MOJOK.CO – Dear Pak Jokowi, saya nggak tahu siapa pembisik Pancasila dibumikan lewat Instagram dan Netflix. Percaya, Pak. Saran itu nggak efektif.
Pak Jokowi ingin Pancasila “dibumikan” lewat Instagram dan Netflix? Yang benar saja, Pak. Percaya saya, nggak bakal ngaruh!
Dear Pak Jokowi. Sampai saat ini, saya masih percaya kok kalau Pancasila itu punya muatan yang baik untuk semua orang. Mana ada orang yang nggak setuju dengan “Persatuan Indonesia” dan “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Saya setuju, Pak. Soal gimana kenyataannya di Indonesia ya lain soal. Biar staf khusus kepresidenan yang mikirin.
“Ketuhanan Yang Maha Esa” saya juga setuju. Tapi saya nggak mau ngebahas sila pertama ini. Takut saya, pak Jokowi. Nggak tahu kenapa orang-orang jadi makin galak kalau ngomongin agama. Nggak kalem, blas.
Saya juga yakin orang-orang Indonesia yang menempuh pendidikan dari SD sampai kuliah sudah kenyang dengan Pancasila. Saya lho Pak Jokowi, dapat nilai bagus di pelajaran Pendidikan Pancasila. Bukan karena saya pinter, tapi ya sudah dipelajari sejak saya masih ngompol dulu. dan alhamdulillah, saya setuju penuh dengan bunyi sila-sila Pancasila.
Tapi gini, Pak Jokowi. Saya kok spektis Pancasila bisa dibumikan lewat kanal-kanal media sosial. Saya rasa itu buang-buang waktu saja.
Pak Jokowi bilang kalau Pancasila harus menjadi napas, ideologi yang melandasi tiap kebijakan. “Yang harus kita lihat, gimana membumikan, ini yang jauh lebih penting. Kita harus lihat, semua kementerian lembaga, harus jelas target utamanya itu siapa,” kata Jokowi di Istana Negara dan dikutip oleh Kumparan.
Pak Jokowi, secara khusus, menyebut “medium internalisasi” Pancasila ke anak muda harus diperhatikan betul. Keren ya istilahnya: medium internalisasi.
“Kita harus ngerti, paham, media komunikasi yang mereka gunakan itu apa. Semua harus ngerti ini, kegiatan mereka apa, konten yang mereka sukai apa. Harus teridentifikasi betul. Coba lihat lebih dalam lagi, tokoh yang mereka ikuti siapa,” kata Pak Jokowi lagi.
Dan di sini Pak Jokowi menyebut kanal-kanal perpesanan seperti WhatsApp, Telegram, Line, Kakao Talks disebut. Lalu ditambahkan Netflix, Youtube, Iflix, Instagram, Twitter, dan Facebook. Intinya adalah Pancasila harus disertakan di dalam cara-cara orang mencari kesenangan dan berbisnis.
Sekali lagi, Pak Jokowi, cara ini nggak bakal berhasil. Kenapa? Biar saya jelaskan.
Bagaimana cara menerapkan nilai-nilai Pancasila lewat Youtube? Apakah dengan “acara sela” seperti iklan yang kadang durasinya lebih panjang dari video yang mau ditonton?
Tahukah Pak Jokowi kalau banyak orang yang bakal skip iklan tanpa berpikir panjang ketika tombol itu muncul? Orang baru akan menonton iklan di video yang mereka tunggu ketika ada keterikatan antara Youtuber dan penonton.
Misalnya, karena konten yang diunggah sangat bermanfaat. Sementara itu, subscriber pembuat konten masih sedikit dan butuh pemasukan dari iklan supaya konten terus ada. Para penonton baru akan merelakan kuota mereka terbakar demi kelanjutan karya di pembutan konten. Saya kok nggak yakin kalau konten Pancasila akan ditonton sampai habis.
Banyak orang membuka Youtube untuk senang-senang. Ada yang lari ke Youtube karena jengah dengan pertengkaran di Twitter dan Instagram. Mereka ingin nonton video yang menghibur atau menambah manfaat dalam kehidupan secara langsung.
Bayangkan psikologis mereka, Pak Jokowi. Pasti capek sekali menonton konten Pancasila yang sudah mereka cecap hampir seumur hidup. Orang yang capek itu sulit untuk diajak kerja sama, Pak Jokowi.
Itu baru Youtube. Bisa lebih runyam ketika konten Pancasila masuk Netflix. Pak Jokowi, berlangganan Netflix itu cukup mahal untuk beberapa orang. Buktinya, situs penyedia streaming ilegal film masih ranum bertahan.
Pak Jokowi, kalau orang sampai mau membayar 140 ribu rupiah untuk berlangganan, masih ditambah harus bakar kuota sekian giga, mereka butuh “ketenangan hidup”, bukan iklan doktrinasi. Hayo, jangan gerah dengan kata “doktrin”. Kan artinya ‘ajaran’. Pancasila itu ajaran, bukan?
Bagaimana cara nyata membumikan Pancasila lewat Netflix? Netflix yang resmi berbayar nggak ada iklan, Pak Jokowi. Apakah dengan bikin film pendek lalu mendaftarkannya ke Netflix?
Meskipun bisa, saya yakin nggak ada yang mau nonton. Bukan karena benci atau anti dengan Pancasila. Tapi ya eman-eman kuotanya, Pak. Sekali lagi, mereka sudah merekam soal Pancasila hampir seumur hidup.
Toh kalau Pak Jokowi memang serius membumikan Pancasila, saya kasih tau cara paling guampang. Pertama, larang dan matikan ormas-ormas yang AD/ART sudah bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Anak-anak muda zaman sekarang itu lebih melek informasi. Mereka jago mikir kritis. Bukti itu bakal bikin milenial dan Gen Z lebih percaya kalau Pancasila bisa “dibumikan”.
Kedua, Pak Jokowi matikan buzzer-buzzer yang masih liar di Twitter dan kanal media sosial lainnya. Mereka itu mengadu domba, Pak. Bahkan malah merusak citra Bapak. Mereka ancaman nyata dari sebuah sila indah yang bunyinya: “Persatuan Indonesia”.
Ketiga, wujudkan sila kelima: “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Banyak warga masih belum mendapatkan kesejahteraan seperti orang lain. Tidak rata. Dan pemerintah punya kerja di sana. Wujudkan saja, Pak Jokowi. Milenial dan Gen Z bakal lebih kuat mengimani Pancasila karena pemerintahan Bapak memberi contoh.
Selain keadilan sosial, ada juga keadilan hukum, Pak Jokowi. Apakah hukum kita sudah nggak lagi tajam ke bawah dan tumpul ke atas?
Keempat, apakah “Persatuan Indonesia” sudah betul-betul terwujud? Apakah kebebasan beribadah sudah terjamin? Orang nggak dikafir-kafirkan karena beda agama dan pandangan?
Kelima, soal sila “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Salah satu butir dari sila pertama berbunyi: “Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.” Apakah sudah begitu di Indonesia?
Saran saya itu gampang-gampang, kan, Pak Jokowi. Gimana, sudah cocok jadi staf khusus kepresidenan?
BACA JUGA 5 Selebriti yang Cocok Jadi Anggota Pemuda Pancasila atau tulisan Yamadipati Seno lainnya.