ADVERTISEMENT
Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Ulasan Smokol

Betapa Tidak Enaknya Spaghetti ala Jokowi

Tarli Nugroho oleh Tarli Nugroho
24 Oktober 2015
0
A A
Betapa Tidak Enaknya Spaghetti ala Jokowi

Betapa Tidak Enaknya Spaghetti ala Jokowi

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

Bayangkan begini. Pada sebuah malam yang menggigit, perut Anda tiba-tiba didera rasa lapar yang teramat sangat. Tak ada pilihan lain, Anda kemudian berada di dapur dan segera melakukan ritual klasik: mengambil sawi dari kulkas, memotongnya jadi dua atau tiga bagian dengan tangan kosong, lalu membuka satu atau dua bungkus mie kesayangan. Ya, selain secangkir kopi, (kuah panas) mie rebus adalah penawar udara dingin yang mujarab.

Ndilalah, sebelum mie rebusnya matang, tiba-tiba selera Anda berubah drastis: ingin mie goreng dengan taburan bawang yang kemriuk di atasnya. Namun karena Anda malas membuang waktu lebih lama untuk memasak kembali, alhasil mie rebus yang sudah matang beserta bumbunya itu kemudian Anda paksa menjadi mie goreng dengan cara yang paling gampang: membuang kuahnya.

Tapi bukankah bumbunya tetap mie rebus? Lalu bagaimana rasanya? Tentu saja keasinan, Dab! Ya sudah, mau bagaimana lagi, wong sudah lapar tak terperi kan?

Eeeee… belum seperempat porsi mie goreng gadungan itu habis, selera Anda kemudian menikung kembali dengan tajam. Imajinasi Anda kini membayangkan seporsi spaghetti dengan luluran saus bolognaise. Kurang ajar betul, siapa sanggup mengabaikan imajinasi semacam itu di malam yang dingin dengan rasa lapar mendera?!

Membuang tiga perempat mie yang masih mengepul dan berselimutkan bawang goreng, lalu menyalakan kembali kompor untuk masak spaghetti, tentu bukan pilihan praktis. Cenderung bodoh, bahkan. Alhasil, mie rebus yang telah didandani menjadi mie goreng tadi kini berlumuran saus bolognaise.

Celakanya, meski telah tiga kali melakukan perubahan mie yang dipandu oleh nafsu kuliner tadi, pada akhirnya Anda tidak jadi meneruskan makan. Apa lacur, mie yang Anda buat itu kini rasanya jadi tidak karuan. Bahkan tambahan ayam bakar sisa tadi sore yang mempur, serta beberapa butir bakso yang empuk, tidak juga menggugah selera. Dan sekarang Anda hanya mampu terduduk di dapur dengan lapar yang makin hebat dan mulut yang mecucu sembari bersungut-sungut:

“Jiiiaaangkrik!”

Seandainya saja, ya, seandainya saja pikiran Anda tak mudah terbius imajinasi yang serakah tadi, mungkin kini Anda masih menikmati semangkuk mie rebus dengan potongan sawi dan butiran bakso yang menggugah selera. Demikian penyesalan Anda.

* * *

Setiap kali memperhatikan pemerintahan Jokowi, terus terang, pikiran saya selalu teringat pada lelucon mie rebus yang berubah jadi spaghetti tadi.

Coba bayangkan, seorang wali kota yang memenangkan 90,09 persen suara pada Pilkada periode keduanya di Solo, April 2010, belum juga separuh jalan, pada Juli 2012 ia sudah maju sebagai calon gubernur DKI Jakarta. Setelah melalui dua putaran pemilihan, pada Oktober 2012 ia pun dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta. Kembali, belum genap dua tahun jadi gubernur, pada Maret 2014, Jokowi menyatakan diri siap jadi calon presiden. Dalam palagan Pilpres 2014, ia akhirnya ditetapkan sebagai pemenang. Bekas pengusaha mebel ini dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada 20 Oktober 2014.

Dari sisi karier, tentunya itu adalah perjalanan karier politik yang hebat. Memenangi dua kontestasi politik puncak di tingkat lokal dan satu kontestasi di tingkat nasional dalam rentang empat tahun adalah sebuah rekor yang akan sulit dipecahkan siapapun. Sepertinya, hanya keajaiban saja yang memungkinkannya terjadi. Dan fenomena Jokowi memang adalah keajaiban itu sendiri.

Tapi sebagaimana mie rebus yang malih rupa jadi spaghetti yang rasanya tidak karuan tadi, begitu pula pemerintahan Jokowi sekarang ini. Rezim yang semula didaku sebagai representasi kemenangan masyarakat sipil tersebut, belum lama ini tiba-tiba saja menawarkan ide pelatihan bela negara untuk seluruh penduduk, mulai dari anak TK hingga pensiunan.

Ditambah rencana memperpanjang kontrak karya PT Freeport Indonesia, yang dilakukan dengan jalan mengubah sejumlah regulasi di bidang pertambangan dan energi. Jauh sekali dari merek Trisakti dan label “Soekarnois” yang semula dilekatkan pada Jokowi semasa kampanye. Itu sebabnya kenapa perubahan nama kabinet Jokowi, dari yang mulanya “Kabinet Trisakti” menjadi “Kabinet Kerja”, bagi saya amat dilandasi kejujuran.

“Trisakti” membawa dan menyimpan beban ideologis yang tak ringan. Sebuah tujuan sekaligus metode yang tegas dan jelas. Sementara, karena hanya disebut “Kabinet Kerja”, kabinet Jokowi tak memikul beban berat mengenai apa yang mau dikerjakan, termasuk untuk siapa kerja-kerjanya akan diorientasikan. Penamaan Kabinet Kerja, dalam penilaian saya waktu itu, adalah pilihan yang cerdas sekaligus jujur.

Sudah setahun berlalu, anggapan tempo hari itu kini kian menjadi kenyataan.

Inkonsistensi pernyataan-pernyataan pemerintah terkait sejumlah persoalan penting yang menjadi perbincangan publik dalam setahun terakhir, mulai dari soal subsidi BBM hingga proyek kereta super cepat, misalnya, menggambarkan bahwa pemerintahan sekarang ini memang belum selesai mendefinisikan dirinya sendiri. Ada banyak keputusan dan pernyataan pemerintah yang saling bertolak-belakang satu sama lain, atau terus-menerus berubah tanpa bisa dipahami polanya.

Dan itu persis dengan ilustrasi cerita tentang seseorang yang kelaparan tadi, yang tidak jelas apa yang mau dibikinnya, mie rebuskah, mie gorengkah, ataukah spaghetti-kah.

Lantas di mana letak masalahnya, sehingga pemerintah masih plintat-plintut sampai sekarang dan belum juga sanggup mendefinisikan diri serta kehendaknya secara mandiri? Kepada blio yang bersangkutan, mungkin pertanyaan tersebut bisa kita ubah jadi begini:

“Pak Jokowi, nuwun sewu, sebenarnya siapa sih yang jadi chef di dapur kekuasaan Anda? Kok tidak jelas begini. Mau bikin mie rebus, mie goreng, spaghetti, atau apa, ya? Soalnya nganu, Pak, maaf loh ini sekali lagi, rasanya tidak enak sama sekali.”

Terakhir diperbarui pada 11 Agustus 2021 oleh

Tags: jokowiKabinet JokowiSpaghetti
Iklan
Tarli Nugroho

Tarli Nugroho

Artikel Terkait

Sialnya Warga Banjarsari Solo: Dekat Rumah Jokowi, tapi Jadi Langganan Banjir Gara-gara Proyek Jokowi.MOJOK.CO
Aktual

Sialnya Warga Banjarsari Solo: Dekat Rumah Jokowi, tapi Jadi Langganan Banjir Gara-gara Proyek Jokowi

7 Maret 2025
3 Rupa Nasionalisme yang Mewarnai Indonesia Hari Ini MOJOK.CO
Esai

3 Rupa Nasionalisme yang Mewarnai Indonesia Hari Ini

26 Februari 2025
Afnan Malay: Membedah Hubungan Prabowo-Jokowi Setelah Pemilu dan Janji Program MBG
Movi

Afnan Malay: Membedah Hubungan Prabowo-Jokowi Setelah Pemilu dan Janji Program MBG

18 Februari 2025
Herlambang P. Wiratraman: Sebab Akibat Kekuasaan yang Antisains dan Dunia Akademik yang Memburuk di Era Jokowi
Movi

Herlambang P. Wiratraman: Sebab Akibat Kekuasaan yang Antisains dan Dunia Akademik yang Memburuk di Era Jokowi

28 Januari 2025
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Secangkir Kopi Pagi untuk Tuan Bima Arya

Secangkir Kopi Pagi untuk Tuan Bima Arya

Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Jakarta Selatan Simbol Ketamakan, yang Elite Injak Orang Melarat MOJOK.CO

Sabarnya Warga Jakarta Selatan: Rela Hidup di Gang Sempit, Padat, dan Kumuh demi Berdirinya Ratusan Hektare Lapangan Golf yang Eksklusif dan Mewah

8 Mei 2025
Paus Leo XIV, Sarjana Matematika Memimpin Umat Katolik MOJOK.CO

Habemus Papam! Kisah Paus Leo XIV Sarjana Matematika yang Akan Memimpin Umat Katolik di Masa Kritis

9 Mei 2025
Cuti Bersama Melahirkan Kesenjangan, tapi Pekerja Tutup Mata MOJOK.CO

Cuti Bersama Melahirkan Kesenjangan di Dunia Kerja: Tidak Bisa Dinikmati oleh Semua Pekerja dan Ada Saja Perusahaan yang Semaunya

13 Mei 2025
Pengobatan gratis di Candi Borobudur dalam perayaan waisak. MOJOK.CO

Cerita Jemu Memboyong Ibu Usia 102 Tahun untuk Dapat Layanan Pengobatan Gratis di Candi Borobudur

11 Mei 2025
Lansia di Kota Jogja Butuh Berkegiatan untuk Tetap Bugar dan Produktif, Sekolah Lansia Menjadi Jawabannya.MOJOK.CO

Lansia di Kota Jogja Butuh Berkegiatan untuk Tetap Bugar dan Produktif, Sekolah Lansia Menjadi Jawabannya

8 Mei 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.