya, bahkan bisa merenggut nyawa, asapnya sudah mengandung partikel-partikel beracun,” ungkap Sari Andestema, ibunda Fikri.
Pada tanggal yang sama, 15 September 2019, Detik melansir berita meninggalnya seorang balita berusia 4 bulan asal Banyuasi, Sumatra Selatan, karena Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Almarhum bernama Elsa Fitaloka sudah sesak napas sejak 14 September 2019, pukul 23.00, ketika kabut karena kebakaran hutan dan lahan mulai menebal.
“Diagnosa awal dokter bilang kena ISPA, Elsa juga kemarin memang sesak nafas. Itu bersamaan saat kabut asap kemarin tebal sekitar pukul 23.00 WIB,” kata Agus Darwanto, anggota BPD Dusun III, Talang Buluh, Banyuasin.
Soal jarak pandang kamu bertanya? Sudah ada korban jiwa, yang mungkin terjadi setiap tahun, kamu masih bertanya soal jarak pandang? Banyak akun di Twitter yang membagikan betapa berbahaya jalanan di daerah-daerah yang terdampak kebakaran hutan Kalimantan dan Sumatra.
[askmf] Teman², tolong kami??? pic.twitter.com/hhxsM5qLfw
— Askmf (@askmenfess) September 15, 2019
Tgl 14 siang hari tadi ,kebakaran sudah mulai masuk perumahan penduduk.
Sampit, Kalimantan Tengah#IndonesiaDaruratAsap pic.twitter.com/KKQhYG1Drw— Indonesia Today (@idtodaydotco) September 14, 2019
Temen2 daerah Banjarbaru dan sekitarnya, hati-hati ya. Ini tadi pagi di daerah ulin lewat trikora. PADANG ASAP! Mobil pertamina yg lpg2 aja segede itu di depan ga keliatan!
Deg2an takut tiba2 ada truck atau mobil 🙁
Pak @jokowi tolong 🙁#IndonesiaDaruratAsap #SaveKalimantan pic.twitter.com/6LUk2XsJKW
— Lee yanda (@yandachitta) September 14, 2019
Di tengah seliweran berita soal gawatnya kebakaran hutan Kalimantan dan Sumatra, menyempil sebuah berita yang bikin, maaf, TERTAWA GELI. Jadi, Kapolri, Jenderal (Pol) Tito Karnavian, mengaku heran ketika meninjau lokasi kebakaran hutan dan lahan di Riau. Tito heran karena tidak ada perkebunan sawit maupun tanaman industri lainnya yang ikut terbakar.
“Apa yang sudah kami lihat dari helikopter bersama Panglima TNI dan Kepala BNPB, lahan yang sudah jadi perkebunan, baik sawit maupun tanaman industri lainnya, kok tidak ada yang terbakar. Misal pun ada paling hanya sedikit dan di pinggir,” kata Tito melalui keterangan tertulis yang dibagikan (BNPB) pada Minggu (15/9), seperti dikutip Kompas.
Pak Tito mengaku heran dengan kenyataan bahwa tidak ada kebun sawit yang terbakar. Ohh, sebuah keheranan yang garing. Maafkan saya ya. Saya justru menangkap nada komikal di sana. Saya bisa tertawa geli mendengar komentar Pak Tito. Namun, saya yakin, warga yang terdampak kebakaran hutan Kalimantan dan Sumatra akan sedih betul mendengar komentar itu.
Apakah sungguh sulit membaca gelagat di balik “kebakaran” hutan yang terjadi? Mungkin sulit bagi sebagian orang, mungkin tidak. Siapa saya bisa menghakimi.
Pada akhirnya, setiap tahun, warga terdampak kebakaran hutan Kalimantan dan Sumatra harus menyelimuti dirinya dengan kutipan mengiris hati dari Dante:
“All hope abandon ye who enter here.”
Selamat datang di perayaan neraka. Perayaan meninggalkan harapan di bumi.
“All hope abandon ye who enter here.”
“All hope abandon ye who enter here.”
“All hope abandon ye who enter here.”
BACA JUGA Hampir 4 Kali Luas Jakarta! Total Lahan dan Hutan Terbakar di Sumatra-Kalimantan Saat Ini atau tulisan Yamadipati Seno lainnya.